Senin, 27 Desember 2010

Secercah Harapan Dari Cahaya Listrik Di Desa

Oleh: Febrian Wahyu Hersanto

Bulan Juli 2008, Alhamdulillah, aku akhirnya bisa menyelesaikan salah satu mata kuliah lapangan yang wajib sebagai salah satu syarat skripsi . Ya, mata kuliah itu bernama “KK “, Kemah Kerja,kemah kerja ini semacam kegiatan memetakan daerah dan membuat peta situasi daerah tersebut, tepatnya di daerah Bayat Klaten. Pada awalnya, jujur siy,aku tidak terlalu optimis dengan Kemah Kerja kali ini karena ada beberapa kendala baik dari aku pribadi, faktor alat, maupun tim. Aku kurang percaya diri siy karena aku kurang begitu mahir dalam memegang alat survey, sehingga perlu belajar lagi dan alat yang diperoleh tim kami saat itu agak “jadul” dibanding tim lain. Di kemah kerja ini, aku belajar bersama teman 1 tim yang inspiratif semua, aku bisa mengambil banyak pelajaran dari mereka.

Tepatnya sekitar akhir bulan Juli, aku dan teman-teman bisa menyelesaikan laporan kemah kerja ini dan membuat petanya. Setelah kemah kerja ini berakhir, aku sempat diskusi dengan temanku fajar. “Wah, feb, habis kemah kerja gini, paling enak proyek , itu lihat contohnya mas Ebi dan Suryanto, mereka langsung proyek di Jambi”, kata fajar sambil bersemangat. Ya, fajar merupakan teman seangkatanku di teknik geodesi UGM, beliau itu salah satu pengurus di Himpunan mahasiswa Jurusanku sehingga tahu kalo ada kakak angkatan yang ikut proyek. Mas Ebi dan Suryanto, emang kakak angkatan aku yang lumayan sering ikut survey langsung ke lapangan. Setelah aku pikir, benar juga ya bisa ikutan proyek kan bisa sekalian mengaplikasikan ilmuku juga ya, Insya Allah. Tapi pertanyaannya, kapan ya aq bisa ikut proyek??he..he..itu jadi mimpi bagiku, setelah KK ini.

Di sela-sela mengerjakan laporan di rumah temanku yang bernama burhan. Tidak sengaja , aku bertemu fajar lagi, tiba-tiba aja dia bilang ke aku “Feb, ada lowongan proyek tuh di papan pengumuman di ruang KMTG (Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi), tapi syaratnya mahasiswa yang akan mengambil skripsi”. Terlintas dalam pikiranku, wah tawaran menarik nih,tapi akung untuk mahasiswa yang mau skripsi padahal aku masih di semester 5 , ambil metopen aja belum. “Proyek apa jar? “, terus fajar nambahi sambil ngeluarin bahasa ngapaknya “jadi drafter feb, tapi dari teknik Geodesi dibutuhin 2 orang aja, yang penting bisa autocad, kayake proyek tentang perlistrikan desa deh, ya kaya kie proyeke”. Proyek yang menarik siy, menurutku tapi apa bisa ya aku ikut. Sore itu aku balik ke kos, semalaman aku pikirkan, mungkin ini petunjuk dari Allah tentang mimpi aku ya, Wallahu a’lam.

Paginya, aku bertemu dengan kawan-kawan di kampus pas di lobi, ketika itu aku sedang ngobrol dengan Dani, Aris, dan Fajar. Ternyata mereka sepakat mau mencoba, kan kemarin udah ikut KK, jadi sekalian mengaplikasikan ilmu juga siy meski teknis proyeknya belum tahu. Sejujurnya, proyek ini untuk angkatan 2005 dan 2004 siy, tapi pas waktu itu periode Juli-Agustus 2008, mereka rata-rata KKN (Kuliah Kerja Nyata) dan KP(Kerja Praktek). Jadi tinggal anak-anak angkatan 2006 aja di kampus yang agak free. Akhirnya siang hari itu, kami pergi ke tempat lowongan proyek itu yaitu di TE UGM atau Teknik Elektro UGM. Di sana, kami disambut oleh seorang mahasiswa TE UGM, yang ada di call number pengumuman itu. Danang, ya, pertama kali ketemu , dia sangat ramah dan menjelaskan teknis seleksi dan kebutuhan akan proyek itu. Danang ternyata angkatan 2006 juga, sekaligus mantan ketua tim ospek kelompoknya Aris. Kami bertemu di Lab TD (Transmisi dan Distribusi) TE UGM. “oh, ini mas-mas dari geodesi yang ingin ikut proyek ya??untuk mendukung proyek ini , kami membutuhkan 2 drafter mas yang bisa autocad terutama yang bisa gambar peta situasi yang ada konturnya dan proyek ini butuh survey ke lapangan jadi siap bolos kuliah deh, gmana mas-mas bisa?”kata danang dengan ramah. Ya, spontan saja kami berempat menjawab :” Insya Allah, bisa mas, tapi kami masih semester 5 , padahal di pengumuman tertulis mahasiswa skripsi, gmana mas??kami boleh ikut” aku timpali dengan pertanyaan itu sambil harap-harap, he..he..”Hmmm, boleh mas, g p p kok, wong aku juga lagi semester 5, ini tahun ke-2 aku ikut proyek” sahut danang. Ya, danang termasuk anak yang rajin ikut proyek kayaknya, soale semester -2 udah ikut proyek ini. “Lha mas , karena ini ada 4 orang, dan kita butuhnya 2 orang, gmana kalo kita adakan seleksi ya, ya buat sketsa aja garis kontur dengan kertas HVS ini daerah belakang FT UGM kemudian digambar di autocad, ntar hasilnya dikumpulkan ke aku ya, minggu depan ya”. Setelah itu, kami berempat menyanggupinya, langsung ambil kertas, dan menggambar sketsa kontur. Ya, dari keempat orang , kadang aku merasa gambar aku bakalan kurang deh, tapi ganbatte dan nothing to lose aja, dicoba dulu, Alhamdulillah, sketsa kontur selesai aku buat dan kemudian kami berempat pulang ke kos masing-masing.

2 hari kemudian, ada berita mengejutkan dari Dani. “Maaf, feb, kayake aku g jadi ikut proyek, soale dalam proyek itu bolos kuliah juga siy dan aku ada amanah lain, jadi belum bisa ikut” kata dani begitu. Dani memutuskan mundur, akhirnya tinggal kami bertiga, aku, fajar, dan aris. Pada hari yang ditentukan, akhirnya kami bertemu lagi dengan danang, di lab TD lagi. Ada hal yang istimewa pada saat itu ya, kami juga betemu pimpro (pimpinan proyek) ini bapak Dr. Suharyanto yang juga merupakan PPJ kemahasiswaan TE UGM. Di sana, kami disambut danang dan kami dipersilakan duduk. “ Teman-teman , maaf niy nunggu pak Suharyanto dulu ya untuk hasil seleksinya dan teknis proyek secara khusus kepada kalian” tambah danang. Hampir selama 30 menit kami menunggu di meja tamu Lab TD, karena pak Hari (panggilan akrab pak Suharyanto) sedang rapat di Jurusan. Beberapa saat kemudian , tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu Lab dan ternyata muncul Pimpro kami, ternyata beliau masih muda, Dosen Muda TE UGM. Setelah duduk, Pak Suharyanto memperkenalkan diri dan mengajak kami berkenalan. Kemudian kami bertiga menyerahkan hasil sketsa kontur dan peta kontur hasil autocad. “Cukup bagus mas, hasilnya, tapi kami hanya butuh dua orang, gmana??” kata Pak hari begitu. Akan tetapi, setelah kami bertiga berdiskusi, karena ini proyek pertama dan harus share waktu dengan kuliah dan organisasi, kami memutuskan untuk membuat tim aja . “Maaf, pak, karena pertimbangan waktu dan akademik, gmana kalo kami jadi satu tim aja dengan formasi 4 orang??”, permintaan aku begitu. “Oh g p p mas, tapi ntar fee-nya dibagi berempat lho, he..he., gmana”, tambah pak Hari, sambil agak ketawa. “Oh, g p p, pak, wong kami juga ikut proyek ini untuk nambah pengalaman pak, he..he..” tambah Aris. Akhirnya suasana yang awalnya serius jadi santai dan penuh canda, “Ya, deal mas, tapi tim anda harus ada koordinatornya siapa mas?” kata pak Hari. Fajar langsung menimpali “Febrian aja , pak”. Ya, akhirnya aku terima deh, pengalaman pertama jadi coordinator proyek meski baru planning project. Alhamdulillah, kami bertiga keluar dari lab TD dengan hari gembira karena akhirnya berhasil dapat proyek. Tetapi kami masih berpikir siapa anggota ke-4 dari tim ini, setelah diskusi, akhirnya aku menyebut nama Anung, dan teman-teman setuju juga, spontan aku sms dia, dan Alhamdulillah siy Anung, mau bergabung jadi 1 tim proyek.

Proyek Lisdes ini adalah Program yang sangat positif dari Pemerintah karena awalnya aku berpikir pendanaan ini awalnya dari PLN semua ternyata untuk pengembangan Listrik Desa khususnya di DIY (lokasi proyek aku) ditangani oleh Disperindagkop unit pertambangan dan energy dan Dinas PU provinsi DIY.

Bagiku, proyek ini kenapa aku anggap besar karena melalui proyek lisdes ini, aku bisa melihat dan merasakan secara langsung bagaimana keadaan masyarakat desa yang belum terlistriki (saat itu aku dan tim survey secara langsung). Suatu saat di suatu desa di daerah Kulon progo, aku melihat beberapa rumah yang benar-benar belum terlistriki ditambah lagi akses jalan ke situ belum ada penerangan, jadi mereka bisa beraktivitas hanya pada pagi-sore hari aja. Saya jadi ingat ungkapan mas salim dalam bukunya dalam dekapan ukhuwah bahwa hendaknya kita peka terhadap apa yang dialami orang lain di sekitar kita, mencoba memahami mereka dan membantu mereka.

Proyek ini berjalan dari Agustus 2008 – Desember 2009. Aku dan teman-teman mendapat banyak pengalaman terutama saat bisa berinteraksi dengan masyarakat desa yang belum terlistriki. Aku masih ingat ketika di suatu dusun di Gunung kidul, aku melihat ada kabel-kabel dari tiang2 listrik yang terbuat dari kayu. Miris sekali karena , kalo tiang listrik dari kayu mesti berbahaya bisa timbul kebakaran, dan kadang kabel tiang listrik kayu itu dipasang sampai melewati bukit menghubungkan 2 desa, agak parah emang. Warga desa yang kami survey ketika mereka bertemu dengan tim kami, mereka sangat welcome dan berharap sekali desa mereka bisa dilistriki. Aku senantiasa ingat ketika ada seorang nenek tua yang sedang menggendong dagangannya berkata “Mas, mau masang togor (tiang) listrik ya, semoga bisa segera dipasang nggih, soale biar kalo malem bisa terang desa ini dan anak-anak bisa belajar di malam hari karena biasanya anak-anak pakai lampu petromax dan sentir”. Prihatin juga dengan keadaan tersebut, aku jadi ingat ibu aku dulu di tahun 1980 saat SMA, beliau baru bisa menikmati listrik di desa di kabupaten purworejo, sebelumnya ibu dan saudaranya memakai lampu petromax dan sentir kalo pas malam hari. Dan di zaman tahun 2000nan ini, masih juga terdapat desa yang belum terlistriki padahal katanya zaman udah maju, sebuah ironi untuk bangsa ini, meski sekarang udah terdapat solusi dari pemerintah.

Sejak periode Lisdes DIY periode 2008-2009 , hampir 20 desa sudah aku survey bersama tim dari geodesi dan elektro untuk desainnya. Aku jadi mengerti bahwa, pemerintah melalui departemennya dan PLN telah bekerja positif untuk memenuhi target elektrifikasi listrik desa tahun 2010 yang pernah dicanangkan bapak R. Harjoko, saat ekspose proyek tahun 2009. Salah satu yang pernah aku ingat dari teman aku, danang, bahwa proyek lisdes ini merupakan tanggung jawab kita kepada masyarakat. Jika proyek ini berhasil memasang tiang listrik di desa tersebut, masyarakat pun bisa melakukan aktivitas secara optimal baik dari segi pendidikan maupun pekerjaan. Banyak sekali potensi usaha yang bisa dikembangkan masyarakat desa khususnya DIY jika listrik terpasang di desa mereka. Secara otomatis, listrik desa bisa menggerakkan perekonomian desa dan mensejahterakan rakyat. Di samping itu, adik-adik yang masih sekolah bisa belajar di malam hari dan meningkatkan prestasi mereka. Secara otomatis gap kualitas sekolah di desa dan kota akan berkurang secara signifikan jika akses listrik ada. Aku selalu bersyukur pernah ikut proyek ini karena meskipun skalanya tidak terlalu besar, tapi aku bisa merasakan kebahagiaan di sini, karena saya juga mengingat sebuah hadits Nabi Rasulullah SAW : “Setiap Kebaikan adalah sedekah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Aku berharap semua yang dilakukan tim Lisdes bisa mendapat pahala dari Allah. Semoga Listrik desa bisa terwujud 100% di masa yang akan datang, Insya Allah,amin.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More