Senin, 27 Desember 2010

Setinggi Mimpi Si Merapi Kecil

Oleh: Azmi Azmusy-syuhada'

Hari jum’at tanggal 5 November 2010 jam 20.30, sebuah tugas mulia memanggil nurani manusiawi ku dan mempertemukan ku dengan rombongan relawan lainnya untuk berangkat menuju posko pengungsian yang ada di Jogjakarta. Dengan semangat 45 yang menggebu-gebu untuk menjadi relawan kemanusiaan yang mempertaruhkan harta,tenaga,pikiran bahkan nyawa sekali pun kami lakukan dengan suka rela dan hanya mengharap keridhoan Allah subhanahu wata’ala. Segala rintangan yang menghambat tak menjadi penghalang bagi kami, demi meringankan beban saudara-saudara kita seiman dan seaqidah yang sedang di uji kesabarannya oleh Allah dengan letusan gunung merapi beberapa hari lalu, tak ada kata-kata yang terucap oleh lisan ini kecuali do’a “ Ya Allah yang Maha pemurah,Maha penyayang dan Maha mengetahui ,berikanlah kesabaran kepada hamba-hamba mu yang sedang kau uji, tabahkan hati mereka dalam ujian dan cobaan yang engkau beri, tambatkan hati mereka selalu dalam iman kepada mu yang Maha tinggi, kebalkan tubuh mereka dari penyakit yang datang silih berganti, Ya Allah yang Maha mendengar lagi Maha bijaksana, dengarlah munajat mereka yang sedang dalam duka, terimalah taubat mereka dari segala dosa yang tak terhingga, kabulkan do’a mereka di setiap siang dan malamnya, temukan mereka dengan cita-cita dan harapan yang telah mereka bina, Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, dosa saudar-saudara kami, yang hidup di antara kami, dan yang mati di antara kami, sesungguhnya engkau Maha mendengar, engkau Maha dekat, engkau Maha pengabul do’a, engkau Maha penerima taubat dan engkau Maha bijaksana “

Tak terasa mobil yang ku tumpangi telah melesat jauh dari kota ku dan kini memasuki daerah Klaten, sembari mobil terus berjalan tak henti-hentinya ku lihat dan ku amati setiap sudut kota, setiap mobil yang berlalu lalang, setiap sinar lampu yang memancarkan cahaya terang, terlihat juga beberapa barak pengungsian yang sangat padat dengan para pengungsi dan juga relawan yang bertugas dengan kesibukan mereka masing-masing. Seiring waktu berjalan, kota Klaten pun berlalu dan kini aku mulai memasuki kota Jogjakarta, dengan hamparan bangunan gedung yang begitu padat, tempat wisata yang begitu banyak, rumah makan yang menjamur, pusat oleh-oleh yang bertebaran dan juga para wisatawan yang silih berganti berdatangan, menunjukkan ciri khas kota Jogjakarta sebagai kota wisata, kota budaya dan kota kuliner yang tak henti-hentinya di kunjungi oleh wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Tak terasa aku pun telah sampai di posko pengungsian yang ku tuju, bismillah dengan tetap selalu berdo’a ku langkahkan kaki turun dari mobil, dengan mengangkat ransel ku yang penuh dengan perlengkapan rescue, karena sesuai dengan perintah dari komandan dan pelatihan tanggap bencana yang ku jalani beberapa hari sebelum merapi meletus, ku bawa semua perlengkapan yang di perlukan sebagai seorang rescue. Sejenak ku sempatkan diri untuk berkeliling melihat sutuasi yang ada di posko itu, terlihat beberapa mobil di siagakan untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi, tenda-tenda besar di dirikan sebagai pusat medical dan dapur umum, para relawan sibuk memasak nasi, sayuran dan lauknya untuk di distribusikan kepada para pengungsi, tak tau apa yang sedang mereka masak, karena aku juga tak mendekat, dari aroma yang tercium oleh hidung ku, sudah jelas makanan yang lezat, bergizi dan sehat untuk di konsumsi oleh manusia, yaaa….walaupun tidak 4 sehat 5 sempurna….he…he… . Ku coba mengalihkan pandangan ke belakang ku, saat itu terlihat sebuah gedung besar berupa auditorium yang di banjiri dengan manusia. Ku coba untuk mendekat ke auditorium tersebut, walau suasana agak lengang karena hari sudah larut malam, namun masih terlihat beberapa orang lalu lalang, mondar mandir, kesana kemari sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, anggota TNI mengangkat bantuan yang baru saja tiba di lokasi, ada juga pengungsi yang masih mondar mandir mengitari auditorium, entah apa yang sedang mereka cari, aku juga tidak tahu, mencari rezeki nomplok kali yaa…he..he…seketika kedua bola mata ku tertuju pada sebuah tempat yang di penuhi dengan logistik untuk para pengungsi, sebuah tempat yang tak cukup besar untuk menampung bantuan dengan kapasitas yang banyak, namun cukup lah untuk menampung sementara waktu. Relawan bagian logistic pun sibuk mencatat barang-barang yang masuk dan keluar dari gudang itu, yang membuat ku tertegun ialah betapa mulianya tugas mereka, sambil melawan rasa kantuk yang kerap kali mengahampiri mereka, seakan para relawan tak punya rasa lelah, seakan saraf rasa lelah mereka telah terputus, dengan tetap semangat mereka tetap menjalankan tugas mulia itu. Semoga rasa kantuk kalian, rasa lelah kalian dan pengorbanan kalian mendapatkan ganjaran yang setimpal di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Terus semangat teman-teman ku relawan semua……………..

Aku mencoba masuk ke ruang utama auditorium itu, dan aku pun di suguhkan dengan pemandangan lautan manusia yang memenuhi auditorium, dari sudut timur hingga sudut barat, dari sudut utara hingga sudut selatan semuanya di penuhi dengan pengungsi, namun saat itu mereka masih terlelap dalam tidur mereka “ Ya Allah berkatilah tidur mereka, jagalah mereka ketika dalam tidur, dan bangunkan mereka dalam keadaan sehat dan dalam rahmat Mu “ . Tak terasa mata ku tak lagi bisa di ajak kerjasama dan ia pun mulai meredup, bagai lampu yang kehabisan daya, tanda rasa kantuk mulai menyerang ku, aku pun bergegas pergi ke masjid untuk bergabung dengan relawan lain yang kebetulan baru saja tiba sekaligus melaporkan diri kepada penanggung jawab kami di situ. Setelah berbincang-bincang panjang lebar, teman-teman pun mulai merebahkan tubuh mereka, karena sudah sama-sama lelah dan ngantuk, tak lupa aku melaksanakan sholat dua rakaat dan memanjatkan do’a keselamatan untuk saudara-saudara kita, selesai sholat ku rebahkan pula tubuh ku di atas sebuah sajadah dan sebuah jaket yang ku bawa karena saat itu semua tikar sudah berpenghuni, mempersiapkan diri untuk besok hari yang sudah menunggu dengan segudang tugas berat. Perlahan mata ku mulai tertutup, tertidur dan jiwa ku melayang bersama mimpi ku. Waktu subuh pun tiba, dan aku terbangun saat adzan berkumandang saling bersahutan antara satu masjid dengan masjid lainnya, tanda kebesaran Allah subhanahu Wata’ala. Allahu akbar……….

Usai sholat subuh dan berdo’a ku mencoba jalan-jalan pagi sembari menenangkan pikiran dan mengetahui kondisi terkini posko pengungsian itu, sungguh ku rasakan pagi yang sangat menyegarkan tubuh ku, dengan di iringi embun yang masih berjatuhan merasuki ubun-ubun ku bak salju yang membawa ketenteraman di hati, semilir angin yang menambah suasana sejuk pagi itu, walau sesekali masih terlihat debu vulkanik merapi yang menempel di dedaunan dan rerumputan hijau, ku gerakkan tubuh ku untuk mendapatkan kesegaran itu. Mata ku pun tertegun pada sebuah gunung tinggi yang berdiri dengan gagahnya, tak lain ialah gunung merapi yang beberapa waktu lalu meletus, mengeluarkan awan panas dan debu vulkaniknya yang telah menelan korban material dan nyawa yang tidak sedikit. Dengan sinar mentari yang sedikit demi sedikit mulai mengintip dari kejauhan ufuk timur dan memberikan kehangatan pada setiap makhluk yang di jamahnya, gunung api itu pun tampak lebih indah dan gagah dari kejauhan “ Subhanallah Maha suci engkau ya Allah, engkau ciptakan langit tanpa tiang, kau ciptakan bumi tanpa gantungan, kau ciptakan gunung sebagai pasaknya, kau ciptakan matahari sebagai cahaya kehidupan, kau ciptakan bulan sebagai sinar di kegelapan, dan engkau ciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna, Maha Agung engkau ya Allah dengan segala kekuatan Mu “ .

Dengan kondisi yang sudah aman, akhirnya tugas ku turun status bukan lagi rescue, karena ada tugas yang lebih membutuhkan tenaga yaitu pendampingan anak, mungkin ini yang terbaik buat ku. Aku segera bergabung bersama relawan lainnya yang mayoritas adalah mahasiswa dan kami membentuk CHILDREN CENTER. Hari-hari kami penuh dengan suka dan duka bersama anak-anak, kami dampingi mereka dari pagi hingga sore, kami coba menghibur mereka, mencoba menghilangkan trauma mereka, kami berikan pengertian, kami tanamkan semangat juang di hati mereka, terus berusaha pantang menyerah untuk menjadi sang juara, tetap tegar walau di terpa badai, tak goyah walau di timpa masalah, tetap berdo’a pada yang kuasa dan selalu mengharapkan keridhoannya. Setiap hari kami mulai aktifitas pagi mereka dengan senam bersama, sembari menanamkan rasa kepedulian kepada sesama, rasa kebersamaan pada teman agar menjadi insan yang kuat jiwa dan raganya. Di lanjutkan dengan sarapan pagi yang juga di lakukan bersama dengan membentuk formasi lingkaran, agar tetap terjaga rasa kebersamaan itu, tak lupa kami ajarkan untuk selalu berdo’a sebelum makan, kami tambahkan dengan makanan yang bergizi untuk menjaga kesetabilan tubuh mereka yang masih rentan itu. Usai makan pagi kami lanjutkan dengan sekolah ceria, sebuah sekolah darurat yang di rancang agar anak-anak tetap bisa bersekolah, walau hanya beralaskan tikar dan ruangan yang seadanya namun tetap terlihat kegembiraan dari raut wajah mungil mereka. Dengan tetap menghadirkan suasana asli sekolah, sesekali kami hadirkan canda dan tawa di antara mereka, beberapa anak berceloteh mencuri-curi perhatian kami, dengan sifat manja mereka berusaha mencari strategi baru untuk mendapatkan perhatian lebih dari kami, salah satu dari kami segera meresponnya dan memberikan pengarahan agar tidak manja, menjadi pribadi yang tegar dan percaya diri. Begitulah hari-hari kami bersama malaikat-malaikat kecil itu, melelahkan memang akan tetapi dengan kehadiran mereka memberikan inspirasi baru dan banyak pelajaran yang bisa kami ambil dan akhirnya itu semua menggembirakan. Sampai suatu hari pada saat kegiatan yang sama, datanglah seorang anak yang sudah tak asing lagi bagi kami dan teman-temannya, ia baru duduk di kelas 4 SD, dengan membawa sebuah lipatan kertas yang cukup kusam ia hampiri salah satu dari kami, dan memberikan lipatan itu, sepucuk surat berisi harapan dan cita-citanya hingga kini :

“ Saya kalo sudah besar ingin menjadi tentara.
Saya ingin menjadi tentara biar bisa menolong sesama.
Juga bisa memberantas kejahatan.
Kalo tentara itu badanya harus kekar dan kuat.
Nanti senjata kuangkat untuk menembak orang jahat.
Kalo tentara itu harus menjaga keamanan negara.
Tak peduli rasa capek.
Biar bisa menolong korban bencana.
Senjata ku memang sangat berat tapi tak seberat beban yang diderita rakyat.
Tank ku kendarai agar musuh takut padaku.
Saya juga bisa membawa bom di ransel saya.
Yang berguna untuk mengebom markas musuh.
Saya sangat senang dengan cita – cita saya.
Semoga Allah meridhai cita – cita saya “.

Sesaat setelah ku baca surat itu, seketika juga tubuh ku lunglai, lemah tak berdaya, betapa lidah tak mampu berkata, betapa mulut tak mampu bergeming, betapa tubuh tak mampu bergerak, hanya air mata yang membasahi pipi, tertegun dengan surat ini, merenungi nasib bangsa ini, mencoba memahami lebih dalam arti surat dari si merapi kecil. Sungguh tinggi cita-citanya, sungguh mulia harapannya, tak ku sangka anak yang baru duduk di kelas 4 SD itu mampu membuat surat yang bisa meneteskan air mata kami. Seakan ia sudah mengerti betapa bangsa ini berada di ambang kehancuran, betapa bangsa ini tak lagi bersatu, begitu banyak kerusuhan terjadi, pertengkaran meraja lela, kriminal di mana-mana, penguasa semakin tamak dengan kekuasaannya, yang kaya semakin terlena dengan kekayaannya, rakyat bawah tak lagi di perhatikan, angka kemiskinan semakin bertambah, janji tinggal lah janji, pimpinan rakyat tak lagi menepati janjinya. Seorang anak yang mempunyai cita-cita tinggi, mengharapkan sebuah negara yang aman, tenteram dan damai, negara yang tak lagi memegang rekor dengan jumlah kemiskinan terbanyak, negara yang mempunyai pemimpin yang adil dan merakyat, negara yang memiliki satuan keamanan yang berkualitas, bertanggung jawab sesuai dengan nama yang mereka usung. Begitulah harapan yang sangat di inginkannya untuk negeri yang ia cintai. Subhanallah Maha suci engkau yang telah menghadirkan anak-anak itu di tengah-tengah kami, mereka adalah anugerah terindah yang kau berikan untuk kami, mereka adalah sumber inpirasi bagi kami, walau hanya sebentar kami bersama mereka namun hati kami telah bersatu. Adik-adik ku…. Kalian mengingatkan ku pada sebuah buku yang di tulis oleh Salim A Fillah dengan judul “ saksikan bahwa aku seorang muslim “. Kita memang seorang muslim, namun apakah kita sudah menjadi muslim sejati?, apakah kita sudah menjalankan kewajiban kita sebagai seorang muslim?, muslim yang bener-bener berislam secara kaffah, mari kita renungkan kembali, janganlah kita hanya menjadi muslim yang hanya tertulis di KTP, mari kita lakukan apa yang seharusnya menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim, muslim yang selalu ingat pada Allah, muslim yang bertanggung jawab dengan amanah yang telah ia emban, muslim yang peduli kepada sesama. Adik-adik ku ……dengarlah nasehat ku : kejarlah semua mimpi mu setinggi yang kau mampu, sejauh yang kau sanggup, jadilah seperti apa yang kau mimpikan, jadilah kau pribadi yang tegar setegar batu karang, pribadi yang istiqomah dan pantang menyerah, pribadi dengan predikat muslim sejati yang selalu bertaqwa. Apabila besar nanti, janganlah kau terlena dengan kekuasaanmu, janganlah kau berbangga dengan pangkat mu, janganlah kau terbuay dengan kekayaan mu, karena sesungguhnya semua itu hanyalah milik Allah. Adik-adik ku….teruslah bermimpi, teruslah berkarya, dan berusahalah untuk bisa mewujudkannya, karena mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, terus berlari tanpa lelah hingga engkau meraihnya, segala sesuatu tidak ada yang tak mungkin “impossible is nothing” semua itu bisa saja terjadi jika kita berusaha, dan jika Allah mengizinkan, pantang menyerah dan selalu berdo’a. adik-adik ku…. tetaplah semangat untuk meraih mimpimu , kalian adalah generasi penerus bangsa, kibarkan bendera semangat di puncak hati mu….semangat…..go…go…adik-adik ku merapi kecil ku, kami selalu mendoakan kalian, semoga kalian bisa mencapai apa yang kalian mimpikan dan semoga yang kalian lakukan mendapatkan keredhoan Allah Subhanahu wata’ala. Untuk saudara-saudara ku yang sedang di uji oleh Allah, semoga tetap bisa tabah dengan ujian yang ada, syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik, tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasanya, bagi hambanya yang sabar dan tak kenal putus asa, karena setiap kesusahan pasti ada kemudahan.
“ Allahumma ajirna fi mushibatina wakhluf lana khoiron minha “ .
sekian…………..

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More