This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 13 Januari 2011

Catatan di Atas Dipan

Oleh: Ainun Nahaar

Ahad, 10 Februari 2008
Banyak yang terjadi dalam hidup ini. Tanpa bisa aku mengerti. Perlahan aku membuka mata. Cahaya ratusan watt itu serupa surya yang sangat perkasa. Aku hampir tak sanggup menatapnya. Dimana aku sekarang? Argh, sakit. Badanku. Kakiku. Tanganku. Kepalaku…

Ada yang mengganjal di hidungku. Selang. Kulihat ke atas. Juga selang. Menjuntai mengalirkan tetes demi tetes cairannya lewat tangan kananku. Rumah sakit? Aku di UGD?
“Dek… Kamu nggak apa-apa?”
“Mbak Mif? Sakit, Mbak…” Aku memandang wajah teduh ini. Harusnya aku tidak di sini. Yang aku ingat, aku bareng Mbak Miftah pulang dari Kajian Lintas Rayon. Naik motor. Aku yang di depan. Lewat Perempatan Badran. Sedikit jalan ke utara, persis di bawah jembatan kereta apinya. Motor yang kami naiki dihantam keras dari belakang. Aku tak bisa ambil kendali. Di depan aspal jalan berlubang sekitar setengah meter dalamnya. Kata Mbak Miftah, kami jatuh di sana. Seterusnya aku nggak ingat apa-apa.

Aku ditinggal sendirian. Keluargaku nggak ada yang datang. Teman-teman yang menjengukku juga sudah pulang. Tapi aku ditinggali buku, biar nggak bosen katanya. Zero to Hero - Solikhin Abu Izzudin. Aku pernah baca. Tapi apa salahnya.

Aku baru mau menyentuhnya. Dua perawat menarik gorden, minta ijin masuk. Putra semua.
“Maaf ya Dek, lengan bajumu sedikit saya buka.” silahkan, toh dari tadi aku masih belum berdaya.
“Tahan ya, agak ngilu…” belum sempat aku meng-iya-kan. Jarum itu sudah tertancap di selang tangan kanan. Ya Allah, ngilu bukan kepalang. 

Masih obat injeksi. Jangankan minum obat tablet. Aku saja masih muntah nggak berhenti-berhenti. Kata dokter spesialis bedah syaraf, hasil CT Scan kepalaku… Ah, apa tadi? Nggak tahu lah. Pokoknya ada yang nggak beres, bikin pusing nggak karuan. Pipiku mirip Chibi Maruko Chan. Hasil rontgen menunjukkan 2 rusuk kananku retak. Pinggangku juga, rasanya luar biasa.

Sakit. Mataku menerawang ke langit-langit. Menyakitkan, aku sendirian. Waktu aku harus melewati saat terberat. 

Bapak? Dimana orang yang harusnya jadi tempat bergantung anggota keluarganya? Bisa tidurkah di rumah? Semantara anaknya di sini terbaring lemah?
Adek? Apa yang sedang dia lakukan? Apa jarak 60km ke timur kota nggak bisa disempitkan?
Mbah Kakung, Mbah Uti, Pakdhe, Paklik, Bulik, sepupu-sepupu, terlalu sibukkah kalian semua?
Juga teman-teman. Kalian yang sudah melihat kondisiku. Tapi kenapa nggak ada satu pun yang menemaniku?

Mataku sembab. Tapi tak mampu terisak. Cuma butir bening itu yang terus bicara. Perlahan mengalir. Sampai aku terlelap. Air mata itu belum terusap.

Senin, 11 Februari 2008
Mentari pagi menyapaku dari balik jendela. Hangat sekali sinarnya.

Ruanganku sepi. Dari empat bed cuma dua yang terisi. Karena memang bukan bangsal perawatan. Inter Mediate Care, masih satu atap dengan Instalasi Rawat Darurat. Selain aku, cuma ada satu pasien lagi. Aku belum bisa kemana-mana. Jadi aku juga belum tahu namanya. Sambil tiduran, aku baca Zero to Hero lembar demi lembar. Walaupun aku harus menahan mual. Ini bukan pertama kali aku membacanya, tapi banyak hal kutemui yang sepertinya tidak kutemukan dulu, nggak tahu kenapa.

Baru beberapa lembar yang aku buka. Sampai kalimat ini aku berhenti.
Bila orang pesimis berkata, “Masalah ini mungkin diselesaikan, tapi sulit”, maka optimislah dan katakan, “Masalah ini sulit, tapi mungkin.”

Bagiku ini sulit. Tapi apa ini namanya aku pesimis? Nggak! Aku masih nggak terima. Ini sulit. Aku cuma sendiri di sini. Padahal aku belum bisa mandiri. Jangankan ngurus administrasi. Minum? Harus bantu disendoki. Makan? Harus disuapi, itupun banyak yang termuntahkan lagi. Sholat? Harus di-tayamumi. Buang air? Terpaksa di pispot. Minta tolong? Pasti. Persis bayi!

Aku makin nggak terima di halaman-halaman berikutnya. Zaid bin Tsabit? Abu Hurairah? Anas bin Malik? Jelas aja mereka bisa! Rasulullah sendiri yang membimbingnya. Imam Nawawi? Imam Syafi’i? Imam Ghazali? Arghhh!

Menjelang dhuha sarapanku datang. Aku terlanjur nggak nafsu. Lagipula, gimana aku mau makan? Badanku aja masih sakit miring ke kiri-kanan. Ibu pasien di seberangku mendekat, mungkin merasa kasihan.
“Sudah makan, Nduk?”, aku menggeleng.
“Ibu suapin ya?”, aku mengangguk. Aku dibantu duduk.
Ibu ini banyak bertanya. Aku jawab seperlunya. Ibu ini mengajakku bercerita. Kalau aja ibu masih ada. Aku nggak akan sendiri macam ini jadinya. Mendadak kepalaku berat. Pusing. Dan hueekk. Aku muntah.
“Kamu baik-baik aja, Nduk?”, ibu ini yang membersihkan muntahanku. Aku sudah nggak punya baju.
“Nggak apa-apa. Nanti kalau ada yang ke sini kan pasti dibawakan ganti”. Ya, semoga ada, batinku.
“Ibu tinggal ya, sebentar lagi kunjungan dokter”, ibu ini segera meninggalkanku.
“Bu………”, panggilku lirih.
“Bu Siti Aidah. Kalau ada apa-apa panggil ibu aja ya…”
“Terima kasih…”
Ibu ini kembali. Mengusap jilbabku. “Iya, sama-sama. Istirahat. Biar kalau diperiksa dokter kondisimu lebih enak. Ya, Nak?”
Ah, masih ada yang peduli padaku ternyata…

Matahari mulai merangkak ke barat. Biasanya aku menghabiskan waktuku di TPA. Aku rindu mereka. Rindu riuh rendah hafalannya. Rindu senyum dalam bingkai jilbab mungil mereka. Rindu gelayutan manjanya. Rindu cerita-ceritanya. Aku rindu santri-santriku.

Menjelang malam senior remaja masjidku datang. Sepasang suami istri. Aku dibawakan baju ganti. Aku nggak punya baju ini, pasti punya Mbak Novi. Tadi beberapa teman membawakan rambutan. Ada juga yang membawakan buah sekeranjang.

Ruanganku mulai sepi. Seorang perawat senior mendekati kami. Lagi-lagi soal administrasi.
“Askeskin itu hanya bisa digunakan kalau diurus maksimal 3x24jam”, tegas beliau.
Mbak Novi yang pergi. Mengambil dan mengisi formulir apa, aku nggak begitu ngerti.
“Syarat lainnya banyak Dek, surat ini, surat itu, legalisir ini, fotocopy itu. Numpuk di sana. Besok ada yang bisa menyelesaikan?”
“Nggak tahu, Mbak...”
“Mas Rachmat dan Mbak Miftah?”
“Mungkin. Apa salahnya sih Mbak, pake askeskin? Dosa ya? Sudah tahu orang nggak punya, kondisi juga baru serba susah, kenapa sih nggak dipermudah?”
“Sabar…”. Sabar. Sabar. Sabar. Selalu itu yang aku dengar.

Selasa, 12 Februari 2008
Nafas Mbak Miftah masih terengah. Kelihatannya sangat lelah. Di luar pasti sangat panas.
“Mbak Mif dari mana? Kok baru ke sini sekarang?”
Wanita tiga tahun di atasku ini tersenyum. “Maaf Dek, Mbak baru aja pulang dari Balaikota. Legalisir Askeskin-mu.”
Luar biasa! Mbak Mif masih tersenyum di sela lelahnya. Tak kusangka sampai sedalam itu pedulinya. “Udah selesai?”
“Belum, masih harus ke Dinsos, masih ngurus di rumah sakit juga. Oh ya, SKTM dari RT/RW. Mbak bisa ketemu siapa?”

Ya Robb, betapa susahnya… Berat sekali rasanya…
Malam ini aku masih sendirian. Mataku masih belum mau terpejam. Lirik kiri, lirik kanan. Cuma Zero to Hero tadi satu-satunya yang bisa kujadikan teman. Aku kembali menikmatinya sebagai santap malam. Mulai halaman 57 aku terpaku.

Milikilah Kesabaran
Sabar bila dijalani sebagaimana mestinya akan mampu mengubah musibah menjadi karunia, tantangan menjadi peluang, hambatan menjadi kesempatan, keterbatasan menjadi anugerah.
Kesabaran menjadikan seseorang mampu bertahan.

Ya Robb, apa ini yang membuat aku merasa tidak kuat? Sepertinya semua ini berat? Aku tidak sabar. Atau mungkin sabar. Tapi tidak di jalan yang benar.

Milikilah Ketabahan
Selain kesabaran diperlukan juga ketabahan. Ya, ketabahan, yakni kemampuan bangkit kembali untuk kesekian kalinya setelah terjatuh. Dalam benturan antara air sungai dan batu, air sungai senantiasa menang bukan dengan kekuatan tapi ketabahan.

Ya Robb, aku kurang tabah. Aku belum mensyukuri nikmat-Mu yang berlimpah...

Menarik Hikmah, Jangan Menyerah
Ya Robb, ampuni aku… Jadikan aku hamba yang mampu membaca hikmah, saat Kun-Mu hadir menjawab do’a-do’aku…

Rabu, 13 Februari 2008
Malam ini ruanganku mendadak ramai sekali. Banyak yang masuk IRD hari ini. Kata perawat, sebelum dipindah ke bangsal, diobservasi sehari dulu di sini. Kok aku nggak dipindah ya?

Tadi sore Mas Fano, Mbak Nisa sama Mbak Peni datang ke sini. Mas Fano itu tetanggaku, Mbak Nisa kakak kelasku dulu, kalau Mbak Peni kenalan baru. Mereka tanya lepas SMP pingin lanjut kemana.
“Ke sekolah kita aja! Kita jadiin ketua bidang di SKI deh!”

Ya. Tinggal 2 bulan UAN datang. Waktunya merancang masa depan. Biarpun dalam kondisiku sekarang. Seperti tulisan Pak Solikhin yang aku baca tadi siang…

Kadang kita takut punya cita-cita, karena takut untuk mencapainya. Padahal cita-cita merupakan energy yang akan menggerakkan jiwa, menggerakkan pikiran untuk kreatif, menggerakkan badan untuk aktif, menggerakkan seluruh tubuh untuk mencapai tujuan.

Ya. Aku sudah punya pilihan. Aku sudah punya cita-cita. Ya Robb, jika Kau ijinkan… Ridhoi cita-citaku, untuk berkarya di bidang kesehatan. Untuk menjadi amalan terbaikku di dunia yang mengantarkanku menuju surga…

Kamis, 14 Februari 2008
Dingin menggigil. Bumi mulai basah. Setelah tetesannya lebih dulu menari di ranting dan dedaunan. Pagi-pagi benar sudah menyanyikan tik tik tik bunyi hujan. Jarum jam baru menunjuk angka 6.

Infusku terpaksa dilepas, tangan kananku bengkak. Nggak apa-apa, aku mulai bisa bebas bergerak. Aku turun dari ranjang. Menyapa orang-orang yang seruangan denganku. Semuanya pasien baru. Sapaan berbalas senyuman. Kenapa nggak dari kemarin aku lakukan? Kan aku nggak bakal kesepian…

Mulai jalan ke luar pelan-pelan. Meraih apapun yang bisa aku jadikan pegangan. Meniti koridor ke arah selatan. 

Wanita setengah baya itu bersandar di kursi. Masih memakai mukena, mungkin sejak subuh tadi. Apa sama kesepian seperti aku?

“Nyuwun sewu Bu, kula lenggah mriki nggih?”
“Mangga, Mbak…”
“Sinten sing sakit, Bu?”
“Putra Mbak, kengeng alangan. Mangkih jam wolu kedah dioperasi. Menawi balung suku tengen taksih saged ditata nggih ditata. Menawi mboten nggih kedah amputasi.”
“Innalillaah…”, pekikku pelan. Jelas sakit yang ibu ini rasakan. Apalagi putranya kalau harus benar-benar kehilangan kaki kanan. Aku jadi ingat bukuku lagi, kalau nggak salah di bagian delapan.
(“Maaf Bu, saya boleh duduk disini?”
“Silahkan, Mbak…”
“Siapa yang sakit, Bu?”
“Anak saya Mbak, kecelakaan. Nanti jam delapan harus dioperasi. Kalau tulang kaki kanan masih bisa ditata ya ditata. Kalau nggak ya harus amputasi.”)
Allahlah pemilik segala kekuatan, “Laa haula walaa quwwata illaa billah… tiada daya dan kekuatan selain dari Allah.”

Tiba-tiba aku rindu memakai mukena. Aku rindu tetesan air wudhu yang lima hari ini tergantikan oleh debu. Kupenuhi rinduku segera. Dhuha.

Jum’at, 15 Februari 2008
Ba’da sholat Jum’at. Baru saja selesai makan siang, sekarang udah makan sendiri. Bed depanku sudah kosong, tadi pagi pulang. Tapi ada pasien lagi. Anak laki-laki diantar perawat pakai kursi roda. Aku pandangi bocah ini. Dekati!

Masya Allah, panas luar biasa waktu aku pertama menyentuh tubuhnya! Dia cuma sama pamannya. Jauh-jauh menempuh jarak Tegal-Jogja. Dia juga sama seperti aku, piatu. Juga sama, pasien Askeskin. Pamannya masih pontang-panting ngurus administrasi dan cari tranfusi.

Yang aku rasakan kemarin sama sekali nggak enak. Juga yang sekarang aku lihat. Ya Allah, aku ingin bisa berbuat lebih banyak. Dengan jadi dokter atau bahkan pemilik rumah sakit, jika Kau ijinkan kelak. Dan semua berawal dari niat!

Niat sungguh membuat pemiliknya besar. Pikiran kita lebih lebar. Menjadikan setiap langkahnya tegar.

Ya Robb, jadikan aku besar dengan niat yang benar… Karena-Mu dan untuk-Mu…

Sabtu, 16 Februari 2008
“Hari ini kamu boleh pulang. Saya buatkan surat pengantar, besok Kamis kontrol sama saya di Poli Bedah Syaraf ya”, wajah teduh berwibawa itu tersenyum padaku.
“Benar, Dok?”, wajahku berbinar.
“Belajarlah yang rajin. Banyak yang menunggu dokter pilihan sepertimu. Yang mau mendengar, yang taat dan nggak cengeng…”
“E… Dokter tahu dari mana?”
“Tidak sengaja dengar. Tiga hari yang lalu waktu kunjungan sore di bed sebelah. Segera lulus dengan nilai terbaik. Masuk sekolah yang kamu inginkan. 3 tahun lagi saya tunggu di Fakultas kedokteran.”
“Baiklah Dok, do’akan…”, batinku penuh harapan.

Administrasinya gimana? Ternyata bisa diselesaikan besok atau lusa. Daripada aku di sini juga nambah-nambahin biaya. Cukup ninggal identitas kepala keluarga. Itupun bukan aku sendiri yang menyelesaikan semua.

6 hari aku di sini. Belajar mengeja apa yang sudah Allah beri. Banyak nikmat yang harus kusyukuri. Bukan keterbatasan yang harus kuungkit tiada henti. Itu hanya membelenggu diri. Tapi bagaimana menata potensi. Lalu berlari ke puncak prestasi, meraih surga Ilahi…!!!

Kemampuan kita terbatas? Itu bukan masalah! Sebab bila di tengah keterbatasan itu kita mampu mendahsyatkan diri untuk meraih prestasi tinggi, itulah kepahlawanan sejati. Zero to Hero!
(Solikhin Abu Izzudin)

Jum’at, 3 Desember 2010
Hari ini, aku masih terus berlari. Meski tertatih. Berteman bayangan akan harapan, walau terjatuh dengan realitas yang mengerikan. Terjerembab dalam keadaan diri yang sejati, lalu tergugah lagi dengan mimpi-mimpi. Demi surga yang hakiki. The Director of International Medical Center. Ditemani derasnya air hujan, do’akan aku, Kawan… Ini saat mustajabah kan?

Sepenggal kenangan di IMC B-7 dua tahun lalu,

Katakanlah "Aku Bangga Menjadi Muslim"

Oleh: Ilhamka Fauzi

Yogyakarta memang tidak bisa lepas dari julukan kota pelajar dan budaya, disinilah banyak terlahir tokoh-tokoh Nasional, tapi lebih dari itu, bagi saya yogyakarta adalah tempat pergerakan dan perjuangan, Mengapa demikian? Karena disinilah saya mulai mengenal dengan berbagai macam,warna,bentuk wadah pergerakan, bukan sembarang bergerak melainkan bergerak karena Allah SWT untuk meraih ridha-Nya. Dan dari pergerakan itu mengupayakan perjuangan, untuk tegaknya Syariat Allah dimuka bumi ini,,Subhanallah.

Meski baru 2 tahunan tinggal dikota ini, namun atmosfer perjuangan dan pergerakan begitu menusuk hati, sehingga mendorong diri ini untuk ikut andil dalam medan yang mulia ini, sekecil apapun perannya.

Diri ini adalah Mahasiswa Ekonomi Islam, Konsentrasi Keuangan dan PerbankanSyari’ah dari
Kampus cilik Universitas Hamfara (Hadza min fadhal Rabbi/Inilah Karunia dariRabb-ku), meski cilik tapi Insyaallah memiliki jiwa, ghirah dan kemauan belajar yang gedhe, sekaligus Tholibun dari Ma’had Dirasah Islamiyah wa Lughatul Arabiyah (MADIA) yang berada di Karangkajen serta pekerja serabutan plusnyambi sana-sini menjual dagangan orang lain:).

Dikota ini saya menemukan Masjid yang memiliki beragam aktivitas Syurga, Masjid itu adalah Masjid Jogokaryan, saya sering mengikuti event-event didalamnya, baik itu kajian rutin setiap malam selasa ataupun kajian ‘dadakan’ lainnya, dari kajian-kajian itulah dapat membuka cakrawala hati dan pemikiran akan Indahnya Islam.

Disebrang jalan Masjid ini, terdapat maktab/kantor sebuah penerbit buku, setiap kali melewatinya saya selalu memimipikan bahwa “suatu saat nanti tulisan saya akan diterbitkan oleh penerbit buku itu..Amin^_^”, penerbit buku itu adalah Pro-U Media, saya beranggapan bahwa penerbit ini bukan sembarang penerbit, berdirinyapun bukan sekedar untuk mendapatkan materi semata, melainkan untukDakwah Islamiyah, dimana buku yang diterbitkanpun selalu buku-buku yang menggugah dan menginspirasi serta mencerahkan dan mencerdaskan umat.

Buku pertama yang saya miliki dari penerbit Pro-U Media adalah ‘Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim’ karya Abang Ustadz Salim A. Fillah, lalu diikuti buku-buku yang lain seperti ‘Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan’, ‘Prophetic Learning’ Karya Pak Dwi Budiyanto, ‘Musuh Cita-cita’ Karya Ustadz Irfan S. Awwas, dan sebagainya.

Ketika itu saya belum lama berada diyogya, pengetahuanpun masih minim (meskipun sekarang juga masih), namun dengan membaca buku ini memberikan informasi dan motivasi yang dahsyat, sehingga menggugah diri untuk jangan ragu sedikitpun dengan Islam dan Syariat-Nya, karena itulah yang terbaik bagi manusia, bersumber dari Allah yang Maha Baik (Al-Barri) dan didalamnya yang ada hanyalah kebaikan dan kebaikan, sebagaimana  Islam, adalah Rahmatan lil’alamin (Rahmat bagi semesta alam). Dan memang miftahus surur/kunci kebahagiaan hidup (seperti kitabnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah) berada pada pengamalan Islam, kita akan bahagia jika kita mau mengamalkan Islam, tidak bahagia jika tidak mau mengamalkannya, jadi Islam itu bukan sekedar hanya teori saja atau omdo (omong doang) saja. Alangkah Indahnya negeri ini jika mau mengamalkan Islam, Janji Allah SWT, akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi. Kami Rindu itu Ya Allah.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Dan Jika sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (Ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS. Al-A'raaf : 96).

Pagi itu begitu cerah, kicau burung dengan merdunya, langit dengan pesonanya, manusia dengan beragam aktivitasnya, semuanya berdzikir kepada Allah SWT, malu rasanya jika tidak bersyukur. Hari inipun adalah UAS hari terakhir disemester 3, disamping sedang belajar mata kuliah sayapun sedang menyelesaikan membaca buku ‘Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim’ karya Abang Ustadz Salim A. Fillah, karena jika penat sedang menghampiri ketika belajar mata kuliah, maka sayapun mengalihkan pada bacaan yang lain, sehingga dengan begitu bisa merefresh otak, apalagi jika bacaannya memotivasi, seperti buku yang satu ini. Karena hari ini UAS terakhir, berarti malam ini akan pulang kampung bersama rombongan teman-teman yang pulang ke Jabodetabek,,Asyik,,untuk menghemat isi dompet kitapun berencana untuk naik kereta ekonomi, bukan berarti tidak mampu untuk naik bis tapi dalam rangka menghemat, dengan begitu sisa uangnya bisa dimanfaatkan dan dialihkan untuk membeli oleh-oleh, sekaligus juga dalam rangka merakyat bersama Umat. Nama keretanya gaya baru malam selatan, kurang tahu kenapa namanya panjang begitu, tapi katanya karena keretanya lewat jalur selatan, kereta ini begitu murah, masa dari Yogyakarta sampai Jakarta hanya 26ribu, disamping naik bis bisa berkisar 110ribu, memang sering padat dengan penumpangnya, tapi kalau ada rezeki pasti kita semua akan dapat tempat duduk, tak peduli dengan kecelakaan kereta yang sering terjadi, yang pentingBismillah saja, sementara kematian, kita semua tidak bisa menghindar darinya, kalau memang sudah jadwalnya, tidak ada yang bisa menolak, tapi harusnya pemerintah juga memperhatikan keamanan dan kenyamanan penumpang, karena ini menyangkut keselamatan rakyat banyak, rasanya percuma saja ada pemerintah jika tidak melayani rakyatnya. Kami  berangkat malam nanti pukul 9, sampai jakarta sekitar pukul 8 pagi, dari stasiun lempuyangan tujuan stasiun senen, tidak semua turun disenen melainkan teman-teman yang lain turun duluan. Sejak pagi itu selalu terbayang-bayang wajah Keluarga dirumah, Ummi, Bapak dan 2 adikku yang masih SD, aku rindu kalian, kalianlah motivasi terbesar dalam hidupku, ingin rasanya segera berjumpa dengan kalian, yang berada di Tangerang-Banten.

Sesampainya dikampus, tentu yang pertama dibahas bersama teman-teman adalah terkait mata kuliah yang akan di ujikan, bukan kepulangan ke kampung halamannnya masing-masing, UAS hari ini adalah Perdagangan Internasional, tidak terlalu sulit, karena memang kebanyakan materinya terkait dengan proses dan praktik perdagangan antar negara, berbeda jika dengan mata kuliah yang banyak bertemu dengan angka alias menghitung dan memaparkan proses sirkulasi dana diperbankan Syari’ah, biasanya diantara kita banyak yang terserang penyakit mumetisme (maksudnya pararusing/lieur/pusing, karena bertemu dengan uang Imajinasi yang jumlahnya besar, bahkan bisa sampai milyaran,,hehe). Disela diskusi tentang mata kuliah, kitapun saling berbincang akan keberangkatan malam nanti.
Am, jadikan kita pulang malam ini? Siapa saja yang bareng baliknya?” tanya Hamzah, salah satu rekan sekampus dan sekelas.
Ya, jadi dong akh, sudah kangen nih ama yang di rumah, kayanya kita berenam doang deh, ane, ente, Ahmad,Kamal,Heri ama Arman” jawabku.
ooh, siapa nih yang koordinir buat beli oleh-oleh” nanyanya lagi.
kita aja yuk, ente bisakan? nanti belinya dipasar, biar bisa dapat banyak oleh-oleh, kalo beli ditoko oleh-oleh, nanti dapetnya malah sedikit lagi”
“Ok deh kalo githu, nanti biar ane yang cari pinjaman motor” jawabnya, Kitapun berencana untuk membeli oleh-oleh dipasar jalan parangtritis.

Setelah ujian selesai banyak diantara kita yang berseru “Alhamdulillah, UAS finish juga, saatnya pulang kampung, Baitii Jannatii (Rumahku surgaku/Home Sweet Home)”. Banyak pula yang langsung pulang, karena memang rumahnya tidak terlalu jauh, hanya di sekitar jawa tengah khususnya mereka yang memiliki kendaraan bermotor. 

Setelah teman-teman yang lain telah menitipkan uangnya untuk membeli oleh-oleh, saya dan Hamzahpun segera beranjak ke pasar, sementara yang lain mempersiapkan diri diasrama, untung masih jam 10an, pasarpun masih ramai dengan aneka jajanan khas daerah.

Di tengah perjalanan saya melihat ada seorang Akhwat berjilbab hijau yang dihampiri oleh seorang laki-laki yang terlihat keletihan, membawa kantong plastik, tidak tahu apa isinya. sepertinya kenal dengan Akhwat itu, ternyata Akhwat satu kampus, hanya saja beda angkatan, dia adik kelas, baru semester 1. Maka sayapun meminta kepada Hamzah untuk menghampiri mereka.

Ada apa Mba” tanyaku
Ini Kak, masnya ini menawarkan Al-Qur’an, katanya saudaranya ada yang sakit di Rumah Sakit Wirosaban, saya mau membelinya tapi saya tidak membawa uang lebih” Jawabnya. Subhanallah, Ternyata yang ditawarkan oleh orang tersebut adalah Al-Qur'an, Mukjizat satu-satunya yang terjaga hingga hari kiamat dan petunjuk kebenaran agar bisa selamat dunia-akhirat.

“Ya sudah, kalo begitu biar saya saja yang membelinya”
“Makasih kak, kalo begitu saya duluan, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumusslm” Akhwat itupun pergi, dilangkahnya saya melihat Akhwat itu sesekali menengok pada kami, sepertinya dia ingin tahu apa yang sedang kami bicarakan.
Memangnya dijual berapa Mas Al-Qur’annya” tanyaku
Berapa sajalah Mas, seikhlasnya, yang penting bisa menambahi untuk membeli obat
memang siapa yang sakit? sakit apa?
Adik saya mas, demam” sekilas saya teringat dengan Adik yang dikampung halaman.
Lalu saya pun berdiskusi kecil dengan Hamzah, ternyata uang dia pas-pasan hanya untuk membeli oleh-oleh dan ongkos keberangkatan.
Memang Al-Qur'annya dapet dari mana mas?” tanya Hamzah kepada Masnya, bukannya Su’udzon tapi dikhawatirkan Al-Qurannya dapat dari sebuah Masjid lagi, setelah dilihat-lihat ternyata tidak ada stempel Masjidnya.
Ini Al-Quran saya Mas, saya masih ada 1 lagi dirumah” Jawabnya, dalam kondisi seperti ini harus ada keputusan yang matang, maka sayapun bersedia untuk membelinya.
Ya sudah mas, saya beri saja masnya 50ribu, Al-Qurannya monggo dibawa dan dibaca-baca saja” sahutku sambil memberikan uangnya.
Ndak mas, saya ga mau kalo diberi uang cuma-cuma, mas bawa saja Al-Qur'annya, saya masih ada satu lagi dirumah”, karena dipaksa oleh masnya, akhirnya sayapun membawa Al-Qur'an tersebut, sebenarnya malu juga, Al-Qurandengan ukuran cukup besar seperti itu dihargai segitu, padahal Al-Qur'an inilah yang akan menjadi saksi setiap manusia diakhirat kelak.
Ya sudah, kalo gitu saya bawa Al-Qur'annya, semoga adiknya cepet sembuh yah mas, Assalamu’alaikum”. Sungguh, kejadian ini diluar dari rencana, tapi yang harus diyakini adalah Allah-lah sebaik-baik Pembuat rencana (Al-Jabbaar), dan rencana Allah itulah yang terbaik bagi manusia, ini sudah bagian dari takdir yang harus dijalani. Kejadian tadi menjadikan kondisi dompetpun semakin menipis, sepertinya hanya sedikit saja bisa beli oleh-olehnya. setelah itupun kami melanjutkan perjalanan tujuan pasar, sayapun meminta pada Hamzah untuk jangan dulu menceritakan hal ini pada teman-teman. Dikendaraan, sekilas kenapa sesekali saya teringat akan Akhwat yang tadi yah, siapa namanya? apakah itu bidadari yang Allah turunkan untuk saya? Astaghfirullah, sayapun berusaha untuk mengalihkannya.

Ternyata benar, setibanya dipasar oleh-oleh yang banyak dibeli adalah milik teman-teman, sementara saya harus melakukan perhitungan dulu sebelum membeli, supaya bisa sampai rumah dengan selamat, mau pinjam uang tapi malu juga, ya sudahlah seadanya saja oleh-olehnya, lagipula ada Al-Qur'an yang tadi dibeli, inipun bisa untuk dijadikan oleh-oleh.

Setelah selesai dari pasar lalu semuanyapun telah siap. kita berencana untuk ke stasiunnya naik taksi saja, ongkosnya bisa patungan, karena kita berenam maka ongkosnyapun akan lebih murah, posisi duduknya pun 2 orang didepan dan 4 orang dibelakang, tak apalah mepet-mepetan wong sesama Ikhwan ini asal jangan dengan yang bukan muhrim saja,,hehe. berangkat kestasiun ba’da Sholat Maghrib, sementara Isyanya akan distasiun.

Setibanya distasiun yang pertama dibeli adalah tiket kereta, cukup tunjuk 1 orang saja yang membelinya, kita semuapun menyerahkan uangnya ke Arman, biar dia saja yang membeli. Setelah dia kembali membawa tiketnya, ditiketnya bertuliskan ‘berdiri, tanpa tempat duduk’ kitapun kaget, tapi Armanpun berkata “Tadi kata penjaga loketnyanya, untuk tempat duduknya bebas saja, siapa yang dapat dia yang beruntung”. Alhamdulillah, ternyata tiket ini hanya sebagai legalitas saja, karena lumayan juga jika harus berdiri dari Yogya sampai Jakarta, kita semuapun menunggu keretanya di Musholah stasiun, dari waktu menunggu itu ada diantara kita yang tilawah, bercengkrama dan yang belum makan, dipersilahkan untuk makan dulu.

Alhamdulillah keretanya datang juga, ternyata keretanya tidak terlalu padat dan masih banyak kursi yang kosong, padahal kereta ini dari Surabaya, kitapun langsung memboking kursi yang untuk 6 orang, ternyata diyogya inilah yang banyak penumpangnya, sehingga keretanyapun kini menjadi ramai, kursipun langsung banyak diisi penumpang. Selama perjalanan, sementara teman-teman sedang asyik bercengkrama, entah kenapa saya jadi teringat dengan Akhwat tadi pagi, untuk mengalihkannya saya memilih membaca saja, banyak pilihan buku ditas saat itu, namun kebanyakan buku-buku terkait Keuangan Syari’ah, maka saya memutuskan untuk mengambil buku ‘Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim’karya Abang Ustadz Salim A. Fillah, buku yang cukup menantang, baru setengahnya yang telah dibaca, sayapun melanjutkan untuk membacanya, ketika itu sudah masuk bagian ketiga yang bertemakan Menggelas Benang Lelayangbagian Bukan Terminal Perhentian, rasanya tepat sekali dengan kondisi sedang perjalanan seperti ini. Subhanallah, ternyata pembahasannya terkait Nikah, disamping membaca sayapun bertanya pada diri sendiri “Kapan kamu akan menyempurnakan separuh Agamamu itu?”. Dibagian ini ada kalimat yang begitu mempesona yaitu ‘Orang suci, menjaga kesuciannya dengan pernikahan dan menjaga pernikahannya dengan kesucian’. kalimat yang Inspiratif, sayapun jadi ingin segera menjalankan Ibadah Nikah, namun dengan siapa dan apakah ada yang mau? Namun keyakinan bahwa Allah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan amat tertanam, tapi dengan siapa? Wallahu’alam bi shawab.

Stasiun demi stasiunpun terlewati, ada penumpang yang turun tapi banyak pula yang naik, sehingga kereta jadi semakin ramai, digerbong yang saya duduki banyak pula yang berdiri, untung kebanyakan yang berdiri adalah bapak-bapak dan pemuda, tidak tega rasanya jika ada perempuan yang berdiri apalagi jika ibu-ibu. sampai juga di stasiun brebes, 2 orang teman kamipun yaitu Kamal dan Arman mendahului kami, waktu dini hari seperti ini mereka dijemput oleh keluarganya, tinggal sisa kami berempat, sementara Ahmad dan Heri akan turun di Kuningan, Hamzah di Bekasi, dan hanya saya sendiri yang turun di stasiun senen. “Yo wiss, hati-hati yah, salam buat keluarga dirumah,,Assalamu’alaikum” begitu kalimat perpisahan yang berlangsung diantara kami.

Waktu sudah menunjukan Sholat Shubuh, sementara yang tersisa diantara kami hanya saya dan Hamzah, Ahmad dan Heri sudah turun tadi dikuningan, maka kitapun Sholat dikereta dalam posisi duduk dengan cara bergantian, untung air di WCnya sedang lancar, jadi bisa untuk berwudlu, karena sering juga tidak ada airnya, dalam kondisi seperti itu biasanya kitapun bertayamum.

Tepat pukul 6 pagi, sampai juga distasiun bekasi, maka Hamzahpun pamit pada saya “Ane duluan yah Akh, hati-hati ente dijakarta apalagi kemarin baru ada ledakan bom di Marriot, nanti ente dikirain teroris lagi,,Assalamu’alaikum” Pamitnya.
Ok, ente juga hati-hati yah, bukannya kita sama-sama teroris akh, tapi singkatannya tentara orang Islam” canda saya, yang diikuti senyum Hamzah “Wa’alaikumussalam,,Salam buat keluarga yah” Jawabku, tinggal saya yang tersisa sendiri diantara kami, keretapun cukup sepi dan banyak kursi kosong, sesekali distasiun lain banyak pula yang naik, sepertinya kebanyakan yang naik adalah mereka yang bekerja di ibukota, sayapun melanjutkan membaca buku.

Alhamdulillah, All Praises to Allah, sampai juga di stasiun senen, yang membuat heran, kenapa begitu ramai dan banyak polisi, ternyata bagi penumpang dari tanah Jawa harus diperiksa terlebih dahulu, polisi meminta diperlihatkan KTP dan Tiket keretanya, mereka yang kurang dari salah satunya maka akan diperiksa lebih lanjut, “Apa ini terkait dengan terorisme” pikirku, untungnya milik saya lengkap, namun banyak pula yang mesti diperiksa lebih lanjut, saya melihat seorang bapak yang tadi satu gerbong kebingungan karena KTPnya tertinggal, maka saya berinisiatif untuk pakai KTP saya saja, sementara saya masih ada KTM, bapak itupun berterima kasih pada saya, kitapun memilih diperiksa oleh polisi yang berbeda dengan begitu tidak mudah untuk diketahui, untung polisinya tidak memperhatikan KTPnya dengan detail, kitapun berencana untuk bertemu di loket tiket.

Selamat pagi, Mana KTP dan tiket kereta saudara” Tanya polisi pada saya, saya pun menyerahkan KTM dan tiket,
Yang saya minta KTP”, “Kebetulan KTP saya tertinggal dikosan Pak, KTM ini juga sama-sama tanda pengenal juga kok pak” jawabku meyakinkan polisi tersebut.
Ya sudah tidak apa-apa, buku apa itu?” polisi itupun bertanya akan buku yang sedang saya pegang.
ini buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim Pak” buku itupun diperiksa oleh polisi, sayapun jadi sedikit tegang namun bisa direda dengan dzikir.
Kamu bukan teroriskan?” tanya polisi menuduh,
Bapak jangan sembarangan dong, saya hanya Mahasiswa Muslim yang kuliah di Yogya, asal bapak tahu saja yang teroris itu Amerika dan Israel” jawabku sedikit sinis.
ooh, ya sudah, terserah kamu sajalah” jawab polisi seolah tak peduli. akhirnya sayapun dipersilahkan keluar stasiun, setelah KTM dan bukunya dikembalikan. diloketpun si Bapak tadi telah menunggu untuk mengembalikan KTP saya, ternyata bapak tersebut hendak ke kosan putrinya yang sedang kuliah di Jakarta, berada daerah dimanggarai, sementara saya akan ketangerang dengan cara 2 kali naik bis 1 kali naik angkot kecil. Sungguh, ini pengalaman pertama bertemu dengan pemeriksaan seperti itu, dituduh yang bukan-bukan lagi.

Sayapun melanjutkan perjalanan untuk pulang kerumah, dengan membawa sedikit oleh-oleh khas Yogyakarta dan Al-Qur'an, biarkan saja Al-Qur’annya untuk dirumah dibaca-baca oleh anggota keluarga karena saya pribadi sudah punya, dengan begitu bisa menambah koleksi Al-Qur’an dirumah, jadi ingat akan sebuah sabda Rasulullah SAW, ‘bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat suatu kaum karena sikap mereka yang benar terhadap Al-Qur’an sebaliknya Allah SWT akan menghinakan suatu kaum karena sikap mereka yang salah terhadap Al-Qur’an’. Sungguh, sayapun tidak ingin jika ada anggota keluarga yang kurang peduli dengan Al-Qur’an, Karena Al-Qur'an inilah sebagai petunjuk bagi manusia agar bisa selamat dunia akhirat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Jahannam) yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim : 6).

Ya Allah, Selamatkanlah Kami dari kehidupan dunia yang sesaat ini, selamatkan pula semua keluarga Muslim dari Api Neraka, Selamatkan pula saudara-saudara Kami para Mujahidin digaza-palestina, khasmir, afghan, irak, dan seluruh kaum muslimin dimanapun berada. Berkahi dari sisa usia yang Kau berikan pada Kami..Amin.

Keyakinan Yang Menghapuskan Keraguan

Oleh: Annas Setiawan Prabowo

Kalut, takut, bingung bercampur semua saat itu. Bagaimana tidak, keringatku mengucur ketika namaku disebut. Sebuah amanah baru menanti didepan sana. Aku harus mengemban dan menjalaninya. Menjadi ketua lembaga mahasiswa disalah satu sekolah tinggi di Yogyakarta. Sempat mengevaluasi diri ternyata kapasitasku memang belum memenuhi sebagai seorang pemimpin. Tanggal 25 Desember 2007 Musyawarah besar memutuskan aku untuk menjalani amanah kepemimpinan yang dalam sebuah kisah amanah kepemimpinan mampu meremukkan tulang punggung. Pada dasarnya setiap amanah akan dipertanggung jawabkan kelak di akherat nanti.

Semula memang pesimis apakah aku bisa menjalankan amanah yang begitu berat itu. Alhamdulillah saat itu ada kakak kelas yang merekomendasikan untuk membaca beberapa buku dan salah satunya adalah “Zero To Hero” karya Ustadz Sholikhin Abu ‘Izzudin. “Yah kenapa mesti baca buku?”. Tanyaku dalam hati. Panjang kali lebar beliau menjelaskannya. Aku Cuma bisa mengangguk tanda sepakat walaupun ada sebagian tak ku mengerti.

Perjalananku mencari buku zero to hero dimulai. Di sebuah toko buku Islamkucari buku, satu per satu kupandangi dan kubaca covernya berharap bisa kutemukan. Namun tak kunjung kutemukan buku berjudul “Zero To Hero”. Kutanyakan kepada penjaga toko perihal buku Zero to Hero, ternyata bukunya tidak ada. Entah habis atau memang benar-benar tidak ada aku tak peduli. Satu kesimpulan bahwa aku tak bisa temukan buku itu. Di hari yang lain aku jalan-jalan di toko yang lain, Alhamdulillah kutemukan buku berjudul “Zero to Hero “ terbitan Pro-U Media.

Alhamdulillah buku tersebut bisa kubaca sampai selesai. Seusai membaca dan sharing dengan beberapa teman struktur pemikiranku mulai terbentuk. Melalui beberapa perenungan dan proses berfikir. Beberapa poin yang bisa diambil dari buku adalah tentang momentum, kegagalan, waktu, mimpi, mulai dari nol dan aksi. Momentum ini sangat langka dimana saya ditempatkan sebagai seorang pemimpin sehingga ini adalah saatnya untuk merubah diri. Kalaupun saat itu kapasitas belum mumpuni namun bisa dijadikan momentum untuk melipatgandakan kapasitas diri. Momentum itu tidak akan berulang dan dia tidak akan kembali. Dalam kutipan buku Zero to Hero Anis mata pernah berkata “Pahlawan sejati adalah orang yang dapat memanfaatkan setiap momentum kepahlawanan”. Mengingatkanku juga bahwasanya pahlawan tidak hidup di masa biasa saja tapi dia hidup dan lahir di masa-masa sulit.

Kegagalan merupakan momok bagi setiap orang. Dan dia adalah hal yang ditakuti oleh setiap orang. Pada dasarnya kegagalan itu sukses yang tertunda. Bahkan aku sempat takut gagal diawal dalam mengemban amanah sebagai seorang pemimpin. Ya ketakutanku justru lebih menakutkan dari pada rasa takut itu sendiri. Kuncinya adalah mencoba untuk menjalaninya apapun resikonya. Kupernah menuliskan dalam sebuah buku yang berbunyi “ didepan memang ada tembok besar dan tinggi memang sulit untuk dilalui namun bukan berarti tidak bisa”. Tulisanku dikuatkan oleh sms seorang temanku “ ketika amanah semakin bertambah, beban semakin berat yakinlah akan ada orang-orang yang membantu meringankan beban di pundak, akan ada malaikat yang senantiasa mendo’akanmu dan yakinlah wahai saudaraku ada Alloh yang selalu membantumu, Seseungguhnya Alloh bersama kita (Innallaha ma’ana). Ibarat setetes embun penyejuk jiwa disaat hati ini sedang takut akan kegagalan-kegagalan yang akan terjadi. Mulai saat itu akupun bertekad untuk mencoba menjalankan amanah kepemimpinan itu, memberikan hal yang terbaik.

Kutipan dari buku zero to hero, ustadz Hasan Al-Banna pernah berkata “ kewajiban yang kita miliki lebih banyak dari pada waktu yang tersedia” . Benar dari pada saya memikirkan apakah saya mampu atau tidak untuk mengemban amanah kepemimpinan lebih baik aku tentukan strategi-strategi agar amanah tersebut mampu terselesaikan dengan baik. Mulailah kutulisakan targetan-targetan pribadi yang mendukung tercapainya target organisasi secara umum dalam buku khusus. Orang yang gagal dalam perencanaan berarti merencanakan kegagalan. Kalaupun kegagalan menghampiriku maka aku bisa mencobanya lagi dan inti sebenarnya adalah aku tidak boleh menyerah pada kondisi apapun.

Mimpi penting untuk dimiliki oleh tiap orang. Bahkan mimpi itulah merupakan targetan-targetan yang mesti dicapai dalam periode tertentu serta memiliki sarana evaluasi yang jelas. Orang hidup haruslah punya mimpi dan tujuan jelas. Ketika kita terbentur oleh halangan, rintangan yang ada maka penting kita melihat orientasi awal melakukan pekerjaan itu. Dengan demikian semangat kita akan kembali menyala dan siap bekerja kembali.

Mulai dari nol memang berat namun bukan berarti tidak bisa. Asalkan semuanya disandarkan kepada Alloh SWT maka tidak ada yang mustahil bagi Alloh SWT. Karena Alloh Maha Berkuasa Atas Segala Sesuatu. Tiada sebuah kejadian di dunia ini terjadi kalau bukan karena ijinNya. KehendakNya adalah mutlak, hal ini menyangkut persoalan aqidah. Kemampuanku yang belum seberapa tidak menjadi penghalang ntuk menjadi pemimpin karena yakin atas Ijin Alloh saya pasti bisa. Aksi yah waktunya merealisasikan pemikiran-pemikiran yang telah tersusun dengan baik. Tinggal dilaksanakan dalam tindakan-tindakan nyata. Waktunya ku mulai melaksanakan tugas.

Di akhir kepengurusan diadakan evaluasi untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan organisasi. Alhamdulillah hasilnya cukup emmuaskan bagi saya walaupun masih banyak perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan. Akupun melepas amanah kepemimpinan itu dengan senyum. Karena aku mampu melewatinya aku bisa dan aku bukanlah seorang pengecut yang lari dari tanggung jawab.

Di hari lahir adikku aku memberikan buku Zero to hero untuknya dengan harapan dia mau untuk berubah lebih baik lagi. Alhamdulillah buku itu juga mampu dia baca sampai tuntas. Semoga ilmu yang ada dalam buku Ustadz Solikhin mampu menginspirasi banyak orang dan berkah. Ziyadatul khiri ‘alal Khoiri (Bertambahnya kebaikan di atas kebaikan).

Segenggam Ukhuwah Kapmi Dijalan-Nya

Oleh: Fachri Aidulsyah

Setelah membaca beberapa kisah dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah,aku tersadar bahwa ternyata selama ini teman-temanku yang berhimpun di jalan Dakwah adalah orang-orang yang berkorban untuk Agamanya, demi Ukhuwah. Meski waktu, jiwa dan raga telah habis di makan perjalanan untuk kepentingan untuk saudara, bangsa, Negara, dan Agama.

Ketika ku baca salah satu cerita yang mengisahkan tentang seorang bapak dan anak yang selalu berprasangka baik atas segala keputusan Allah untuknya, kisah seorang Menteri yang menyatakan Takdir Allah itu baik kepada Sang raja yang sedang terputus salah satu jarinya hingga membuat raja marah dan terpaksa membuatnya masuk kedalam penjara, seorang yang teguh pendirian, seorang yang berkorban untuk keluarganya, telah menginspirasiku untuk menceritakan sebuah pengalaman yang pernah di alami oleh teman-teman yang berjuang di Jalan Allah.

Berawal dari KAPMI, Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia itulah namanya. Mungkin nama KAPMI saat ini  belum terlalu terdengar dan masih terlalu asing di telinga banyak orang. Wajarlah.. Karena memang dari namanya saja sudah aneh dengan logo yang jadul ( kata orang.. hehehehe) belum terlalu eksis di Media saat ini. Tapi begitulah, sebuah nama yang telah menginspirasi hidupku ketika di masa-masa gentingnya keharmonisan antara dunia kelam yang selalu mengelilingi ruang hidupku dan dunia putih yang bersih, menyinari sekaligus menerangi hari-hariku untuk selalu mengingat Illahi. Di KAPMI sendiri, dipenuhi oleh orang-orang berwajah usang yang selalu berkorban untuk Agama dan martabat saudara-saudaranya. Merekalah yang telah menarik dan menyelamatkanku, merangkul tanganku dengan penuh kekuatan,dan keikhlasan dari terpelesetnya lubang di dunia yang kelam. Telah mengajariku arti pengorbanan, arti Ukhuwah. Terima kasih ya Robb, Engkau telah mempertemukanku dengan mereka.

Sungguh, aku pun tidak ingin meninggalkan kenangan itu. Kenangan yang telah Allah berikan terhadap kehidupanku di kesetiap harian dunia putih abu-abu dengan orang-orang yang berani berjuang di JalanNya tanpa membalas imbalan, berani mengeluarkan lembaran uang lusuh, uang terakhir yang dia miliki hanya untuk perjalanan mencari HidayahNya. Tak sedikit waktu yang mereka korbankan hingga berlarut-larut malam hanya untuk menyelamatkan saudara-saudaranya di medan pendidikan dari kebobrokan moral yang kini telah melanda dunianya. Mereka mencoba menjadi tameng dari segala kebobrokan moral itu agar tidak mencemari saudara-saudaranya yang lainnya. Turun ke jalan pun sering mereka lakukan hanya untuk menyelamatkan bangsa, agama, dan saudara-saudaranya. Demi Dakwah di jalan Allah, ia rela mengenyampingkan keadaan dirinya sendiri meski mungkin saat itu dirinya sedang lelah dan butuh pertolongan. Mungkin, mereka yakin bahwa ujian Allah untuknya adalah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya tempat meminta pertolongan hanyalah kepada Allah.

Mungkin semua orang awam pun akan menghinakan mereka karena kecongkakannya dalam menatap hidup menurut pandangan keawamannya. Begitu pun menurutku. Tapi ternyata menurut mereka, tidak seperti itu. Di kesehariannya yang penuh dengan raut wajah kelelahan, mereka masih saja tetap senang, tetap berkecukupan, dan tetap istimewa karena keindahan pesona senyumnya. 

ya.. itulah.. sebuah memori indah.. yang mungkin tidak semua orang bisa merasakannya.. kenangan indah.. tapi yang lebih indah adalah Takdir Allah dengan segala gemercik lika-liku hidup yang Ia berikan kepada kita..

Dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah, telah membawaku untuk mengingat sebuah kisah usang dari saudara-sadaraku di KAPMI, yang mungkin bisa menjadi renungan dan inspirasi buat kita semua.

inilah kisahnya.. Di awal tahun 2000an ketika KAPMI baru saja memasuki masa kejayaannya, ada seseorang yang mungkin tidak semua orang bisa melakukan sesuatu sepertinya. Perngorbanan di jalan Dakwah ini sungguh luar biasa. Awalnya ku rasa cerita ini hanyalah fiktif belaka, tapi ternyata kisah nyata yang tak terduga perjuangannya.
Inilah tokohnya, sebut saja Obet, seorang siswa sekaligus ketua KAPMI di daerah Jakarta Utara periode 2000-an, ia adalah seorang yang selalu berpakaian lusuh, tapi semangatnya tidak pernah runtuh.

Setiap hari, setiap kali ke sekolah yang cukup jauh dari rumahnya, ketika teman-temannya telah berbondong-bondong menaiki sepeda motor ataupun transportasi lain, ia hanyalah orang yang selalu menaiki sepeda bututnya yang sangat tua dan sudah lapuk dimakan usia. Di Parkiran sekolah, sepedanyalah yang menjadi sorotan semua orang ketika menuju parkiran sekolah karena pakriran sepeda itu di kelilingi oleh parkiran motor-motor yang elok, bersih, indah dipandang, dan terlihat sekali mahalnya motor-motor itu. Sedang sepedanya hanyalah sepeda yang sudah teramat butut dan lapuk yang hanya menjadi sampah pengelihatan karena kejelekansepedanya itu. Walaupun begitu, ia tiada pernah menyalahkan Takdir Allah untuknya dan tidak pernah merasa tersindir dengan kepunyaan rekan-rekannya, "Toh, semua itu hanyalah milik Allah" pikirnya mungkin seperti itu.

Sepeda itupun sering mengalami kerusakan yang cukup kronis ketika diperjalanan, mulai dari kebocoran ban yang sudah banyak tambalannya maupun kerusakan rantai sepeda yang sudah karat dan tak bisa bergerak, rem yang sudah tak bisa dipakai lagi sejak lama maupun kerusakan yang lainnya mungkin telah menjadi kebiasaan bagi hidupnya ketika bepergian kemana-mana dan sudah tidak lagi menjadi sebuah hambatan baginya untuk tidak pergi ke sekolah maupun menghadiri berbagai pertemuan, kegiatan Dakwah, maupun Syuro' dengan teman-teman KAPMI baik di tingkat Daerah maupun Wilayah. 

Ketika sepeda sedang rusak parah, tidak bisa dipakai, ataupun terpaksa harus di rawat di bengkel terdekat pun tak pernah meruntuhkan semangat dan menjadikan alasan baginya untuk tidak menghadiri berbagai macam kegiatan. Dengan tekad yang tinggi, jalan kaki dipertaruhkan untuk perjalanan yang sangat jauh sekali pun tak masalah baginya, asalkan ia bisa menghadiri berbagai macam kegiatan tersebut.

Jarang sekali dirinya ketika pulang sekolah langsung menuju ke rumah. Sebab dirinya selalu dipenuhi dengan berbagai kegiatan Dakwah. Walaupun begitu, pengembangan Ruhiyyah, ibadah, pekerjaan rumah, dll tidak pernah ditinggalkan meski diselingi berbagai kesibukan.

Mungkin menurutku, ruhhnya dibangun dengan keistiqomahan, dibina dengan dengan alam.

Dengan bersepeda, ia tidak pernah mengeluh dengan semua itu, dan mencoba untuk selalu datang tepat waktu di berbagai macam kegiatan meski dirinya saat itu dalam kelelahan. Padahal, jarak yang ia tempuh dengan sepeda bututnya cukup jauh, berkilo-kilo dan berjam-jam waktu dan tenaga yang harus ia korbankan. Tak ubahnya ketika sesampainya pada suatu tempat, raut wajahnya dipenuhi dengan debu jalanan, pakaiannya lusuh dengan keringat, tapi senyumnya seakan menerawang pikiran kita untuk selalu ingat dengan Syurga, yang sebegitu indahnya.. menjadi motivasi kita untuk mendapatkan keindahan itu.. dengan pengorbanan, doa, dan keyakinan tentunya.

mungkin dalam pikirannya, ia adalah makhluk yang penuh dengan dosa, tapi ingin menggapai syurga meski pun harus mengorbankan seluruh jiwa raganya..

Suatu hari, ada ta'limat untuk Obet agar ia dapat menghadiri Syuro' di Sekrtariat KAPMI DKI Jakarta yang ketika itu tempatnya berada di Daerah Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Karena ketrbatasan uang saku, sepeda pun selalu menjadi penopang dirinya agar bisa hadir dalam Syuro' tersebut.  

Sebenarnya ia sudah sering mengayuni sepeda bututnya dari Jakarta Utara menuju Sekretariat KAPMI  DKI yang berada di Jakarta Selatan, namun kali ini ternyata ada keganjalan ketika ia berada didalam perjalanan. Allah mengujinya dengan kebocoran salah satu ban sepeda miliknya ketika sudah melakukan setengah perjalanan jauh, tepatnya di daerah Jakarta Pusat.

tapi dengan Azzam yang kuat, ia tidak menyerah untuk menghadiri Syuro' tersebut.. meskipun pada saat itu ternyata ia pun kehabisan uang saku, tidak punya uang sama sekali untuk menambal ban sepedanya yang bocor. Akhirnya, sepeda itupun ia tenteng dengan sepenuh tenaga menuju ke arah Mampang Prapatan yang jaraknya masih terlalu jauh. 

Ketika di perjalanan menenteng sepeda yang cukup jauh, akhirnya ia putuskan untuk menitipkan sepedanya di salah satu warung penjual Bakso yang menetap di pinggir jalan dalam keadaan yang cukup lelah. " assalaamu'alaikum.." di ucapkannya pada penjual Bakso tersebut. Ketika tukang Bakso menatap wajahnya, ia pun terheran-heran dengan wajah asing orang ini. Meski pun begitu, tukang Bakso itu pun menjawab salamnya "..wa'alaikum salaam..". Obet pun menyambut jawaban itu dengan senyuman yang menandakan keikhlasan kepada sang penjual Bakso meski keringat di wajahnya sudah berlumuran mengucur ke seluruh tubuh karena perjalanan siang terik mentari Jakarta yang hingga sore hari pun tak kunjung turun dari permukaannya. Interaksi diantara keduanya pun berlangsung.

Obet: ".. permisi.. pak, boleh saya minta bantuan bapak untuk menitipkan sepeda ini ke bapak.." dengan keharmonisan bicaranya.
tukang bakso. "..hem....boleh-boleh saja dek,.. memang sepeda kamu kenapa? tapi bapak cuma buka warung ini hanya sampai jam lima sore lho dek.."
lalu Obet pun menjawab dengan senyumnya yang indah.
Obet: "oh.. ini pak, sepeda saya tadi bocor di jalan.. tapi saya masih harus ke Mampang Prapatan karena teman-teman menunggu saya di sana.. mudah-mudahan saya bisa ya pak sampai jam lima di sini.. tapi kalau tidak, mungkin bapak bisa menaruh sepedanya di samping gerobak bapak sambil diikat dengan rantai dan gembok ini.. nanti biar saya yang mengambil.. hehehe.. " dipenuhi dengan gurau keakrabannya.
lalu tukang bakso itu pun menjawab sambil bertanya.
tukang bakso:" yo wess.. bisa dek.. tapi kamu ada ongkos gak buat ke Mampang.."
Obet:".. ooh, kalo urusan ini sih saya siap pak untuk jalan kaki sampai Mampang.."  
tukang bakso:"memang kamu dari mana asalnya..?."
Obet: "dari Jakarta Utara.. pak..". tukang Bakso pun cukup tercengang dengan ungkapan itu.
tukang bakso:"hah.. jauh sekali dek.. yaudah, ini saya kasih uang ke adek Rp. 4000 cukupkan buat pulang pergi dari Mampang ke sini.." sambil mengocek-ngocek tempat uang di gerobak Bakso, mengambil Rp.1000an 4 lalu di tadahkan kepadanya.
Obet: "waah.. pak, jangan repot-repot.. saya masih bisa kok jalan kaki.." dengan keragu-raguannya atas perkataan tukang Bakso itu.
tukang bakso:"udah.. ambil aja.. anggap aja Allah nitipin uang buat kamu dari saya.."
dengan sedikit terpaksa, akhirnya uang pemberian tuang Bakso itu diambilnya.
Obet:" ini saya ambil pak.. maaf ya.. kalo sudah merepotkan bapak.. insyaAllah sepulangnya saya ketempat ini akan menggantikan uang bapak.. terima kasih ya pak.. mungkin saya pamit dulu.. takut terlambat untuk datang ke tempat itu.. Assalaamu'alaikum.." di sampaikan salam terakhir itu dengan senyum indahnya.
tukang bakso: "wa'alaikum salaam.." dengan jawaban yang harmonis dari tukang Bakso itu.

Akhirnya ia pun bergegas menunggu bus KOPAJA P20 jurusan SENEN-LEBAK BULUS yang melewati daerah Mampang Prapatan. Tidak lama kemudian bus itu pun datang. Akhirnya ia menaiki bus itu meski pun sudah terlalu pengap dan sumpek karena banyaknya penumpang di dalamnya.

Sesampainya di Sekretariat KAPMI ternyata ia terlambat 30 menit dengan penuh penyesalan, teman-teman yang hadir dalam Syuro' itu pun menanyakan tentang alasan keterlambatannya. Setelah keterlambatannya di klarifikasikan, akhirnya teman-teman di dalam Syuro' itu pun memahami keadaannya. Suasana sore pun menghiasi suasana Syuro' itu. Matahari pun kian menurunkan pandangnya dari Kota kepenatan Jakarta, agenda-agenda Dakwah pelajar pun kian tercetuskan dari Syuro' yang di penuhi kaum intelektual muda itu. Kumandang Adzan Maghrib pun memanggil. Syuro'pun langsung ditutup. Seluruh peserta Syuro' pun bergegas menuju ke Masjid yang tak jauh dari Sekretariat KAPMI.

Obet pun menginggalkan tasnya dan Al-Qur'annya di Sekretariat, dengan semangatnya ia langsung menuju Masjid hingga lupa membantu teman-temannya yang masih beres-beres tempat Syuro' tadi. Sholat pun berlangsung.

Seusai Sholat, dzikir, dan Sholat Ba'diyah, Obet pun langsung bergegas dengan teman-temannya menuju Sekretariat untuk segera mengosongkan tempat itu agar sesampainya di rumah mereka masing-masing tidak terlalu malam.

Sesampainya di Sekretariat, Obet langsung mengambil tasnya sambil menaruh Al-Qur'an miliknya untuk di taruhkan ke dalam tas miliknya. Ketika membuka tas, ia terbingung-bingung, ternyata di dalam tasnya ada kresek hitam berbungkus yang bukan miliknya, ketika di lihat, ternyata kresek itu berisikan nasi bungkus dan sejumlah uang. Obet pun langsung menanyakan hal itu kepada teman-temannya yang masih di Sekretariat " Akh, ini bungkusan siapa..?". Ketika teman-temannya di tanyakan seperti itu justru mereka semua memberikan senyuman indah kepada Obet. Salah satu diantara mereka ada yang berkata, " Akhina Obet, itu rezeki Antum kali. hehehe.". Obet pun makin bingung, sedang teman-temannya justru memberikan senyuman kepada Obet dan membiarkan Obet tetap dalam keadaan bingung. Lalu Obet pun berkata "yo wess.. bingkisan ini ana taro di meja yo..". Ketika Obet menyatakan hal seperti itu, justru teman-temannya menyangkal. "udah bawa aja.. mungkin rezeki antum kali akh.. serius..". dengan keterpaksaan, akhirnya Obet pun membawanya.
" yaudah.. ini ana bawa ya akh.. nanti kalo ada orang yang nyariin kresek ini tolong bilang ke ana.. ana ga'k bakal mengambil kresek ini yang bukan hak ana insyaAllah.. ana pamit duluan ya.. afwan.. takut telah ni.. hehehe..  Assalaamu'alaikum.." Obet pun bergegas meninggalkan tempat itu sambil menggendong tas dan menenteng kresek itu sedang teman-temannya pun menjawab salam dari Obet dengan penuh senyum ketulusan.

Dalam perjalanan yang belum jauhpun, ia masih bingung dan terasup pikiran yang tidak biasanya akan kepemikian bungkusan misterius ini yang ada di tasnya. Mungkin, ia mencoba untuk berprasangka baik pada ujian Allah kali ini. Baru beberapa menit perjalanan, tiba-tiba Ikki, Mas'ul KAPMI DKI Jakarta, langsung berlari-lari kecil berusaha mengejar langkah Obet. " Akh, udah makan aja kressek itu sama Antum" sahut Ikki pada Obet dengan teriakan yang cukup keras. Obet pun tersentak bingung dan serasa tak biasa dengan perlakuan itu. "lho, ini kan bukan hak ana..". dengan senyumnya, Ikki pun menjawab sambil berlari menuju Obet dan langsung memegang pundaknya " udah.. makan aja.. di kresek itu ada nasi dan uang buat antum dalam perjalanan.. itu semua amanah dari teman-teman KAPMI untuk antum.. di makan okee.. hehehehe..". "waah, antum baru bilang sekarang sih.. kalo antum bilang dari tadi udah ana makan duluan ni.. hehehe.." jawab Obet dengan nada canda tawanya. Ikki pun menyahut kembali "yo afwan Akh.. skenariokan di buat sama Kholid.. kalo antum mau salahin, salahin kholid aja yo.. jangan salahin ana okke..  hehehehe..". "hahahaha.. antum ada-ada aja.. Jazakallah ni sudah di beliin.. yaudah.. ana pamit ulu ya.. supaya sepat sampai rumah.. Assalaamu'alaikum.." sahut Obet dengan senyum indahnya. "..wa'alaikum salaam.." jawab Ikki sambil menggelorakan senyum dan melambaikan tangan pada Obet sebagai tanda selamat jalannya.

Tanpa sepengetahuan Obet, ternyata seusai Syuro' teman-teman KAPMI mengumpulkan uang untuk Obet, lalu dibelikanlah Obet sebungkus nasi padang sekaligus di selipkan uang di dalam kresek lalu tanpa sepengetahuannya, di taruhkan kresek itu di dalam tasnya.

Sekitar jam setengah delapan malam, Obet pun sampai di daerah  tempat tukang Bakso itu. Meski pun penuh dengan lelah, ia pun bergegas mencari Masjid  untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu sebelum menuju lokasi yang di tuju walau pun dalam keadaan masbuk. Seusai Sholat, barulah ia memakan nasi bungkus yang di berikan oleh teman-teman KAPMI, nasi bungkus pun disantapnya dengan lahap mengingat memang ia belum makan dari siang tadi disertai diri yang penuh lelah dan harus sesegera mungkin menambah stamina lagi.

 Seusai itu semua, Obet pun melakukan perjalanan lagi menuju warung itu. Sekitar 20 meter dari warung Bakso itu, ternyata ada suatu hal yang mengganjal bagi Obet yang menjadi berbagai pertanyaan dalam pikirnya ketika itu. Keganjalan itu terjadi ketika Obet melihat warung Bakso itu belum tutup, padahal tukang Bakso itu bilang kalau warungnya itu tutup jam lima sore, tapi mengapa sampai malam ini warung itu belum tutup juga.

Langkahnya pun kian mendekati warung itu, ternyata keganjalannya terhadap warung itu pun makin bertambah, di lihatnya gerobak warung itu, tidak ada satu pun sepeda yang di senderkan ke gerobak itu, padahal Obet berpesan kepada tukang bakso itu untuk menaruhnya di gerobak ketika Obet tak bisa sampai ketempat itu jam lima sore.

Berbagai pikiran pun kian merasuki dirinya, seakan penuh dengan pertanyaan bagaimana?bagaimana? dan bagaimana? 
Meskipun begitu, ai berusaha untuk tetap berkhusnuzon akan keganjalan ini. sesampainya di sana, ia bergegas menyalami dan menanyakan sepedanya kepada penjual bakso itu yang kebetulan sedang beristirahat di bale' samping gerobak baksonya. dengan tenang, tukang Bakso itu menunjukkan sepeda miliknya yang ternyata disimpan oleh tukang bakso itu di belakang kiosnya. Ketika Obet melihat sepedanya, ternyata ia ternganga' dan terpaku di tempat itu juga, karena ban sepeda yang bocor sudah di tambal, remnya pun sudah pulih kembali. Obet pun langsung bertanya kepada penjual bakso itu, " pak, ini siapa yang membenarkan sepedanya..". Dengan tenang, penjual Bakso itu pun menjawab ".. mungkin Allah sedang menitipkan rezeki ade ke saya dan di suruh untuk membenarkan sepeda adek.. rezeki Allah jangan ditolak lho... hehehehe.. " dengan terngengah, dan malu tak berdaya. Obet pun terdiam sejenak dan dengan agak malunya ia berkata" baik, ini semua saya terima yo pak.. terima kasih sudah di benarkan.. maaf ya pak kalo merepotkan..".Dengan senyum, penjual bakso pun berkata, ".. gak papa dek.. justru saya merasa malu dengan ade.. karena ade taat banget sama Allah... sedang saya sholat masih belum bisa tepat waktu.. toh, gara-gara nungguin ade di warung sampe malam ini jadi pelajaran lho buat saya.. untuk bisa sholat maghrib dan Isya' berjamaah.. kalo kemaren-kemaren biasanya di pakai untuk langsung tidur.. terima kasih yo dek.." suasana pun ternyata makin harmonis diantara mereka.

Lalu Obet pun pulang dengan sepedanya dalam keadaan yang lebih baik dan nyaman di malam itu. Dengan kebahagiaan.. setelah berkorban.. setelah Allah uji.. setelah ketulusan hati.. pertolongan Allah pun datang.

 Penuh rasa syukur, ternyata Ujian Allah untuknya itu sangat baik. Tinggal bagaimana cara kita berprasangka baik pada Allah.

Semua Ujian Allah memang terkadang membuat kita merasa sulit, tapi yakinlah bahwa Allah memberikan ujuan kepada kita untuk kebaikan kita juga. Tinggal, bagaimana kita mempersepsikan ujian Allah itu. Seperti dalam cerita yang ada di buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah telah menginspirasi kita untuk selalu berprasangka baik pada Allah walau bagaimana pun ujian itu. Begitu juga dengan cerita ini.  “ku tak tahu ujian ini berkah atau musibah, tapi ku hanya berprasangka baik pada Allah”.

Rontok!

Oleh: Tri Oktaviani

“Astaghfirullah.. Iyaiikkzzz!!! Rontok lagi!! banyak banget sumpah!!” Teriakku di dalam kamar nomer 3 di kosan ku tercinta. Tergopoh-gopoh mbak ku dateng kekamar. “ngopo tho nok? teriak ga jelas? Tuh izzazul mpe kebangun..”
“Huaa.. ini mbak, rambutku tu nah.. Rontok lagi, tambah botak aku nah.. hikzz apa gara-gara jilbabku ini po? Kan rambutnya ngga napas, ngga kena angin, ketutup mulu.. ” kataku curhat.
“Husshh!! jilbab tu ngga ada hubungannya ma rambut rontok nok, lhe wong itu tu kewajiban. Allah ngga bakalan nyuruh kita buat pake jilbab kalo ternyata jilbab itu berbahaya bagi kesehatan. Iyo ndak?” kata mbak ku sambil nge-gendong izzul yang nangis gara-gara kebangun ngedenger teriakanku. Liat izzul yang nangis kayak gitu, aku jadi berasa bersalah. Soalnya susah banget buat nidurin izzul lagi kalo dia uda bangun kayak gini, apalagi bangunnya gara-gara kaget.

“Kamu paling ngga pernah keramas tu nah. Makanya rontok. ” kata mbakku lagi sambil nenangin izzul yang nangisnya ngga berhenti-henti. Hikkzz.. tambah kenceng!
“Lhe, aku tu rajin mandi e mba..” belom sempet nerusin omongan tiba-tiba ada yang nyeletuk, “ iya, rajin mandi, tapi ga rajin keramas yo podho ae.. ” ternyata mas-ku uda nimbrung dibelakangnya mbakku sambil ngegendong izza yang nangis juga gara-gara kebangun juga ngedenger teriakanku. Hikkzz.. makin bersalah..
“Yaweslah, besok tak coba beli tonik di Mirota Kampus, sapa tau nanti manjur.”
“Ya.. dicoba ae nah. ”

Besoknya, dengan semangat 45 abis kajian rutin pagi hari di mardliyah aku langsung dah ke Mirota Kampus, nyari-nyari tonik yang kira-kira bisa buat rambutku yang bermasalah ini. Pertama-tama liad merek “E” tapi pas diliat komposisinya, kok kebanyakan alkhoholnya. Pindah merek, liad lagi merek “H” yang punya itu stylist terkenal Indonesia itu nah, yang punya salon dimana-mana, ah.. terlalu mahal. Akhirnya mataku tertuju pada salah satu tonik merek “S”, dari segi komposisi dari bahan alami dan harganya tu cukup lah buat kantong mahasiswa seperti aku ini. Aku pulang dengan hati gembira dan berdoa agar problem di hidupku ini tidak berkelanjutan. Hoho!!

sampai di kosan...
Piye nok? Wes dapet toniknya” tanya mbak ku. Izzazul lagi sibuk ngeberantakin mainan di ruang tengah.
“Udah mba, ini merek “S” apik ga? ” kataku sambil nyodorin bungkusan plastik putih isi tonik “S” itu.
Yawes, di trial dulu 1 bulan, nek ada perubahan ya lanjutin nah ”
“ Wess, Siap mba..”
Aku langsung siap keramas, cobain tonik baru, baunya? Ya Allah.. Baunya Naudzubillah.. tengik sangadh!! wah..wah.. alamat rambutku tambah rontok kie.. Hikzz..

1 bulan Kemudian-
Aku tergopoh-gopoh masuk kosan.
“Mba, ada Jogja IBF nah.. Kesana yuk?! Aku belom pernah kesanaee.. Liat-liat aja.” kataku sambil ngerayu mbak ku..
“ Husshh.. ya nanti, Izzazul lagi tidur tu nah. Nanti aja kalo mereka uda bangun.”
“ Ukkai mba.. Seepp..”
Aku berkaca lagi, melepas jilbabku yang cekak bin kecil dan ku gantungkan lagi dibalik pintu kamar. Kupandangi kaca itu, kulihat semkain tipisnya rambutku, mulai terlihat kulit kepalaku. Aku bergumam “weiikkzz.. ternyata ngga bekerja ee toniknya. ” kupandangi tonik bermerek “S” di meja riasku. Kupalingkan wajahku ke arah tempat tidur, 5 menit kemudian aku telah jatuh ke alam mimpi di pulau kasur yang hangat dan empuk.

Kupatut-patut lagi diriku di depan kaca. Rambutku indah terurai, lebat dan sehat. Kupandangi lagi. Lagi dan lagi, Alhamdulillah, ternyata toniknya cepet banget reaksinya, pikirku. Kusisir terus rambutku, dan terus kusisir, kupandangi, kukagumi, akhirnya doaku terjawab rambutku sudah kembali sepertdi dulu. Lebat, hitam, sehat dan Indah. Lamat-lamat kudengar suara lembut memanggilku “Nok, ninok...” aku masih mengagumi rambutku itu. Lama-lama panggilan itu makin keras dan disertai gedoran pintu.
“Nok!! Ninok!! kamu jadi mau ke pameran ngga?! Tu Izzazul uda bangun. Cepetan Mandi!”
Aku terbangun. Astaghfirullah, ternyata semuanya hanya mimpi. Rambut Lebat, indah, sehat dan hitam itu hanyalah mimpi. Hikzz..

Aku langkahkan kakiku ke Graha Bhakti Wanitatama. Saat itu waktu menunjukkan pukul 18.30 sambil ngegendong Izzul, aku masuk ke arena pameran buku. Dateng-dateng, aku cukup pusing dibuatnya. Banyak orang yang lalu lalang di depanku. Untuk ukuran aku yang jarang datang ke tempat-tempat ramai kayak gini, cukup pusing juga ngeliat segitu banyak orang di satu tempat. Tapi, ya maklum lah, event gede kayak gini jarang-jarang ada soalnya. Izzul udah mulai ribut. Dia pengan jalan sendiri. Huua.. aku langsung dengan sigap ngegendong izzul, aku ngga mau nanti ada pengumuman anak hilang di pameran gara-gara jalan-jalan sendiri sedangkan tantenya enak-enakan hunting buku. Hehehe..

Seperti biasanya, kalo misalnya pas ada acara kayak gini selalu ada pembagian tugas antara kau dan kakaku. Pertama, dia yang ngebawa izza sedangkan aku yang ngebawa Izzul. Nanati kita ketemu di food court. Uda biasa juga kalo pas ada acara kayak gini aku sering disangka jadi ummi-nya izzul (hello.. aku masi 19 tahun -saat itu- ya..). Tapi aku mah cuek aja, ya.. nyicil buat jadi ummi yang baik. Hehehehe... :)

Pertama-tama, kami (aku dan Izzul.red) jalan-jalan ke stand buku-buku anak. Biarin lah, dia muas-muasin dulu ngeliad buku-buku anak-anak. Baru nanti aku pembalasan ngebawa dia ke tempat buku-buku orang gede(dengan tampang antagonis). Hahaha...

Setelah puas di stand buku anak-anak dan izzul suda mulai capek dan rewel pengen minta gendong, akhirnya q gendong lah dia dan ngga sampe 5 menit dia udah tidur pulas di pundakku. Okay nie! Thats your time to walking arround in expo center. Haha..
Stand-stand yang ditawarin cukup banyak ternyata. Pilihan buku yang banyak bin murah bikin aku gelap mata. Kalo misalnya ngga nyadar kalo sebulan aku cuma dikasi jatah 300-rebu perbulan, pengen dah semua buku disana aku beli. Hehe :). Akhirnya aku sampe di salah satu stand buku yang lumayan gede. Kalo dilihat dari judulnya namanya “PRO-U Media”. Cukup banyak buku yang ditawarin. Diskon gede-gedean pula. Jadi ngiler ngeliatnya. Hikzz.. Makjegagik!! mataku tertuju pada buku yang sampulnya Subhanallah!! cantik sekali wanita itu. Dengan jilbab terjuntai dan wajah yang cantik jua. Kuraih buku itu. Judulnya cukup menarik “Makin Sehat Dengan Berjilbab” karya MH. Hanun Siregar. Kalo dipikir-pikir, kok sama ya kasusnya sama kayak aku? Uda berbulan-bulan ini aku bermasalah dengan jilbab dan rambut rontokku ini. Hikzz..

Sayangnya, buku yang aku pegang itu ngga bisa aku buka, soalnya masih ada plastiknya. Dan ngga mungkin juga kan nekat aku buka? Nanti malah dimarahin sama yang punya stand. Hikz.. setelah menimbang-nimbang beberapa lama, dan untung aja aku bawa duit dan untungnya lagi bukunya juga murah banget -cuma 17 rebu.red- langsung dah aku bawa ke kasir buat dibayar. Mantab!! kataku dalam hati. Eh.. pas lagi liat-liat buku yang lainnya sambil nunggu duit kembalian, tiba-tiba mas-nya nyeletuk
“mba, anaknya lucu!! umurnya berapa mba?!”, aku langsung mengernyitkan dahi, dalam hatiku “*^$@@#&^!!”
“wah.. ini bukan anak saya mas. Ini ponakan saya. ” kataku sambil senyum (padahal dalam hati mangkel-e pool.red)
“oh.. Afwan mba, saya kira anaknya, abis mirip.. adeknya Ganteng bin lucu soalnya ” kata mas-nya. Dalam hatiku, “Ya iya lah ganteng mas.. Lha wong tantenya aja cantik bin imut gini(narsis mode-on).”

Sampe kosan, Capek!! mbak ku juga uda capek jua. Izzazul juga uda tidur dimotor tadi, kasian sangadh mereka kena angin malam. Hikzz.. tapi tak apa lah. Sampe kosan, aku laporan sama mbak ku kalo aku beli buku “Makin Sehat Dengan Berjilbab” karangan MH. Hanun Siregar. Ini sedikit cuplikan dialogku dengan mba ani.
Nie : (muka innocent) Mba, aku habis beli buku ini nah. Judulnya Cantik dan Sehat dengan Berjilbab. Kayake pas e sama problemku sebulan ini. Katanya ada ramuan biar ngga rontok-rontok lagi katanya.
Mba Ani : (muka bijak) yawes, dibaca dulu bukunya, dipahami, dicermati dan diterapkan. Pasti ada manfaatnya kan kamu beli buku itu?
Nie : (Muka Ngantuk) Iyo mba, ni besok tak baca e.. sekarang wes ngantuk e mba. Wes.. tak tidur sek ya..
Mba Ani : Yoh.. Gek tidur nah. Jangan lupa mutaba'ah yaumiyahnya di tulis, agenda buat besok di tulis juga. Pas subuh di kasi ke mba ya. Trus, jangan lupa besok bangunin anak kos buat shalat subuh.
Nie: Siiapp 86!!

Besoknya...
Tokk..tokk.. “Mba!! Mba Ani!” aku memanggil mba ani dari balik pintu.
“Opo nok?! Jangan kenceng-kenceng, Izzazul lagi tidur.” ,katanya dari dalam kamar “wes, masuk nah.”
aku langsung masuk ke kamarnya, izzazul lagi pules tidur, mba ani lagi nge-rekap catetan pulsa-nya. Langsung dah aku nge-jogrok dikamar sambil nunjukin buku “Makin Sehat dengan Berjilbab”.
“aku uda tau mba, kesalahanku tu apa. Ternyata polaku yang ngga bagus. Aku harus ganti jilbab. Harus yang longgar, jangan yang kecil-kecil bin sempit. Ciputnya juga kudu diganti kalo uda kotor. Paling ngga 2 hari sekali diganti. Lhe, aku aja ganti ciput tu kadang sebulan sekali baru ganti. Hehehe.. trus juga keramas yang rajin, kalo ada waktu luang paling ngga sebulan dua kali creambath. Hayah.. ternyata mong ngono tok jal..” cerocosku dengan nada menyesal.
“ Lhe, tahu gitu mbok ya langsung dilakuin. Mangkane ojo jorok. Muslimah kok jorok. Wess.. sekarang jilbab-jilbabmu yang kecil-kecil itu di musium-in. Sekarang pake yang gede-gede. Nih, sebagai hadiahnya, tak kasi jilbab yang lumayan lebar. Biar rambutmu tu ngga rontok lagi. Wes ngerti tho?” kata mba ku bijak sambil nyodorin jilbab warna putih, “tu sebenere uda tak beliin dari lama, tapi baru tak kasihin sekarang. Buat belajar dulu pake yang gede-gede”. Aku tersenyum innocent sambil nerima jilbab itu. Cantik!! pas di mukaku. Hehehe

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More