Jumat, 17 Desember 2010

Menemani Gengster

Oleh: Sri Al Hidayati

Membuka file-file lama, jadi ingat tahun 2006 saat masih duduk di bangku kelas dua SMA. Ingat pengalaman nongkrong, yang paling berkesan adalah saat saya bersama teman-teman di FilmMaker Pelajar Bandung yang sekretariatnya berada di Gedung Kayu lantai 3, Salman ITB.

Siang itu secara sengaja Pembina kami merekomendasikan saya yang memang berperan sebagai kru, sekaligus juga koordinator Artistik  untuk menemani teman-teman gengster latihan, untuk proyek film kala itu, film panjang, GUE GAK MAU SALAH JALAN.

Sejenak melihat dandanan saya sungguh bertolak belakang, karena sudah mah saya seorang perempuan, pun memakai jilbab pula! Maka bermunculan lah segudang pertanyaan, mengapa harus saya yang menemani mereka berlaku sebagai gengster, mengapa saya tidak menemani pemain yang lain, dan sebagainya. Namun setiap pertanyaan harus saya telan bulat-bulat karena sudah tak banyak waktu lagi untuk bertanya-tanya. Maka jadi lah saya yang paling cantik diantara mereka semua. Hehehe..

Kami pun langsung hunting lokasi diseputaran Taman Ganesha. Lucu sekali melihat mereka memakai kostum yang asli, gengster banget. Dandanan celana jeans belel, kupluk dan kaos. Memang peranan pemain terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari dan hal itulah yang membuat jadi pikiran bagi saya untuk tidak jadi pemain, maka saya lebih memilih jadi kru. Karena memang tidak pandai acting, juga saya lebih suka di balik layar.

Saat masih mencari-cari lokasi yang tepat, habislah saya, karena semua mata melihat kearah kami! Kekontrasan kami sungguh terlihat. Tapi saya menyambut tatapan heran itu dengan senyuman, toh saya tidak melakukan hal yang salah.

Pepohonan yang masih rindang dan hehijau dedaun yang berserak membuat kami asyik dengan rehearsal, saat istirahat lah mereka memanfaatkan waktu duduk-duduk di tangga-tangga taman itu sambil memakan cemilan kacang garuda, merokok dan mengamati orang-orang yang lewat, beraktivitas tentu.

Saya masih mengamati mereka dengan gelengan kepala, sementara mereka enjoy benar mengamati orang yang lewat untuk beraktivitas. Saat mereka bertingkah, bersiul-siul ketika para perempuan lewat, membuat perempuan-perempuan itu sedikit kikuk, ada yang cepat-cepat berjalan, ada yang memandang tak suka, ada yang diam dan kebanyakan dari mereka terlihat risih. Saya nyengir.

Pasti mereka pikir itu gengster asli, padahal mereka hanya sedang mendalami peran saja, setelah proyek ini selesai toh mereka akan kembali pada mereka yang semula. Saya yakin seiring waktu,  mereka akan kembali kepada kepribadiannya masing-masing. Meski ada juga yang bilang, peran akan  melekat pada kehidupan pemainnya. Toh itu adalah pilihan masing-masing mereka, yang telah mengetahui baik dan buruk dan sudah cukup dewasa kala itu.

Masih juga bertingkah, mereka tertawa-tawa melihat perempuan berlari ketakutan. Dalam hati tentu saya merasa kasihan betul pada mereka yang jadi obyek heureuy. Segumam rasa syukur karena mereka benar-benar menghormati orang-orang seperti saya, karena mungkin mereka juga malu sendiri kalau mengganggu orang-orang seperti saya yang memakai jilbab.

Lantas terbersit dalam benak saya, kalau begitu benar sekali Allah memerintahkan perempuan memakai jilbab, toh itu untuk kebaikan bagi mereka yang mengenakannya. Selain aman juga dalam hal ini, dihormati. Lantas untuk apa mereka menunda mengenakannya?

Beberapa waktu yang lalu salah satu teman saya bertanya, “Kenapa ya kalau berkerudung besar itu melihat kerudung kecil seperti yang menganggap sebelah mata?”

”OH YA? JUTEK kali ya, maksudnya?” Saya mengernyitkan dahi.

Mungkin ini harus jadi cerminan bagi perempuan manapun. Sebenarnya disini terjadi kesalahpahaman (mungkin). Apa karena terjadi sesuatu yang bernama ”buruk sangka?”

Perdebatan antara kerudung besar dan kerudung kecil tak tertahankan. Antara sudah mengetahuinya konsep kerudung yang ahsan itu yang menutupi aurat dan tidak transparan, tapi belum berani untuk mencobanya. Padahal ia mengakui sendiri bahwa dengan kerudung yang menutupi dada, katanya rasanya lebih aman. Nah, kan sudah benar, segala ketentuan Allah bila kita patuhi, akan terasa manfaatnya.

Seperti dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram. Sudahkah terasa? Diantara hiruk pikuknya orang-orang yang stress, bahkan masuk rumah sakit jiwa. Apa yang tidak dipunyainya? Ketenangan.... Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.

Kalau sudah menyerahkan segala sesuatunya pada Allah, insya Allah sebenarnya akan terasa lebih tenang dalam menjalani hidup. Begitupun dengan memakai kerudung, kalau sudah tahu dengan memakai kerudung yang menutup aurat bisa tidak membentuk tubuh, membuat lebih nyaman, ya... so what? Tunggu apa lagi ukhti? Kadang-kadang yang membuat ragu untuk memakai kerudung karena takut dipandang orang terlalu eksklusif dan malu karena belum punya banyak amalan, lantas harus berkerudung menutup aurat? Mungkin ada yang berpikir itu terlalu berat.

Meski sebenarnya kerudung adalah jawaban atas pertanyaan untuk satu langkah mendekat kepada Allah. Insya Allah menjadi pembentengan dari berlaku maksiat atau hal-hal yang dekat kepada mudharat.

Besar atau kecilnya kerudung tentu tidak bisa menjamin ketakwaan seseorang. Semakin besar kerudungnya berarti semakin sholehah. Belum tentu. Karena kerudung yang dipakai itu pilihan dan merupakan selera, ketetapan hati-nya dikuatkan dengan tuntunan yang Allah tunjukkan dalam kalam-Nya yang membuat kita selalu ingin menjadi lebih baik dan mengurangi segala kemudharatan.

Pada dasarnya semua itu kembali pada pribadi masing-masing. Bahwa pribadi setiap muslim mencerminkan muslim yang lain, maka berfastabiqul khairat dan teruslah berpikir positif. Karena orang yang memakai kerudung atau manusia di dunia ini tetaplah seorang manusia, terkadang tidak bisa selalu tersenyum, terkadang ada cemberutnya, maka tak kan ada yang sempurna.

Sebab pikiran punya jalannya masing-masing
Maka terkadang mereka bertemu atau berpapasan
Sesekali bersilangan, berhimpitan, bahkan bertabrakan
Syukurlah kita punya ruh-ruh, yang diakrabkan dengan iman
(Dalam Dekapan Ukhuwah, Salim A. Fillah)

Cek dan ricek mungkin yang belum dibudayakan sekarang ini, sehingga sampai punya firasat-firasat sendiri tanpa pernah tahu untuk mentabayunkannya. Padahal dengan hal tersebut dapat membuat kita lebih merasa dekat karena bumbu konflik. Memakai kerudung bukan sepenuhnya menjadi orang-orang langit, tentu kita semua belajar terus dan terus menjadi lebih baik lagi. Berlindung kepada Allah Swt mudah-mudahan akan semakin baik dalam amal dan ilmu. Insya Allah.  

*
Bunyi alarm di handphone berbunyi, menandakan istirahat telah usai. Waktunya untuk latihan kembali. Saya pun bergerak dan mengkondisikan mereka kembali.
November 2010

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More