Senin, 20 Desember 2010

Cinta Ditolak, Pena Bertindak

Oleh: Menik Yuni Hartini

Ospek Fakultas Tahun 2007
Pukul 06.30 WIB, ratusan Mahasiswa Baru (Maba) berkumpul di Taman Pancasila. Semua Maba berbaris sesuai gugus masing-masing di taman yang dikelilingi pohon beringin ini. Mereka mengikuti upacara pembukaan OSPEK tahun 2007 dengan tertib.

Setelah mendengarkan sambutan dari Dekan dan Ketua BEM, acara selanjutnya adalah tanya jawab. MC memberi kesempatan kepada para maba (mahasiswa baru) untuk mengajukan pertanyaan seputar dunia kampus. Inilah saat yang tepat untuk bernarsis ria.

“Siapa yang mau bertanya, silakan maju ke depan.” Kata MC.
“Ya, silakan maju.” Katanya lagi. Ada seorang cowok maju ke depan dari gugus paling ujung. Dia memakai topi warna pink, lucu sekali.
“Silakan memperkenalkan diri dulu dek.”
MC menyerahkan mix kepada cowok itu. Ini bukan yang pertama kali ia maju ke depan. Hampir di setiap kesempatan, cowok itu selalu tampil.
“Hidup mahasiswa!” Dia berteriak lantang sambil mengepalkan dan mengangkat tinggi tangannya.
“Hidup mahasiswa!” Serempak ratusan peserta ospek menyambut gemuruh, termasuk aku.
“Hidup Mahasiswa Indonesia!!” Semua peserta ospek tersentak dan tertular energi semangat darinya.
“Hidup Mahasiswa Indonesia!!!” Gemuruh Taman Ki Hajar semakin menggelegar.
“Sudah sudah…cukup. Kita beri applause pada teman kita ini.” MC menepuk pundak cowok itu.
“Siapa namamu dek?” MC terlihat tertarik padanya.
“Nama saya Ali Pasha asal Sumbawa”.

Garis wajahnya memancarkan ketegasan, kepolosan dan semangat yang membara. Aku tersenyum dan memendam kekaguman dalam hati.

Hari-hari kulalui sebagai mahasiswa semester awal. Sering aku berpapasan dengan Ali di kampus. Hatiku berdebar, tapi dia tidak mengenalku. Aku tidak mampu untuk bersikap biasa, selalu salting, khawatir kalau sampai Ali membaca mimik wajahku. Aku hanya mampu memandang dari kejauhan tanpa ada hasrat untuk memiliki. Pernah aku berhadapan sangat dekat seusai shalat di mushola kampus. Kami sama-sama mengambil sepatu. Tapi, dia tidak menatapku lama. Ali segera mengalihkan pandangan. Hatiku semakin yakin padanya.

♥ ♥

Semester Lima Tahun 2010
Aku memiliki sahabat bernama Alya. Kebetulan dia satu organisasi dengan Ali. Suatu hari, dia menyampaikan sebuah kabar.
“Ras, Ali masuk kandidat calon ketua BEM loh.” Alya memberiku sebuah selebaran. Terpampang foto Ali di situ. Di atas foto tertulis The Next President BEM FISE UNY 2010”. Hatiku berdebar membaca tulisan itu.
“Pilih nomor 3 ya, Ali Pasha for President BEM FISE UNY 2010.” Alya yang merupakan tim sukses Ali, berusaha mencari pendukung.
“Jelas! Aku pasti pilih no.3 Al.” Aku yakin Ali akan terpilih.
Dugaanku benar, Ali terpilih menjadi ketua BEM. Dia benar-benar tipe lelaki idaman. Tidak hanya berkarakter dan kharismatik, tapi juga visioner dan berjiwa pemimpin. Pasti bukan hanya aku yang menyukai Ali. Apakah sudah ada perempuan yang mengisi hatinya? Aku yakin belum. Ali pasti menjaga hatinya. Bagaimana kalau ada seorang akhwat cantik jelita dan shalehah menyatakan cinta padanya lalu mereka menikah? Tidaaakkkk…!

Lewat bantuan Alya, aku mengutarakan perasaanku pada Ali dan bersedia menikah dalam waktu dekat. Setelah pertemuan itu, Ali mengatakan bahwa dari segi fisik aku sesuai dengan kriterianya. Ali meminta waktu untuk mengenalku lebih dalam. Beberapa hari kemudian, Ali memberi jawaban bahwa ia belum siap menikah dalam waktu dekat dan memintaku untuk terus memperbaiki diri.

Penolakan ini memberi arti penting dalam sejarah hidupku. Terkadang, seseorang harus “dilempar batu” terlebih dulu agar dapat membuat introspeksi yang mendalam untuk menemukan apa arti dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Aku bertekad harus menjadi orang yang lebih baik. Aku yakinkan diri bahwa aku adalah pemenang karena mampu bangkit kembali setelah jatuh. Mungkin Ali tidak menyadari bahwa setelah mengenalnya, aku menemukan apa yang selama ini menjadi teka-teki hidupku. Aku menemukan pijakan kokoh. Tapi hebatnya, aku tidak tergantung padanya.

Suatu hari di akhir semester lima, aku dan Alya mengikuti bedah buku Zero to Hero karya Solikhin Abu Izzudin di Taman Pancasila. Kami memang memiliki mimpi yang sama, melanjutkan S2 dan menjadi penulis. Buku Zero to Hero adalah salah satu buku yang membuka mata dan jiwaku bahwa setiap manusia memiliki hak untuk sukses, sukses dunia dan akhirat. Hanya saja, maukah kita mengambil kesuksesan itu dengan cara berusaha terlebih dahulu?

Aku menjadi diriku yang baru. Diri yang selalu menantang hidup, tidak gentar, dan terus bertahan. Dan aku melihat jiwa Ali ada dalam jiwaku. Jiwanya yang selama ini hanya bisa kugami, bahkan sempat terfikir aku tidak akan pernah menjadi seperti dia. Aku juga pernah merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Tapi, buku ini meyakinkanku, aku bisa seperti dia. Memang butuh proses untuk setiap perubahan. Tapi, seperti masbuk dalam salat, ikutilah gerakan imam, lalu lengkapi kekurangan rakaatmu. Aku menafsirkan, imam di sini adalah seseorang yang mampu membimbing kita, baik secara lahiriah ataupun batiniah. Dan, imamku adalah…Ali.

Semua terbukti hari itu. Dari beberapa gelintir mahasiswa yang datang, Ali adalah salah satunya. Dan kami berada dalam satu majlis taklim yang sama. Masih ingat, beberapa hari yang lalu aku bercerita dengan Alya tentang mimpi dan melangkah bersama untuk meraihnya. Sampai akhirnya aku mengatakan bahwa ketika aku meresapi isi buku Zero to Hero, aku menemukannya dalam diri Ali.
P
antas saja jika dia begitu berani saat ospek dulu. Pantas juga dia menjadi MC Ospek Fakultas 2008 dan MC Ospek Universitas 2009. Sampai akhirnya dia terpilih menjadi ketua BEM tahun 2010. Belum lagi diterimanya proposal PMW dengan total bantuan Rp 20.000.000,00 dan statusnya sebagai calon mahasiswa berprestasi plus perwakilan mahasiswa untuk study banding ke Australia. Dan aku berjanji, akan meyusulmu Ali….menyusul prestasi-prestasi yang telah kau capai dalam bidang yang aku sukai.

Kini aku tahu apa rahasia di balik kekagumanku padanya. Dan aku tahu bagaimana caranya menjadi seperti dia. Dengan demikian aku tidak perlu terpuruk jika harus melepasnya. Dia telah memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar cinta.

♥ ♥
Finally, I just wanna say…
Namaku Mutiara Aisyah, biasa dipanggil Tiara. Sekarang aku berstatus sebagai mahasiswa semester akhir di Universitas Negeri Yogyakarta. Akhirnya aku berhasil mencetak prestasi. Dengan kekuatan cinta, aku menyelesaikan sebuah novel setebal 187 halaman berjudul “Aku Ingin Menjadi Guru, Sebuah Pencarian Makna Cinta”. Aku juga lolos seleksi Open Recruitment FLP Yogyakarta Angkatan XII. Semoga aku bisa menjadi penulis produktif, amin….

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More