Selasa, 28 Desember 2010

Kebenaran di Setiap Nafas

Oleh : Ramadyangga Wahyu Ardhi

“Kebenaran, al-Haq itu harus disampaikan walau sakit rasanya!” kata-kata itulah yang menjadi prinsipku dalam memberikan peran demi kebangkitan dan kemajuan Dinul Haq ini, Islam rahmatan lil alamin. Al-Haq min Al-Qur’an wa As-Sunnah suatu pedoman yang harus menjadi pegangan hidup seluruh umat manusia. Tidak hanya untuk umat muslim saja. Karena Islam itu rahmat bagi semesta alam yang membawa peradaban manusia ke jalan yang benar dan penuh dengan keridhaan-Nya. Dalam membawa al-haq ini pun ada metode yang harus ditempuh. Bukan metode asal-asalan yang malah menjerumuskan kita dalam kandang musuh dan sumur kehinaan. Tapi metode pergerakan yang membawa kita kepada ridha-Nya dan jannah-Nya.

Hal utama yang membuat aku mengalami perubahan spektakuler dalam hidupku dikarenakan satu buku yang aku baca yang membuatku yang notabene orang awam menjadi sorang yang loyal untuk menyebarkan ajaran agama yang haq demi kebenaran hakiki yang dibawa oleh Rosulullah saw. Ma’alim Fii ath-Thoriq karya seorang pemikir Islam, Asy-Syahid (insyaAllah) Sayyid Quthb, terbitan penerbit Uswah (semoga Allah selalu menjaga dan menjadikan penerbit ini menjadi penerbit yang menyebarkan kebenaran dimanapun dan kapanpun). Beliau merupakan pejuang Islam yang berjuang dengan jalan mendakwahkan penyembahan hanya pada satu Tuhan, yaitu Allah swt dan menjauhkan diri kepada thagut-semua hal yang melampaui batas. Apa yang dimaksud melampaui batas? Mengakui adanya hal lain yang sanggup memberikan manfaat atau mudharat selain Allah swt merupakan bentuk kedekatan kita kepada taghut.

Sayyid Quthb muda merupakan seorang sastrawan dan juga seorang kritikus sastra paling genius di zamannya. Dari seorang sastrawan yang tidak pernah memikirkan hal lain selain dunia sastra menjadi seorang yang berjiwa besar dan memperjuangkan Islam dengan setiap pemikiran yang ia tuliskan dan ia paparkan dalam setiap karangan, karya dan buku-bukunya. Hingga pada akhirnya Allah mensyahidkan beliau dengan perantara tiang gantungan dari pemerintahan Mesir yang dholim. Kalimat thayyibah adalah kalimat terakhir yang merupakan ucapan terakhir beliau yang menjadi kunci surga bagi dirinya.

Ramadyangga Wahyu Ardhi seorang remaja berusia 19 tahun. Ia mulai mengubah jalur hidupnya yang sebelumnya merupakan seorang remaja biasa menjadi luar biasa. Kenapa luar biasa? Karena hidupnya semata-mata untuk memperjuangkan agama yang mulia ini. Islam, rahmatan lil alamin. Kebenaran bukan dari manusia atau dari apa-apa yang manusia keluarkan dari pemikiran manusia untuk mengatur kehidupannya. Tapi, kebenaran adalah apa yang telah Allah swt – Sang Pencipta Yang Satu tetapkan dan telah menjadi pedoman bagi umat manusia dan apa-apa yang Rosulullah saw ajarkan kepada umatnya yang ketika kita ikuti akan menjadi syafaat bagi diri kita.

Hal yang benar-benar luar biasa ketika membaca buku itu. Sosok pejuang syariat Islam begitu tergambar dan dapat membawa pembacanya ke dalam keadaan dimana kekejaman pemerintah Mesir saat itu benar-benar terjadi. Subhanallah itu kata-kata yang langsung terlontar dari mulutku. Setelah mengetahui bagaimana sepak terjang para penegak syariat Islam di Mesir pada jaman itu yang selalu dibayang-bayangi terror dan fitnah dari musuh-musuh Allah, yahudi laknatullah. Asy-syahid (insyaAllah) Sayyid Quthb, berjuang melawan segala bentuk ancaman dan fitnah. Walau semua siksa ia terima hingga daya tahan tubuhnya menjadi lemah dan sering sakit-sakitan.

“Telunjuk yang senantiasa mempersaksikan keesaan Allah dalam setiap shalat, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukan atau menyerah kepada rezim thawaghit…” kata-kata penolakan penundukan Sayyid Quthb kepada rezim thagut Mesir yang mengantarkannya kepada tiang gantungan. Tidak akan pernah ia menundukkan diri kepada makhluk-Nya. Tidak akan pernah ia menjual LAA ILAAHA ILLALLAH demi sesuap nasi. Tidak akan pernah ia menjual iman demi sebuah kenyamanan hidup. Justru sebaliknya, ia mati dan mengorbankan diri demi meninggikan LAA ILAAHA ILLALLAH.

Subhanallah, hanya kata-kata itulah yang bisa aku ucapkan melihat kegigihan hati seorang pejuang penegak syariat Islam. Mungkin diri ini bukanlah orang yang bisa menentang kezaliman seperti beliau. Mungkin diri ini bukanlah insan yang dapat bertahan menahan siksa. Tapi, diri ini mempunyai keimanan yang akan senantiasa mendampingi untuk setiap gerak perjuangan tiada henti yang akan memberi semangat dalam setiap gerak langkah perjuangan.

Kebenaran harus disampaikan di setiap nafas kehidupan. Firman-firman Allah swt harus disampaikan walau satu ayat. Sunnah-sunnah Rosul saw harus ditegakkan. Syariat mulia, syariat Islam harus ditegakkan. Demi meraih mardhotillah. Demi meninggikan kalimat thoyyibah. Demi meninggikan kalimat LAA ILLAHA ILLALLAH. Walau para musuh-musuh Islam membencinya. Walau para kawan-kawan iblis membencinya. Ramadyangga Wahyu Ardhi akan tetap meneguhkan hati, berdiri tegak di jalan yang mulia. Jalan perjuangan untuk membela agama yang mulia, Islam rahmatan lil alamin.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More