Senin, 27 Desember 2010

Dari Resensi Jadi Digratisi

Oleh: Silvia Dyah Nur Octavia Putri

Tepatnya Februari tahun 2006, saat aku baru saja memasuki semester 2 di kelas 1 pada sebuah SMA negeri di Yogyakarta. Siang itu, panas terik sangat terasa walaupun sedang di dalam kelas. Bu guru bahasa Indonesia memasuki kelas sambil membawa sebuah buku kecil. Siswa-siswi segera menata posisi duduknya untuk siap mengikuti pelajaran.

“ Ya anak-anak, silahkan kalian buka bukunya halaman 114 tentang penulisan resensi buku. Resensi adalah bla, bla, bla.. “ Sang guru yang berkacamata tersebut menerangkan panjang lebar mengenai pengertian resensi, hal-hal yang dibahas didalamnya, dan memberikan contoh-contoh tentang penulisan resensi yang baik. Aku mendengarkan dengan saksama.
Hm, sepertinya menarik materi ini,batinku. Aku mencatat beberapa poin penting yang berkaitan dalam penulisan resensi buku agar nampak lebih menarik. Termasuk mencatat kata-kata yang sebaiknya dihindari dan cara menata kata-kata agar pembaca tidak jenuh saat membaca.
“ Oke, tugas pertemuan minggu depan, kalian cari contoh resensi buku di koran atau majalah, kemudian kalian analisis tiap bagiannya. Jika tidak ada salah satu bagian, misalnya bagian kelemahan buku,tulis saja penulis tidak mencantumkan kelemahan buku tersebut. Selain itu, kalian juga buat resensi buku, seperti yang sudah dijelaskan tadi. Cari buku terbaru, minimal cetakan 2003. Ingat ya, yang dicari buku, bukan novel. Ada pertanyaan ??? “ Bu guru menutup buku kecilnya. Seluruh siswa mengangguk, seakan paham dengan penjelasan dari sang guru.
“ Eh, minimal berapa halaman ya resensinya? “ Aku malah bertanya pada sahabat sebangkuku, Dita, karena takut untuk menanyakannya pada sang guru.
“ Enggak tau ya, mungkin minimal 2 halaman. “ jawabnya.

Sepulang sekolah, aku membuka lemari buku yang ada di rumah. Mencari buku terbitan terbaru. Namun, hingga 3 lemari, buku yang sreg dan mudah diresensi belum kutemukan. Kalau novel yang baru malah ada, tapi syaratnya kan buku.
“ Haduh, ternyata bukunya jadul dan ‘berat-berat’. Gimana ini ??? Mesti cari dimana?? “ tiba-tiba azan Maghrib berkumandang. Aku bergegas mengambil air wudhu untuk pergi ke masjidku tercinta,masjid Jogokaryan. Saat pulang, tiba-tiba mataku terarah pada suatu plakat di depan masjid, “Pro U Media”.
“ Ya ampun, kenapa enggak beli di Pro U aja?? Pasti ada buku yang baru dan lebih murah harganya. “ ucapku sambil tersenyum kecil.
“ Besok aku mau kesana aja ah. Semoga ada buku yang menarik untuk aku resensi. “ harapku.

Keesokan harinya, kira-kira jam 1 siang, aku pergi ke Pro U, tapi ternyata tutup karena hari Ahad. Kemudian aku pergi ke toko buku di Hotel Jogokaryan. Aku memilih-milih buku yang ada, tapi belum ada yang sreg. Aku pun memutuskan untuk menghampiri kantor Pro U lagi, yang notabene rumah sang owner, mas Fani. Aku ketuk-ketuk pintunya hingga beberapa kali, tapi tidak ada sahutan. Hingga akhirnya, aku putuskan untuk pulang. Saat akan naik motor, mas Fani tiba-tiba datang. Alhamdulillah, batinku. Aku pun akhirnya memilih buku “ Cinta Kita, Beda “ dengan penulis Muhammad Nazhif Masykur dan Evi Ni’matuzzakiyah.
“ Berapa mas harganya? “ tanyaku. Mas Fani yang baik hati memberi diskon cukup besar. Aku tersenyum lebar. Hore, dapat murah, batinku.
“ Makasih ya mas. “ senyumku mengembang.

Ternyata membuat resensi tak bisa langsung dikerjakan tanpa membaca bukunya terlebih dahulu. Karena kita perlu mengetahui kelebihan dan kelemahan buku, termasuk isi dari buku itu. Dalam waktu beberapa hari, aku sudah selesai membaca buku tersebut. Buku yang menarik, simple, tapi berisi. Apalagi isinya yang pas dengan keadaanku saat itu.
“ Yap, sekarang saatnya dibuat resensi. “ Aku mengerjakan penuh semangat. Berhubung masih amatiran, aku membuka kembali catatan tentang resensi. Kata demi kata aku susun dengan hati-hati agar tercipta kalimat yang komunikatif dan isinya sesuai dengan poin-poin dalam resensi.
“ Akhirnya tugasnya selesai. “ ucapku sambil merenggangkan tangan.

Beberapa hari kemudian, aku mendapat SMS dari sahabatku, yang mengajakku pergi ke pameran buku. Sore harinya, kami pergi kesana. Aku melihat beberapa buku motivasi yang cukup menarik hatiku untuk membelinya. Aku bingung memilih yang mana. Sampai akhirnya, ada buku bersampul kuning, berjudul “ Zero to Hero “ karya Solihin Abu Izzudin, membuatku tak tahan untuk segera membelinya. Aku tertarik dari sinopsis pada sampul belakang buku tersebut.

Setiap ada waktu luang, aku membaca buku itu, dan tanpa sadar aku merasakan semangat luar biasa dari buku itu. Kisah-kisah yang diceritakan membuatku terinspirasi untuk melakukan lebih banyak kebaikan. Apalagi kisah-kisah tentang para pejuang yang secara fisik mereka catat, tapi mempunyai semangat dan kegigihan yang tak terkira. Aku menjadi lebih termotivasi untuk mengisi hari-hariku dengan lebih baik lagi dan lebih bermanfaat untuk orang lain. Buku itupun juga membantuku sebagai referensi saat ditunjuk kultum. Dari buku itu pula, aku banyak belajar untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.

Tiba-tiba saat tengah membaca, muncul suatu ide, “ AHAA!!! Mending aku buat resensi aja dari buku ini. Terus aku aku kirim ke koran lokal. Barangkali masuk. “ harapku. Ya, aku mencoba memanfaatkan kesempatan mempunyai buku itu untuk mengapresiasikan hobiku. Syukur-syukur jadi iseng-iseng berhadiah.

Bergegas aku mengambil catatan untuk membuat draf resensi buku itu. Berusaha merangkai kata demi kata yang ternyata tidak mudah,apalagi untuk di kirim ke media. Perlu bahasa yang lebih mengalir lagi supaya enak dibaca oleh pembacanya. Allah pun memberi kemudahan padaku untuk menyelesaikan resensi yang pertama kali aku kirim ke media. Setiap hari Ahad, aku mengecek di rubrik resensi koran tersebut, namun resensiku belum juga dimuat. Minggu demi minggu aku terus menunggu, hingga aku merasa putus asa. Kira-kira 4 minggu kemudian, aku melihat tulisanku di koran. “ Subhanallah, alhamdulillah. “ sungguh senang sekali rasanya saat itu. Aku menjadi lebih semangat lagi untuk sering menulis, apapun itu.

Siang harinya, aku mendapat SMS dari sahabatku,Lia, “ Wah, senenge sing dimuat ning koran... “ Aku membaca dengan tersenyum kecil.
Aku jadi malu karena teman-teman banyak yang mengetahuinya. Maklumlah, disitu aku menulis lengkap nama dan sekolahku. Tapi, aku juga senang karena mendapat dukungan dari banyak orang terutama ayahku, untuk lebih sering mengirimkan tulisan ke media.

Beberapa minggu kemudian, sore hari saat aku sedang pergi bersama sahabatku, Septi, tiba-tiba ada suara laki-laki memanggilku.
“ Dek Silvi... “ suara itu berasal dari samping kananku.
Siapa ya? Batinku dengan rasa keheranan. Orang itu berhenti di depan motor kami.
Oh, ternyata mas Fani, aku menghela nafas.
Mas Fani, selain sebagai owner Pro U, juga merupakan tim inti Takmir Masjid Jogokaryan. Sebelumnya, aku jarang sekali berbincang dengan beliau. Mungkin hanya saat rapat atau kajian, itupun tidak ngobrol langsung. Jadi rasanya agak grogi saat itu.
“ Wonten napa mas ? “ tanyaku.
“ Nek sempet dolan ning Pro U nggih. Ditunggu lho... “ ucap beliau sambil tersenyum, lalu mengucap salam dan pergi.
Haduh,ada apa ya? tanyaku dalam hati.
Yang jelas, beliau enggak mungkin aneh-aneh, kan udah punya istri,pikirku saat itu sambil tertawa kecil.
“ Oh nggih, insya Allah. “ jawabku dengan agak tenang.

Keesokan harinya, aku kesana sendiri. Rasanya bingung, deg-degan, pokoknya grogi banget. Dan ternyata...

“ Iki dek, silahkan milih pengen buku sing endi. Itung-itung dinggo bonus wingi wis nulis resensi. “ Beliau menunjukkan beberapa buku untuk aku pilih.
Rasanya kaget waktu diberitahu hal itu. Ya ampun, alhamdulillah, batinku.
Dengan malu-malu tapi mau, aku memilih buku “ Buktikan Cintamu ! “ karya Muhammad Nazhif Masykur.

Ya maklumlah, saat itu, darah remaja sedang mengalir deras dalam tubuhku, sehingga hal-hal yang berbau cinta membuatku lebih menarik untuk dibaca. Aku mengucapkan banyak terimakasih pada mas Fani. Aku tidak menyangka akan mendapat honor, sekaligus gratisan buku setelah menulis resensi. Rasanya senang banget waktu itu. Allah memberi banyak ujian kebahagiaan padaku. Aku berusaha memanfaatkan ujian itu agar lebih bermakna lagi. Aku juga ikut senang karena buku Zero To Hero menjadi best seller. Semoga kelak buku-buku Pro U lainnya juga best seller, kalau perlu malah mega best seller. Amin...

Sejak kejadian itu, aku jadi sering nulis resensi dan mempunyai motto “Herokan Diri Menuju Kebaikan”. Berhubung waktu itu aku belum punya penghasilan sendiri, alhasil buku-buku yang aku resensi terkadang pinjam di perpustakaan Rohis, pinjam teman, atau pernah juga malah dipinjami Pro U. Alhamdulillah, buku yang digratisi sama mas Fani, masuk media lagi. Buku-buku Pro U merupakan buku yang paling sering aku resensi, seperti Super Health, Let’s Go, Republik Genthonesia, Saat Cinta Datang Belum pada Waktunya, dan Nikah Emang Gue Pikirin. Namun, ada beberapa resensi yang tidak termuat. Sebenarnya masih banyak buku-buku Pro U yang menginspirasiku, tapi hanya sekedar aku baca. Karena aku sempat menyerah dan malas mengirimkan resensi lagi. Mungkin Allah ingin aku memperbaiki kembali kata demi kata yang aku tulis supaya lebih komunikatif dan mudah dipahami para pembaca. Ya, setidaknya aku mendapat banyak ilmu dari buku-buku yang aku baca.

Aku merasa sangat senang karena dapat membantu menginformasikan kepada orang lain tentang buku-buku Islami yang bermanfaat untuk dibaca, termasuk membantu penulis untuk melariskan bukunya. Kebaikan dan semangat yang tertanam didiriku, salah satunya dipengaruhi oleh ilmu yang aku dapatkan dari buku-buku Pro U,khusunya yang berbau motivasi. Kata-kata yang penuh gelora, penuh semangat, penuh perjuangan, seakan tertular ke dalam jiwaku.

Semenjak sering membaca buku-buku motivasi tersebut, aku jadi ingin masuk jurusan Psikologi. Karena pada saat itu buku-bukunya ditulis oleh orang Psikologi dan aku menganggap, “ Wah, kayakanya orang Psikologi pinter ngasih motivasi ke orang lain. “
Alhamdulillah, keinginan itu dikabulkan olehNya. Sungguh, hanya Alah yang memberiku petunjuk untuk memilih buku-buku terbaik yang mampu membuatku semakin dekat padaNya. Hanya Allah lah yang memberiku ide untuk memanfaatkan kegemaranku membaca menjadi salah satu sarana menjemput rezekiNya. ”Terimakasih ya Rabbi, terimakasih mas Fanni, terimakasih penulis-penulis buku yang menginspirasiku.. "

Aku pun berharap Pro U tak henti dalam mencetak buku-buku penuh manfaat dan motivasi baik untuk dunia dan akhirat. Buku-buku yang senantiasa membuat pembacanya menjadi lebih baik lagi keimanan dan kejiwaannya. Buku-buku yang renyah dinikmati, mudah dipahami, dan langsung dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Amin...

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More