Selasa, 28 Desember 2010

Keindahan Dalam Keimanan

Oleh: Ramadyangga Wahyu Ardhi

Namanya manusia, makhluk ciptaan-Nya yang unik. Kadang beriman, kadang nyepelekan. Kadang alim, kadang juga jahil. Bahkan untuk aku yang seorang aktivis yang notabene sering bersenggolan dengan hal-hal yang bersifat religius pun pernah mengalami hal-hal yang lucu. Istilah dalam dunia aktivisnya “sedang futur”, lemah iman gitu. Kenapa disebut lucu? Lucu aja, kadang aku merasa cengar-cengir sendiri sambil ngucapin istighfar berkali-kali. Kadang kuakui wajahku merengut, disapa teman dengan baik malah melengos. Sebenarnya apa sih yang bikin aku mengalami “futur syndrome” ?

Pernah aku ditanya, “Antum kenapa akhi? Ada masalah apa?” aku pun menjawab, “Nggak kenapa-kenapa kok, cuman lagi ada something aja.” Jika ditelisik lebih lanjut apa sih yang jadi faktor terbesarnya, ternyata aku sedang merasakan manisnya nikmat yang diberikan oleh Sang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Indah, Allah azza wa jalla. Melihat ciptaan-Nya yang paling indah! Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah menciptakan setiap makhluk berpasang-pasanganan satu dengan yang lainnya. Ketika hati ini sudah tahu akan aturan tentang pergaulan / hubungan antara ikhwan-akhwat yang telah diatur sedemikian sempurnanya oleh Allah azza wa jalla (subhanallah) dan telah disampaikan oleh Rosulullah saw, hati ini pun kadang masih melanggar aturan tersebut. Karena, manusia setelah generasi Rosul saw dan para sahabat adalah manusia yang penuh dengan kelemahan. Gampang tergoda dan gampang terfitnah.

Salah satu hal yang menjadi penyebab utama manusia gampang tergoda adalah dari organ manusia bernama mata. Allah azza wa jalla menciptakan mata untuk melihat hal-hal yang menyenangkan, indah, dan menarik. Dari mata ini muncullah reaksi pada hati manusia, organ yang paling berperan penting dalam hidup manusia. Karena di dalam hati terletak keimanan dan nafsu. Ketika mata melihat hal yang indah dan dibarengi dengan tebalnya keimanan di hati, maka Allah azza wa jalla akan memberikan suatu kenikmatan rohani yang akan membuat insan yang mempergunakannya selalu ingat kepada-Nya. Namun sebaliknya, ketika pandangan dari mata dibarengi dengan nafsu, maka bukan nikmat yang diterima, tapi laknat akan diterimanya. Setan -musuh besar orang-orang mukmin- akan langsung menungganginya, membuatnya seperti kuda yang ikut kemana pun tujuan penunggangnya.

Suatu hari, ketika aku berjualan di sebuah acara yang menyediakan bazar di kampusku, aku melihat ciptaan-Nya yang indah ini dengan penuh keimanan (alhamdulillah). Getaran luar biasa seakan menggetarkan seluruh hatiku. Serundung pertanyaan berdatangan menghampiri hatiku.

“Mungkinkah dia milikku?” “Apakah aku boleh untuk mencintainya?” “Bagaimana jika ternyata dia bukan yang Allah azza wa jalla tetapkan padaku?”

Lalu aku pergi ke seorang teman yang juga seorang aktivis yang sedang menjaga buku bersamaku. Aku bercerita perihal kejadian yang telah aku alami. Panjang lebar kami berdua berdiskusi mencari solusi terbaik untuk masalah ini. “Akhi, antum mungkin harus baca-baca literatur yang menerangkan tentang masalah ini.” Kata temanku.

Kuputuskan saat itu juga berkeliling dari stan satu ke stan yang lain yang khusus berjualan buku. Sempat mata ini tertuju pada satu buku yang menarik hati. “Don’t Cry! Ketika mencintai tak bisa menikahi” buku karya Fadlan Al-Ikhwani yang diterbitkan Pro-U Media (semoga Allah azza wa jalla selalu memberikan yang terbaik untuk penulis dan penerbit buku ini, amiin). “Hmm, buku ini mungkin bisa menyelesaikan masalahku.” Gumamku dalam hati.

Setelah kubeli buku itu, langsung saja aku baca isinya. Halaman per halaman kulahap habis sambil melayani pembeli yang menghampiri stan-ku. Subhanallah, kata-kata itu terlontar begitu saja di setiap bagian yang benar-benar sedang menjadi masalah di hatiku. Di bagian dua, bab Bila Hati Gelisah, hati ini benar-benar bergetar. Istighfar demi istighfar terucap dengan helaan nafas. “Kok sama ya?” kataku dalam hati.

Hari itu merupakan hari paling bersejarah bagiku. Baru kali ini aku bisa menghabiskan satu buku dalam sehari. Subhanallah.

Aku yang pernah mencintainya tapi sulit bagiku untuk mengungkapkannya. Aku tahu mengapa sulit bagiku untuk mengungkapkannya. Aku belum siap! Bukan siap dalam sisi materi atau sisi psikis. Tapi, aku bukanlah seorang laki-laki yang baik. Aku, pada hari itu melihat matanya. Ku pandangi raut wajahnya. Ku ajak dia bercakap-cakap dan bersenda gurau. Tapi, itulah pertanda kebusukanku sebagai laki-laki. Sungguh jauh dalam relung hati, aku sangat ingin menjaga hati dan diri ini sampai di masa ketika aku benar-benar siap untuk memulai jenjang pernikahan. Tapi, aku tidak bisa. Aku tahu hal yang terbaik untuk menghindari fitnah hubungan ikhwan-akhwat adalah dengan menikah. Tapi, banyak alasan yang membuatku tidak bisa melakukannya untuk saat ini.

Dari buku tersebut, aku dapat menyimpulkan beberapa hal. Cinta itu indah, dan keindahan itu apabila dibalut dengan keimanan akan menjadi hal yang sangat nikmat. Cinta dalam Islam telah diatur sedemikian rupa. Islam tidak pernah menentang hasrat / naluri alami manusia dalam menyikapi cinta. Tapi, Islam memberi aturan untuk menjadikan penyaluran rasa cinta kita pada tempatnya dan menjadikan rasa cinta kita menjadi suatu rasa cinta yang lurus dan selalu berjalan pada jalurnya. Islam bukanlah sesuatu yang mengekang. Islam memberikan aturan terbaik yang cocok dipakai semua golongan dan semua manusia.

Galau hatiku kini telah terobati. Alhamdulillah, Allah azza wa jalla memberi jalan keluar melalui buku ini. Ketika mencintai tak bisa menikahi. Bukan tak bisa menikahi karena dia sudah di-khitbah. Tak bisa menikahi, karena memang aku belum pantas untuk menikahinya. Dia yang merupakan makhluk yang indah di mataku kini hanya bisa tertunduk jika saling bertemu. Kadang hanya tersenyum. Walaupun aku hanya pengagum dibelakang layar. Tapi, aku berharap agar dia menjadi lebih indah lagi. Dan semoga Allah azza wa jalla selalu melindunginya.

Di dalam buku “Don’t Cry” inilah aku mendapat hal-hal baru. Cara jitu membatasi diriku (dan mungkin orang lain) yang terburu-buru dalam mencintai seseorang. Walau cinta itu tidak dilarang dan tidak diharamkan. Tapi cinta akan lebih manis dan lebih indah jika sesuai dengan keimanan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More