This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 31 Desember 2010

Impian Seorang Penulis


Oleh: Lely Noormindhawati

Akhirnya aku merasa lelah juga. Kuhitung sudah kali ke lima naskah novelku ditolak penerbit. Sebagai penulis pemula, aku memang harus siap dengan konsekuensi ini. Meskipun demikian, aku terus berusaha menggelorakan energi positifku. Aku harus tetap semangat dan tidak boleh menyerah begitu saja. Untuk sementara waktu, kuendapkan dulu kejumudan pikiranku. Biarlah draft naskah novel yang kuberi judul “Ijinkan Aku Menjadi Perempuan” itu tersimpan dalam memori hard disk-ku. Aku yakin kelak masterpiece-ku tersebut, pada saatnya nanti dengan ijin-Nya, pasti akan naik cetak juga.

Aku tersenyum. Kegundahanku untuk sementara teredam juga. Berselancar di dunia maya terkadang memang menjadi obat jitu saat kegagalan mulai menguji kesabaran diri. Kujelajahi setiap jengkal ruangan di google, mencari referensi tentang penerbit, para penulis profesional, novel-novel best seller, dan segala pernik-perniknya. Aku mulai mengkajinya satu per satu. Hingga tiba pada ujung kesimpulan, aku memang perlu rehat sejenak untuk memulihkan konsentrasi. Jika pikiranku kembali  fresh, itulah saat yang tepat untukku berjibaku lagi merevisi draft naskah novel “Ijinkan Aku Menjadi Perempuan”. Tetap dengan harapan tersemat, suatu saat kesuksesan akan berpindah dalam genggamanku. Bulan di langit akan jatuh ke pelukanku dan kerlip bintangnya akan menyinari hatiku. Demikianlah mimpiku, asaku, yang terus berkelebat di setiap lorong jiwaku, memenuhi setiap hembusan nafasku, dan mengaliri seluruh pembuluh darahku.

Hingga suatu hari, seorang teman memberiku sebuah buku yang judulnya cukup menggelitik, “From Zero to Hero”, karya Solihin Abu Izuddin diterbitkan Pro-U Media Yogyakarta. Sebelumnya aku memang pernah mendengar judul buku tersebut tetapi baru kali ini berhadapan langsung dengan bukunya. Tanpa mengulur waktu, aku langsung saja membaca isinya lembar demi lembar.

Penulis mengemas kata di setiap jengkal tulisannya dengan menarik dan penuh ruh motivasi. Bahwa seseorang harus memandang hidup ini dengan positif dan memiliki motivasi yang benar dan besar di dalam kehidupan. Buku ini juga menuntun seseorang agar memiliki cita-cita besar dengan melejitkan setiap sifat positif dan mengikis habis setiap sifat negatif untuk kemudian diwujudkan ke dalam sebuah prestasi sejati. Agar setiap orang tidak lagi menyia-nyiakan momentum dan kesempatan, memenejemen waktu sebaik mungkin, siap berpikir dan bekerja keras untuk mengembangkan potensi dirinya, tidak kenal menyerah ketika gagal bahkan siap menyusun rancangan hidup untuk melahirkan prestasi-prestasi luar biasa. Buku ini menghadirkan energi bagi seseorang untuk mengubah hidupnya yang biasa menjadi luar biasa!

Membaca buku tersebut seakan mampu menuangkan mimpiku ke dalam kenyataan. Inilah saatnya bagiku untuk bangkit melejitkan potensiku menulis untuk melahirkan prestasi luar biasa. Bahwa kelak setiap goresan penaku akan terukir indah dalam tinta emas kehidupan dan menebarkan petuah-petuah bijak dalam setiap kesempatan. Kelak tulisanku seakan memiliki ruh yang mampu mempengaruhi setiap pembacanya untuk menciptakan amal-amal yang mulia di sisi-Nya.

Aku tersadar, inilah saatnya mengaplikasikan isi buku tersebut dalam kenyataan. Tidak sekedar mabuk dalam khayalan, berimajinasi tentang hal-hal yang indah tanpa berbuat amal apapun untuk merealisasikannya. Saatnya aku berjuang mewujudkan impianku ke dalam kenyataan!

Aku mulai rajin membuka kembali file naskahku. Mencoba mengkajinya lagi dan berusaha memberikan penilaian secara obyektif berdasarkan penilaian dari beberapa penerbit yang menolak menerbitkan naskah tersebut. Aku mulai merevisi dan memperbaiki isinya. Bismillah, semoga bisa lebih baik lagi. Itulah komitmenku!

Setelah melakukan beberapa kali revisi, baik isi maupun ejaannya, aku kembali memberanikan diri mengirimkannya ke penerbit. Aku memang sudah lama hunting nama-nama penerbit yang menerbitkan naskah fiksi maupun non fiksi. Jadi tak perlu bingung mau melempar naskah tersebut ke mana karena stok data base penerbit yang kumiliki masih cukup banyak.

Walhasil sebuah kejutan luar biasa kuterima sekitar dua bulan kemudian. Surprise bagiku, Bapak Kafi Kurnia dari PT. Andal Krida Nusantara (AKOER) sendiri yang mengirim email kepadaku bahwa beliau tertarik menerbitkan naskah novelku. Quick respon, aku langsung me-reply-nya dengan hati berbunga-bunga.

Alhamdulillah, Ya Allah, Engkau mengabulkan doa-doaku selama ini …” Rasa haru tiada terperi membuncah di dada. Novel perdanaku akhirnya diterima juga oleh salah satu penerbit ternama di tanah air. Tidak sia-sia penantianku dan kerja kerasku selama hampir setahun terakhir. Diam-diam harapan dan impian baru yang lain menelusup ke dadaku. Aku bermimpi kelak novelku bisa menjadi best seller. Meskipun aku penulis pemula, tidak ada salahnya aku menyematkan cita-cita kelak bisa memiliki reputasi sebagaimana Habiburrahman El-Shirazy ataupun Andrea Hirata. Jika Andrea Hirata seorang pendatang baru bisa, aku pun pasti bisa! Meskipun ada jeda waktu untuk berproses, bukankah ini momentum dan kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin? Entah proses tersebut lama ataupun sebentar, yang terpenting kita sudah berikhtiar seoptimal mungkin. Karena proses inilah yang dinilai Allah. Sedangkan hasil biarlah Allah yang menentukan karena itu memang hak prerogatif-Nya yang tidak bisa diganggu gugat oleh makhluk-Nya.

Sambil menunggu naskahku dalam proses penerbitan, aku pun mulai aktif menulis lagi. Kali ini aku membulatkan tekad mencoret kata “putus asa” dari dalam kamus hidupku. Aku harus komitmen selalu meluangkan waktu untuk menulis dan menulis, kapan pun dan dimana pun. Ada banyak bahan yang bisa dituangkan ke dalam tulisan jika kita mampu menggali inspirasi dari alam, mendengar dan melihat dengan seksama setiap sudut dunia, belajar di kelas-kelas kehidupan tanpa kenal lelah dan putus asa serta menghadapi segala sesuatu dengan bijak.

Akhirnya selang empat bulan setelah naskah novel perdanaku diterima, naskah novel keduaku pun lolos seleksi, diterima oleh penerbit PT. Masmedia Buana Pustaka.  Allah memang tak pernah menyia-nyiakan setiap jengkal usaha dan kerja keras hamba-Nya yang ikhlas dan tak kenal menyerah. Hingga pintu-pintu kemudahan pun akan Dia bukakan jika kita fokus dan bersungguh-sungguh terhadap suatu urusan. “Karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan” (Terjemah QS. Alam Nasyrah:5-6).

Impianku menjadi penulis novel best seller semakin menggelora. Tak hanya itu saja, aku juga menyemaikan satu cita-cita kelak novel-novelku bisa difilmkan. Meskipun untuk saat ini semuanya baru sekedar mimpi, tapi sebuah kesuksesan itu bukankah diawali dari keberanian seseorang untuk bermimpi? Dan aku siap berjuang untuk mengubah mimpi-mimpi tersebut menjadi kenyataan.

Ketika Surat Cinta dari-Nya Berbicara


Oleh: Abidah Assolihat

Terinspirasi dari cerita saudaraku yang pada tahun 2010 ini menggenapkan separuh diennya… semua nama saya samarkan, namun semua cerita ini kejadian nyata dengan diceritakan kembali dengan gaya bahasa saya sndiri.

Dahulu aku telah menjalin hubungan 4 tahun dengan seorang pria yang menurutku sangat luar biasa, bukan hanya wajahnya yang memiliki wajah rupawan, namun terlebih hatinya yang sangat menawan. aku sangat bersyukur Allah mempertemukanku di Universitas yang banyak didambakan oleh anak muda Indonesia,, yah.. ditempat kuliahku ini.

Seorang laki-laki yang tanggung jawab dan pekerja keras yang senantiasa menemani hari-hari kuliahku semenjak semester pertama kuliah. Kesabaran dan keuletannya membuat dia telah menjadi “seseorang” diusianya yang cukup muda. Dia yang berbeda dari sosok biasanya. Dia yang telah mampu membiayai kuliahnya sendiri dengan uang hasil kerja kerasnya, padahal dia adalah salah satu anak pejabat disuatu daerah namun dia tak mau menjadi seorang anak manja yang hanya mengadahkan tangan untuk meminta uang pada orang tuanya.. Dia yang selalu menjadi ketua dibeberapa kegiatan. Aku merasa benar2 menjadi orang yang beruntung disaat yang lain mendambanya, namun hatinya hanyalah untukku.

Namun hingga suatu ketika di akhir masa kuliahku, aku mulai mengetahui bahwa dia ada “main” dengan salah satu temanku. Akh… pupus sudah semua kepercayaan dan mimpi yang ku bangun selama 4 tahun lamanya. Semua terasa menjadi sangat sia-sia, waktu 4 tahun yang aku coba rajut dengannya kandas sudah. Semenjak itu aku menutup diri dari kumbang-kumbang  yang ingin mendekatiku.

Selang satu tahun kemudian, dengan goresan hati yang belum terobati, datanglah kembali seorang sosok laki-laki yang ternyata dia sahabatku, yang telah lama menyimpan “rasa” itu untukku, yang  ternyata tak jauh berbeda dengan masa laluku. Sesosok pria dewasa, yang bukan hanya wajahnya yang tampan, namun hatinya memang menawan karena itu juga aku mampu bersahabat dengannya 5 tahun lamanya. Hati manusia siapa yang bisa menduga, sungguh…

Setelah dia menyatakan isi hatinya akhirnya aku memberi kesempatan untuknya mengisi hatiku dan berharap mampu mengobati lukaku. Tak terasa hampir 2 tahun aku menghabiskan waktu dengannya, walau dengan jarak jauh kami masih bisa menjaga hubungan ini. Karena kami telah sama-sama lulus kuliah dan kini aku menjadi dosen disalah satu universitas, dia bekerja di Jakarta. aku benar-benar  salut dengan prestasi yang telah dia raih dengan usia yang masih sangat muda. Relasinya para petinggi Negara bahkan menteri-menteri, orang-orang yang memiliki peran penting di Negara ini. Seorang laki-laki cerdas dan bertanggung jawab serta pekerja keras. Lagi-lagi  perasaan itu kembali datang, aku benar-benar bersyukur merasa menjadi wanita yang paling beruntung bisa mengenal sosoknya.

Dengan usiaku yang terus saja bertambah orang tuaku mulai mengkhawatirkan keadaanku. Walau kini aku telah menjadi dosen, tapi itu belumlah cukup karena aku membutuhkan pendamping hidup yang akan menemani sisa hidupku. Dan pada saat yang sama ketika aku bertanya padanya dia menyatakan belum siap, butuh waktu 2 tahun lagi untuk membingkai cinta kami dalam sebuah pernikahan. Dengan adanya hal tersebut perasaanku menjadi tak menentu. Benar saja orang tuaku mengingkan aku memutuskan ikatan cinta yang telah aku bangun dengannya. Karena usiaku yang terus saja bertambah namun belum ada kejelasan dan kepastian darinya, sedangkan orang tuaku mengingkan tahun ini. Kini aku benar-benar memasrahkan diri pada Yang Maha Kuasa.

Kini aku berbeda menghadapi masalah ini, waktu yang ada aku isi dengan lebih mendekatkan diri padaNYA. aku hanya percaya Dia takan pernah mendzalimi seorang hambaNYA. Pasti ada rahasia lain yang ingin Dia berikan untukku. Beberapa bulan ini aku semakin khusyuk untuk terus mendekatkan diri padaNYA, pada malam dan pagi haripun aku bercengkrama denganNYA. Meminta petunjuk akan masa depanku.

Pagi itu aku dan keluargaku melakukan jalan pagi mengelilingi alun2 di kotaku. aku sangat bersyukur dengan orang tuaku, kehangatan yang selalu terjalin diantara kami dan adikku. Di tengah perjalanan, ada seseorang yang menyapa ayahku yang ternyata itu adalah saudara jauh ayahku. Pada saat itu teman ayahku menanyakan kabarku dan akhirnya ayah berpisah dengan kami melanjutkan perjalanan dengan temannya.

Sesampainya di rumah, ayahku berkata bahwa aku akan dijodohkan dengan anak teman ayahku. YA Allah…. Apalagi ini,, aku dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tak aku kenal sama sekali sosoknya, yang aku kenal saja kandas… namun aku benar-benar pasrah. Dan beberapa bulan lagi akan kembali kesini. Karena dia telah bekerja di pulau seberang. Akhirnya aku berkomunikasi dengannya melalui kecanggihan tekhnologi. Pada saat aku melihat fotonya, penilaianku hanya sebatas wajahnya yang tampan tak lebih.

Selang satu bulan lebih setelah aku berkomunikasi melalui komunikasi tak langsung, tibalah waktunya aku bertemu dengannya. Aku dan dia berjanji akan melakukan kopi darat. Ketika pertama kali kami bertemu… dia adalah seorang laki2 yang sangat “dingin” dan sangat pendiam. Jauh dari diriku yang kata orang lain selalu ceria. Setiap pembicaraan selalu aku yang memulai. Dia hanya menunduk dan berbicara seperlunya. Oh Tuhan… aku benar-benar tak tau lagi harus berbuat seperti apa. Pada saat itu, aku masih mengharapkan dia yang di Jakarta sana. Sesampainya dirumah aku hanya menangis. Pertemuan pertama yang sangat tidak berkesan.

Setelah pertemuan itu, aku benar2 dilema. Akhirnya aku isi hari-hariku menjadi lebih dekat dengan Tuhanku. Aku  mencoba beberapa kali shalat istikarah meminta petunjuk akan masa depanku. Namun yang membuat aku heran, orang tuaku dan orang tuanya bahkan telah merencanakan tanggal pertunangan. Ya Rabbi… aku tak tau harus berbuat apa. Pikirku pada saat itu hanya satu “Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anak-anaknya.” Akhirnya aku ikuti apa kemauan orang tuaku. Dalam benaku, aku harus berusaha mencintai seseorang yang jauh dari apa yang aku  harapkan. Apa jadinya rumah tanggaku kelak tanpa ada landasan cinta. Namun hingga detik ini aku telah istikarah namun mengapa semua terasa sangat mudah dan begitu lancar untuk terus lanjut melangkahkan kaki menuju gerbang pernikahan dengan orang asing yang tiba-tiba datang dalam kehidupanku

Akhirnya, hari yang sangat tak aku nantikan tiba juga. Hari pertunanganku dengannya. Malam itu semua keluargaku berkumpul mereka banyak tak menduga siapa calon pendamping hidupku kelak, seharusnya yang lebih tak menyangka itu aku, dengan serangkaian peristiwa yang telah ku jalani. Komentar mereka begitu beruntungnya aku karena mendapatkan seorang laki-laki yang berwajah tampan. Aku akui dia memang tampan dan memiliki fisik yang sangat menarik, kulit yang bersih, tapi bukan itu yang ku cari. Aku lebih melihat hati dan iman yang ada didalam dadanya. Setelah malam pertunangan itu aku hanya menangis. Aku tak tau seperti apa masa depanku kelak, menjalani hari tanpa cinta bersama orang asing yang tak kucintai sama sekali. Malam itu juga aku kembali mengadu pada Tuhanku. aku yakin Dia dapat dengan mudah membolak balikan hati seorang hambaNYA. Apabila dia ditakdirkan memang untukku maka izinkan hati ini untuk mencintainya, walau dengan waktu singkat.

Pada pagi harinya, aku memiliki kesempatan untuk mengenal keluarganya lebih dekat dan juga untuk mengenal sosoknya. Pikirku ini akan menjadi hari terburuk sepanjang hari. Namun akhirnya aku jalani. Ketika aku berkumpul dengan keluarganya, mereka begitu hangat menyambut kedatanganku dan juga dirinya yang menyambut hangat diriku. Sungguh jauh dan sangat berbeda ketika pertama kali aku bertemu dengannya. Ternyata dia benar-benar hangat dengan keluarga dan keponakannya, bagaimana dia bercanda dan senyum yang selalu menghiasi wajahnya. Seharian perjalanan sungguh terasa sangat cepat, benar-benar berbeda dari bayangan dan segala ketakutan yang menghantui diriku. Pada hari itu juga aku benarbenar merasa nyaman dengannya. Dia yang tak pendiam dan mampu mencairkan segala suasana .

Ternyata dia sosok pemalu dan benar-benar menjaga pergaulan dengan wanita. Semakin mengenal sosoknya semakin bertambah rasa syukurku dan rasa cintaku padanya. Bagaimana tidak, aku dan dia ternyata memiliki Backround yang sama, mulai dari TK hingga Universitas. Hanya kami tak pernah bertemu karena umur yang cukup berbeda jauh. Dia ternyata lulusan terbaik di Universitasku, untuk menjadi yang terbaik dikampusku tentu saja sangat susah karena Kampusku tempat berkumpulnya orang-orang pintar di negeri ini, karena untuk bisa masuknya saja aku sendiri membutuhkan perjuangan. Selain itu sosoknya yang dewasa membuatku benar-benar nyaman dengannya. Bukan hanya rupanya yang indah, dia juga seorang laki-laki yang cerdas, penyabar, bertanggung jawab, pekerja keras,berjiwa pemimpin dan penyayang. Dan dia yang sangat berbeda dari masa laluku, pengetahuan agamanya yang sangat luas. Selain itu kemapanan hidup telah dia miliki. Allah….. SUNGGUH INDAH RENCANAMU, Allah sangat memberi lebih dari apa yang aku pinta ^_^

Hanya dengan terus berprasangka baik pada Allah dan kedua orang tuaku aku mendapatkan kado terindah dalam hidupku, seorang pendamping hidup yang benar-benar Allah ramu dengan segala kebaikan dan kelebihannya, dan Aku siap untuk menerima segala kekurangannyapun karena akan diisi dengan kelebihanku. Dan kini… aku sungguh tak sabar untuk menunggu waktu 1 bulan ini untuk meresmikan ikatan cinta kami, untuk menyempurnakan separuh agama dan hidupku ^_^.

Benarlah kata pepatah “Kalo jodoh tak akan kemana”
Semoga cerita di atas menginspirasi kita semua.
Kita tentunya sering kali mendengar “Kalo Jodoh tak akan kemana”.

Teringat kembali salah satu buku Pro U Media, Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikah Karangan Salim A Fillah . Ada kalimat yang cukup mengena ''Kita melihat betapa mudahnya proses yang dilalui menuju pernikahan antara dua insan dikomunitas iman. Inilah Komunitas yang menjadikan iman sebagai kualifikasi keanggotaan. Jamaah muslim pertama di bawah kepemimpinan Rasululllah SAW dan dilanjutkan para Khulafaur Rasyidun adalah gambaran nyata tentang komunitas iman tersebut. Anda sudah lihat kan bagaimana mudahnya proses tersebut karena dimudahkan oleh Allah.'' (Buku NPSP hal: 145)

Ada orang yang 7 tahun pacaran, namun kandas juga dan menikah denga orang lain yang hanya bertemu 3 bulan. Ada juga tanpa pacaran, hanya lewat ta’aruf mereka menikah dan langgeng sampai kakek nenek. Seperti nenek moyang kita Nabi Adam dan Siti Hawa yang dipisahkan selama 300tahun lamanya akhirnya bertemu kembali. Dan masih banyak contoh lainnya.

Kuantitas terkadang tak sebanding lurus dengan kualitas. Lamanya waktu untuk menjalin suatu hubungan tak menjamin dialah yang PASTI akan mendampingi hidup kita. kalo dengan cara yang kurang baik saja, Allah berikan yang terbaik, apalgi kalo dengan cara yang lebih baik.

Pacaran juga bisa menjadi kutukan. Semakin banyak bekas pacar, semakin banyak kemungkinan membanding-bandingkan.
Semakin banyak bekas pacar, semakin banyak yang harus ditekan.
Teori ini menjelaskan observasi anekdotal bahwa pasangan jaman dulu lebih banyak yang langgeng padahal mereka di jodohkan. Jawabannya mungkin karena mereka tidak atau sedikit pacaran, sehingga mereka tidak memiliki referensi pembanding yang bisa membingungkan.semakin banyak mencari, semakin tidak menemukan yang dicari.

Terkadang Kita terlalu mengkhawatirkan dengan apa yang belum terjadi, terlalu banyak kebimbangan yang mewarnai perjalanan hidup kita, sehingga solusinya kita meminta petunjuk pada Sang Pengatur kehidupan, maka dari itu dalam Islam ada shalat Istikarah. Biar surat cinta Sang Pemilik Cinta yang akan mempertemukan dan memberi jalan bagi kita untuk bertemu Sang Belahan Jiwa kita, kelak diwaktu yang tepat yang telah ditentukan olehNYA. Yakinlah akan segala janjiNYA

Mungkin kita pernah berbuat khilaf dimasa lalu, dengan segala dosa yang telah kita perbuat namun yakinlah Ampunan Allah lebih luas daripada kesalahan-kesalahan yang kita buat, karena sifatNYA Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Di dalam Islampun terdapat shalat tasbih, dimana salah satu faedahnya adalah untuk menggugurkan dosa-dosa kita.

Maha Indah Allah dengan segala keindahanNYA. Allahlah yang paling menyayangi kita melebihi siapapun, sehingga Dia pasti selalu memberi yang terbaik bagi setiap yang disayangiNYA. YAKINLAH akan hal itu…

Seperti Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, mereka sasling jatuh cinta SEBELUM mereka menikah. Namun mereka mampu '' menyimpan rasa itu '' sampai pada waktu dimana mereka boleh mengetahuinya satu sma lain dan sampai-sampai setan saja tidak bisa mencari celah untuk menunggai rasa itu. Semua yang belum terjadi masih menjadi misteri,,, tak mampu akal manusia menjangkaunya. Namun semoga setiap misteri-misteri kehidupan adalah KADO terindah dari Allah untuk kita. Amien YA Rabbal'alamin.

(Alhamdulillah… bisa belajar dari pengalaman orang lain ^_^ )

Suka Duka SMA


Oleh: Khusnul Khotimah

Suatu hari jalan-jalan ke pameran buku sama temen-temen rohis. E.... ketemu buku “100% DAKWAH KEREN!”, yang ditulis oleh Sofwan Al Banna.  Langsung lahap sapai habis. Jadi,”SIAP TEMPUR LAGI!!! LANJUTKAN.....”

Ketika dulu membaca buku ini aku dalam keadaan ‘menjadi orang yang merasa jenuh kehilangan orientasi dalam dakwah’, (cocok sama sasaran pembaca dalam buku ini). Jenuh karena saking banyaknya masalah yang terjadi. waktu itu di ROHIS SMA 7 Purworejo dan KARISMA(Keluarga Rohis SMA/SMK/MA se-Purworejo) sedang banyak-banyaknya kegiatan dan juga masalah. Sampai-sampai ada seorang alumni yg bilang “aku nggak mau lihat de Khusnul nangis lagi,”(ketahuan cengengnya nih!he....). karena setiap ada masalah aku pasti curhat sama alumni & nangis. Mereka selalu bilang, ”ini proses tarbiyah untukmu dek!” tanpa memberikan solusi. Hmmm... dongkol juga sebenarnya digituin. Tapi sekarang dah bisa ambil hikmah dari ucapan itu. Sunguh luar biasa memang, menjadikan aku lebih bisa bersikap dewasa dan tanggung jawab.

Banyak banget pelajaran yang dapat aku ambil dari buki ini, beberapa diantaranya yang akan aku ceritakan berikut ini.

A.    Tentang Dakwah Fardiyah(DF).
Kata temen-temenku di rohis dulu, aku orangnya nggak bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Sosok yang ditakuti, serius dan tak kenal kompromi. Aku akui, memang begitulah aku.

Setelah aku baca buku ini, aku jadi tau, betapa pentingnya DF untuk mengajak orang lain, belajar bersama untuk mengenal Allah. Mulai dari itu aku belajar untuk bisa melakukan DF denga baik. Dengan mulai melepaskan sedikit idealismeku, agar bisa diterima temen-temen yang masih ammah; Mulai mendekati mereka secara pribadi; Menjadikan diri sebagai pribadi magnsetis(pinjem istilah salah satu judul buku); dll.

Alhamdulillah usahaku pun berbuah manis. Banyak teman yang mengaku awalnya takut dengan diriku, takut harus gini harus gitu, e....tapi ternyata kalau udah kenal beneran, enak orangnya. Bahkan akhirnya banyak yang terbuka dan curhat ke aku, baik masalah pribadi maupun bertanya soal pengetahuan agama. Bukan hanya sesama angkatan, ataupun adik angkatan, tapi juga kakak angkatan.

Kisah yang lucu. Waktu itu di masjid sekolah aku dan temen kelasku yang kebetulan anak rohis sedang berdiskusi.
Tiba-tiba ada yang menyapa dari balik hijab, dan langsung bilang, “mb khusnul ya?”
“iya, ada apa de,” jawabku dari balik hijab, aku kurang begitu tau dia siapa. Yang aku tau, hari sebelumnya dia mengikuti kajian akhwat yang aku isi dari balik hijab juga. Dia anak kelas X. Dia tiba-tiba curhat panjang lebar tentang masalahnya. Aku sebisa mungkin memposisikan diri sebagai pendengar yang baik dan mencoba untuk mengajaknya memecahkan masalah tersebut.

Setelah adik angkatanku itu pergi, temenku tadi crita, kalau dialah yang sekarang ini menjadi idola para cewek di sekolah, bukan hanya yang satu angkatan dengannya saja, tapi kakak kelasnya juga mengejarnya.(ketahuan nggak ma’rifatul medan nih! He............).

Tak lama kemudia, ada suara ikhwan lagi dari balik hijab. Dia tiba-tiba minta untuk curhat juga. Yang satu ini aku nggak tau sama sekali siapa? Hari yang aneh pikirku. Ada dua orang ikhwan kelas X yang tak aku kenal, curhat dalam waktu yang sama. Yang lebih bikin aku kaget dia curhat kalau dia sedang dilanda virus merah jambu dengan adik kelasku waktu SMP(gubrag....!), yang kebetulan satu kelas dengannya.

B.     Jaminan pertolongan Allah, jika kita menolong agama Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan pijakan kakimu,”(QS. Muhammad: 7)
Aku tambah yakin setelah baca buku ini bahka ketika kita menolong agama Allah(berdakwah), Allah pasti akan menolong kita.

Sebuah crita dipenghujung SMA. Mungkin kalau yang tahu diriku, aku di cap anak bandel. Udah sakit-sakitan, mo hadapi ujian kelulusan, masih ja sibuk ngurusi dakwaah sekolah. Sampai-sampai ada temen kost yang bilang, “Masih muda, kok dibuat susah!”

Tapi Alhamdulillah aku bisa lulus ujian dengan baik dan dapat ketrima di dua Universitas Negeri sekaligus, di Yogyakarta. Padahal temen-temen yang lebih piter dari aku banyak yang belum keterima di perguruan tinggi manapun. Aku yakin hanya tangan-tangan Allah lah yang bekerja.

C.     Dana Minim+Ingin dakwah lebih produktif = Dakwah media.
Uang itu nggak turun begitu aja dari langit tapi harus diusahakan. Sebagai pemula kadang nggak perhitungan kalau bikin acara. Yang ada dipikiran, yang penting acaranya sukses. Kayak pengalaman penulis buku ini yang defisit sampai satu juta.

Udah mending ya, kalau bisa menggunakan sponsor. Lha di birokrasi sekolahku, setiap acara Rohis dilarang pake sponsor, sebesar apa pun acara itu. Alhamdulillah kalau uang dari sekolah bisa turun banyak, tapi ini uang yang turun bisa mencekek leher panitianya, alias sangat minim. Ditambah lagi uang masjid dan infaq siswa tidak dikelola oleh rohis lagi.

Bukan hanya masalah dana saja, tapi kadang pergerakan dakwah juga dibatasi. Proposal kegiatan kadang ditolak dengan alasan ini itu. Islam phobia memang telah menjangkiti sebagian besar orang islam sendiri. (kok malah jadi curhat ya? He....Afwan!)

Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Itu yang melandasi pikiranku untuk menembus dakwah media. Selain bernilai profit, misi dakwah kita juga bisa kena. Dengan dakwah media, kita bisa menembus ruang dan waktu seperti kata penulis di 100% Dakwah Keren ini. Tapi kita juga harus tau bagaimana kondisi medan dakwah kita.

Awalnya untuk menembus dakwah media, hanyalah anggan-anganku pribadi sejak kelas satu SMA, karena melihat perekonomian rohis yang cukup rumit.(he...awalnya kok udah profit oriented ya?). Hmmm... baru setelah aku jadi pengurus, baru kepikiran bahwa ini adalah dakwah yang paling efektif. Karena waktu itu nggak ada program rohis yang atmosfir dakwahnya mengenai seluruh masyarakat sekolah.

Setelah ngobrol, diskusi, grumpi sana sini sama temen-temen pengurus lain, Alhamdulillah mereka setuju.

Kami bentuk sebuah tim untuk mewujudkan dakwah media ini. Dari SWOT lapangan, persiapan pengajuan proposal kepihak sekolah, sampai jalannya kepengurusan dakwah media semuanya tim yang mengerjakan.

Kalau dakwah pengin diterima, harus disesuaikan dengan medan dakwahnya. Akhirnya kami buat sebuah buletin yang memiliki ciri khas tersendiri. Ada kartun religinya, trus bahasanya pakai bahasa anak muda, gaul abis pokoknya deh. Sampai-sampai pada heran, “beneran ini anak rohis yang nulis?” (wah.... berarti selama nie, anak rohisnya keliatan serius-serius? Belum tau mereka, he...).

Proses sampai terwujudnya media dakwah ini ternyata tidak semudah yang kami bayangkan. Proposal pun diajukan, untuk mendapatkan persetujuan. Dikira langsung dapat tanda tangan dengan mudah, karena tanpa minta dana sepeser pun dari sekolah. E..... ternyata harus menjalani syarat ini itu. Yang paling aku inget, disuruh ngumpulin seluruh perwakilan kelas, mempresentasikan proposal, trus minta tanda tangan mereka semua. Jangan dikira mudah. Apalagi selama ini rohis dipandang ‘ekstrim’. Perlu beberapa waktu untuk membujuk mereka, biar tanda tangan semua.

Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah buletin rohis boleh diterbitkan.

Banyak pengalaman mengesankan dari perjalanan mengelola buletin. Dari yang aku buru-buru nulis materi utama pas pelajaran, karena sudah ditagih sekretarisnya, sampai disindir guru; Temenku yang cari percetakan sampai maghrib, karena percetakannya langganan, alatnya sedang rusak. Sedangkan percetakan lainnya pada penuh. Mencari percetakan muter-muter Purworejo sampai maghrib, ditambah lagi, ketilang karena nggak punya SIM. Dan juga motor itu hasil minjem lagi. Otomatis harus mintaa maaf sebesar-besarnya sama yang punya. Untung yang punya baik hati; Bukan hanya itu, yang tadinya berharap dapat laba dari buletin, e.... bukannya dapet laba tapi malah harus merogoh saku sendiri. Susahnya minta ampun buat ngambil uang kas dari bendahara masing-masing kelas; Huf... kadang juga harus mengelus dada ketika kertas-kertas itu dibuat kapal-kapalan atau pesawat terbang sama temen-temen, terus akhir-akhirnya nyasar di bak sampah.
           
Ya beginilah sekelumit suka duka di SMA. Yang kadang menuai keputus asaan, tapi berkat 100% DAKWAH KEREN, ghiroh itu selalu berkobar.

Cinta Bersemi Sesama Aktivis


Oleh: Khusnul Khotimah

Cinta....  memang tak ada habis-habisnya untuk dikupas. Dari awal pertama kalinya manusia hidup di bumi sampai kiamat nanti. Adam dan Hawa dipertemukan dengan cinta, hingga muncul-lah generasi penerusnya. Semua orang tak luput dari yang namanya cinta.

BIRUNYA LANGIT CINTA, sebuah novel karya Azzura Dayana mengingatkan saya pada kisah masa SMA beberapa tahun yang lalu. Sudah lama sebenarnya saya membaca novel ini, kira-kira di awal tahun 2007, kelas 1 SMA. Waktu itu saya ikut menjadi panitia bedah buku dan training Zero to Hero bersama Ust. Sholihin yang diselenggarakan oleh KARISMA(Kelurga Besar Rohis SMA/SMK/MA se-Purworejo). Alhamdulillah waktu itu saya sudah bergabung dengan organisasi dakwah tingkat kabupaten ini.

Sambil menunggu syuro, biasanya kami sambil membaca buku. Kebetulan ada kakak angkatan dari SMA lain yang sedang membaca novel Birunya Langit Cinta. Saya sudah lumayan dekat dengan akhwat tersebut. Karena waktu itu saya direkomendasikan untuk menjadi ketua keputrian(sama seperti peran Daiyah, tokoh utama Novel tersebut), saya tiba-tiba dipinjemi buku itu. Katanya, agar dapat mengambil hikmah dari buku itu. Belum bilang pinjem, udah dipinjemi, Alhamdulillah. 

Bagus critanya. Alami dan nyata. Aktivis dakwah bukan malaikat yang terlepas dari nafsu. Aktivis dakwah juga bisa merasakan cinta. Dan cinta itu tak perlu di’kebiri’ seperti layaknya seorang pelayan gereja. Seorang aktivis dakwah tak perlu dipojokkan dengan perasaan cintanya, tapi upaya mengendalikan cinta itu yamg perlu dilakukannya.

Apa yang terjadi pada diri Dey(tokoh utama), mirip apa yang saya alami waktu itu. Dimana aktivitas saya yang harus bersinggungan dengan ikhwan-ikhwan sesama pengurus rohis. Ditambah lagi dengan datangnya guru Bahasa Inggris baru di SMA saya.

Semester II, kelas satu SMA saya sudah mulai disibukkan dengan aktivitas dakwah di sekolah. Ntah kenapa sama anak-anak kelas XI(pengurus rohis), saya lumayan dispecialkan dari pada anak kelas X lainnya. Dimana ketika teman-teman satu angkatan masih pada jadi peserta atau panitia teknis, saya sudah disertakan menjadi panitia inti. Dengan seperti itu saya menjadi sangat dekat dengan pengurus rohis. Kedekatan saya dengan pengurus rohis dan juga keterlibatan saya dalam aktivitas dakwah yang lebih jauh ini temtunya menuai konsekuensi. Konsekuensi menjadi tambah sibuk itu pasti. Tapi konsekuensi ikhwan pada tambah simpati itu yang merisaukan hati.

Mengarungi samudra cinta.......
Kenaikan kelas sudah di depan mata, otomatis estafet amanah untuk mengelola lembaga dakwah bergulir. Satu minggu setelah kenaikan kelas, Rohis SMA saya mengadakan reorganisasi(pelantikan pengurus baru). Memang benar, akhirnya saya mendapan amanah sebagai ketua keputrian, yang sebelumnya ingin dicalonkan oleh ketua rohis lama sebagai ketua rohis, karena tak terlihat ada ikhwan yang loyak terhadap dakwah sekolah waktu itu. Karena pertimbangan masalah kepemimpinan perempuan akhirnya saya ditetapkan menjadi ketua keputrian. Walaupu saya sebagai ketua keputrian, amanah mas’ul rohis seperti tetap terlimpah dipundak saya.

Dua hari setelah reorganisasi, saya dan dua akhwat lainnya mencoba untuk merapikan file-file rohis yang ada di masjid. Sambil sedikit demi sedikit mempelajari administrasi rohis. Pada saat kami asyik merapikan file, ketua rohis angkatan sebelumnya tiba-tiba menyapa kami dari balik hijab. Sekedar menanyakan apa yang sedang kami kerjakan. Namun, tiba-tiba dia menyibakkan hijab yang membatasi  tempat ikhwan dan akhwat. Kami kaget, tapi sudah biasa hal itu dilakukan(nakalnya anak rohis..he....). sehingga kami hanya berjarak, tak lebih dari 2 meter.

Awalnya sedikit membahas rohis, tapi tak disangka setelah itu sebuah pernyataan yang terasa membakar hati. Sebuah pernyatan cinta, dan mengharap sebuah status. Ya bisa dikatakan pacaran. Saya terdiam sesaat, mengatur emosi. Air mata sekuat tenaga saya tahan agar tak jatuh. Saya ingin terlihat tegar dihadapannya. Dengan tegas saya tolak pernyataannya. Saya ungkapkan seluruh argumen saya, dari yang bersifat syari’ah sampai dengan yang bersifat etika kemanusiaan. Tapi dia tetap tak bergeming. Dia selalu mematahkan argumen saya. Dengan keputusan akhir, saya masih bertahan dengan pendirian saya, begitupun dia. Akhirnya dia pergi dari masjid sambil marah-marah.

Saya pejamkan mata, bulir-bulir air mata mulai mengalir dari kedua belah sudut mata saya. Rasa sakit mengiris hati. Tak kusangka dia yang selama ini saya kagumi, bisa berbuat seperti ini. Saya berkhusnudzon di dalam hati, semoga  dia lakukan ini hanya untuk menguji kekuatan prinsip saya.

Memori saya memutar kebeberapa bulan yang telah lewat. Saat awal-awal saya dan dia ketemu, memang signal-singnal itu sudah terasa. Tidak saya pungkiri, saya juga menaruh simpati pada dirinya. Apalagi kedekatan saya dengannya dalam aktivitas di Rohis maupun Karisma lebih dekat dibanding dengan akhwat-akhwat dikepengurusannya. Tapi saya tepis perasaan itu, karena saya tidak mau hati ini terkotori oleh perasaan itu.

Air mata saya tak berhenti sampai saya terlelap digelapnya malam. Perasaannya campur aduk, kecewa, benci, merasa bersalah, yang paling utama, merasa dilecehkan, merasa direndahkan sebagai seorang akhwat.

Setelah kejadian itu hubungan kami membeku beberapa minggu. Saya muak jika bertemu dengannya. Akhirnya dia minta maaf dengan perbuatannya itu, beberapa minggu kemudian setelah melalui proses diskusi lewat sms, lumayan panjang.

Setelah kejadian itu saya anggap tak pernah terjadi apa-apa antara kami berdua. Walaupun begitu, dia masih sangat perhatian dengan diri saya. Yang masih melekat di memory saya, waktu hp saya mati dia meminjamkan hp-nya untuk saya, karena waktu itu saya sangat membutuhkannya untuk koordinasi dengan teman-teman di SMA lain dalam persiapan acara yang diadakan Karisma. Saya menolaknya, tapi hp-nya tetap ditinggal dihalaman kost yang saya tempati. Selain itu, selama saya kelas III SMA, sedangkan dia sudah bekerja di Jakarta(karena belum mendapat kesempatan untuk kuliah), beberapa kali dia pulang dan membawakan madu untuk saya, karena kondisi kesehatan saya yang semakin menurun. Saya tak tau harus bersikap seperti apa dengan perbuatannya tersebut. Dan sebelum Ramadhan kemarin dia juga kerumah saya, karena mendengar kabar kalau saya sakit dan harus mengambil cuti kuliah.

Bukan hanya itu kisah diawal kelas II SMA. Waktu itu ada guru bahasa inggris baru juga, di sekolah saya dan kebetulan mengajar kelas saya. Ntah kenapa, pertama kali beliau ada kelas di kelas saya, terlihat sedikit ada perhatian khusus pada diri saya. Bukan hanya saya yang merasakan tapi teman saya pun merasakan hal yang sama. Sehingga teman-teman saya sering jodoh-jodohin saya dengan guru tersebut. Bedanya dengan Dey(tokoh utama novel), saya tidak ada perasan apa-apa terhadap guru tersebut. Walaupun guru tersebut masih sangat muda. Hanya kagum karena kecerdasannya.

Tidak berhenti di sini....
Dengan amanah yang saya rasakan sangat berat, rasa butuh perhatian itu pasti ada. Ditengah kegersangan semangat pada diri saya. Ada seorang alumni yang saya rasakan memberikan perhatian lebih, pada diri saya. Dia seorang ikhwan, sebut saja akh Hasan(bukan nama asli). Awalnya saya merasa biasa-biasa saja. Kagum sih biasa, saya yakin semua yang tau beliau pasti menaruh kagum padanya, entah akhwat, entah ikhwan. Guru-guru pun juga sering mengambil teladan dari dia. Sholeh, organisator dan berperestasi.

Semakin hari kita semakin sering berhubungan via dunia maya, karena beliau tinggal di Jabodetabek. Masalah-masalah terkait dakwah sekolah kami coba pecahkan bersama. Namun, suatu hari ada seorang alumni yang kebetulan tinggal satu daerah dengannya, cerita kesaya bahwa dia bertemu dengan akh Hasan.
Dia bertanya pada akh Hasan,” akh, sering hubungi khusnul nggak?”
“Iya, emang kenapa? Emang dia sudah ada yang ‘mesen’?” jawab akh Hasan.

Setelah kejadian itu, saya mulai jaga jarak. Tapi saya rasakan dia malah tambah cair. Padahal dia terkenal ikhwan yang sangat menjaga. Tak terasa benih-benih bunga mulai bermekaran dihati saya seiring berjalannya waktu. Saya mencoba untuk terus menekannya. Walaupun kadang harus berbuah air mata. Satu do’a yang sering saya panjatkan, “segerakan dia untuk menikah”. Saya selalu menepis pikiran bahwa dia memiliki perasaan terhadap saya. Saya tau banyak akhwat yang mendambakan dirinya untuk menjadi pendamping hidup.

Waktu pun terus berjalan. Saatnya saya mulai meningkalkan bangku SMA. Alhamdulillah saya diterima di dua kampus sekaligus. Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tanpa tes, dan juga di UGM dengan masuk melalui UM UGM. Bingung itu pasti karena itu pilihan utama semua, yang ketrima. Ditambah komentar-komentar dari teman-teman, ada yang nyaranin ke UIN, ada yang nyaranin ke UGM. Namun pas hari terakhir daftar ulang, subuh-subuh dia sms saya, yang bisa saya simpulkan, meyakinkan saya untuk memilih UIN.

Alhamdulillah, dipenghujung semester satu saya kuliah, dia mengabarkan kepada saya, bahwa dia akan menggenapkan separuh dien-nya. Rasa sakit itu tetap ada, tapi saya tetap bersyukur, hati saya menjadi tenang.

Memasuki bangku kuliah cobaan virus merah jambu itu terus membayang-bayangi kehidupan saya. Ada beberapa yang lewat perantara teman, teman satu kampus, teman satu organisasi. Sampai-sampai pada semester satu, tersebar kabar bahwa saya akan menikah. Guru ngaji saya yang tabayyun langsung pada diri saya.

Karena hal inilah yang mendorong saya mengignginkan untuk nikah muda. Salah satunya untuk menghindari fitnah.

Cerita terakhir mungkin sedikit konyol tapi benar-benar terjadi, ada dua orang teman akhwat yang bilang kesaya kurang lebih sama,”kalau aku ikhwan, mungkin aku juga akan mencintaimu, mengharapkan kamu menjadi pendampingku.”

Waduh... sebenarnya apa yang terjadi didalam diri saya? Cantik nggak, pinter juga nggak, malah sakit-sakitan?
Wallahua’lam bissowab...

Semoga Allah selalu menjaga kita semua dari segala fitnah dunia. Amiin...
Nb: penyelesaian masalah-masalah tersebut tidak terlepas dari membaca buku-buku proU lain yang bertema merah jambu.

Dari Nol Hingga Suksesku Karena-Nya


Oleh: Rahmatina Ari Apriliana

“Semangat belajar naik turun” kalimat tersebut sangat tepat dengan yang sering saya alami. Saya merasa yang namanya belajar itu sering berujung pada jenuh, bosan, dan mengantuk. Mungkin itu juga yang di rasakan beberapa anak di sekolah saya. Daripada bohong, lebih baik saya jujur aja... saya termasuk orang yang belajar lebih tergantung pada mood dalam diri saya.  

Kurang lebih 2 tahun yang lalu (ketika saya kelas 2 SMP) tepatnya pada tanggal 3 Mei 2009, OSIS di sekolah saya mengadakan acara bedah buku. Mereka mengundang penulis buku “Bikin Belajar Selezat Coklat”  (buku yang akan di ulas dalam acara tersebut), bang Fatan Fantastik. Dari judulnya aja dah bikin saya penasaran. Ditambah lagi gaya dan cara penyampaian Bang Fatan yang luar biasa menarik, bikin semua hadirin yang ada di situ terbawa suasana yang menyenangkan. Nah, mulai dari situ saya tertarik dengan buku tersebut dan ngebet banget untuk segera membeli dan membaca buku tersebut lebih lengkap.

Untuk mendapatkan buku tersebut sebenarnya sangat mudah karena sudah disediakan sama anak-anak OSIS. Namun ketika saya memeriksa dompet, alamaak!! saya mengurungkan niat untuk membeli buku yang sudah tersedia di pihak OSIS tersebut. Uang di dompet ternyata dah mepet banget, boro-boro tuk beli tuh buku. Bisa nyampai akhir bulan aja sudah bagus. Saya  selama 3 tahun duduk di bangku SMP bertempat tinggal di asrama, jadi jangan heran. Karena uang saku sudah terpakai untuk kepentingan yang lain, itu berarti saya harus sabar dan menunda keinginan untuk beli buku sambil menunggu transfer dari orang tua di awal bulan. Selain itu, saya juga harus lebih banyak menyisihkan uang saku setiap bulan untuk menabung jika ingin cepat memiliki buku tersebut.           

Seperti yang di katakan pepatah, Banyak jalan menuju Roma. Jika tak punya modal untuk membeli, meminjam pun jadi. Untuk mengobati rasa penasaran saya terhadap isi buku tersebut, saya mencari teman atau adik kelas yang sekiranya sudah memiliki buku tersebut. Setiap kamar di gedung asrama sekolah saya masuki. Saya bertanya pada seluruh penghuni kamar, dan satu persatu anggota kamar saya tanya (kayak intellejen aja). Namanya juga usaha, mesti ulet betul nggak?!. Setelah hampir 2 hari saya keluar masuk seluruh kamar di asrama, akhirnya pertolongan Allah datang juga!! Saya temukan teman yang sudah memiliki buku tersebut bahkan sebelum di adakan acara bedah buku waktu itu. Senengnya bukan main, duh… ternyata usaha saya nggak sia-sia! Tapi belum juga 30 detik saya merasa berbunga-bunga, kecewa yang tak kalah dahsyat pun saya alami. Saya terlambat, buku tersebut sudah memiliki antrian yang cukup banyak. Wuah, rasanya… kecewa berat euy! Tapi meskipun antriannya banyak, saya tetap mengantri dan menyempatkan waktu sejenak untuk membacanya sekilas.

Agustus 2009, saya sudah duduk di kelas IX. Senangnya… tahun ajaran baru, siswa baru (maksudnya baru naik kelas IX), ruang kelas juga baru. Begitu menginjak kelas IX nuansa dan aroma persiapan menghadapi ujian nasional mulai terasa. Beberapa siswa mulai larut dalam ketegangan dan kecemasan, maklum UAN adalah tahapan yang sangat penting bagi semua siswa untuk menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Belum lagi pikiran dan keinginan untuk tetap mempertahankan indahnya prestasi sekolah yang telah diukir kakak-kakak kami. Kami harus bisa menebar aroma prestasi yang lebih dari kakak-kakak kami. Bismillah… makin deg-degan aja. Tak hanya siswa yang perasaannya gak karuan, guru juga ikut pontang-panting demi anak didiknya agar siap mental dan kemampuan. Guru kami pun rela mengorbankan banyak waktunya hanya untuk mendampingi siswanya dalam belajar. Siswa dan guru senantiasa meningkatkan ruhiyah dan ma’nawiyah masing-masing.

Belum lama di bangku kelas IX, Lia teman saya menunjukkan sebuah buku yang berjudul “Ujian Suksess Tanpa Stress” karya bang Fatan juga. Lihat nama penulisnya plus kata ‘Ujian’ di bagian cover depan, serasa ada magnet yang menarik diri saya untuk membacanya. Kebetulan banget buku itu nganggur dan belum ada teman yang meminjam, Lia juga sedang tidak membacanya. Wah, kesempatan bagus nih! Sikaat… pinjam bukunya, baca isinya.

Cukup lama buku tersebut ada di tangan saya, dan berakhir ketika Lia meminta kembali karena ia membutuhkan buku tersebut. Maklum, kami sama-sama duduk di kelas 9. Namanya juga minjem, mau gak mau ya harus di kembaliin lah. Memang akan lebih nyaman jika kita membaca buku milik kita sendiri. Karena saya merasa butuh, saya ingin memiliki buku tersebut. Di lihat dari isinya, buku itu sudah cukup lengkap. Mulai dari definisi ujian itu sendiri, tips yang membuat kita akan lebih nyaman dalam menghadapi ujian, sampai doa-doa sukses ujian pun ada. Kalau di umpamakan martabak, martabaknya special pakai telur dua. Dan saya merasa buku tersebut akan lebih bermanfaat jika saya memilikinya saat itu.

Setiap tahun, sekolah saya selalu mengadakan kunjungan ke Islamic Book Fair (IBF) Jogja. Tepat ketika itu satu setengah bulan lagi, pihak sekolah menjanjikan kepada semua siswa baik putra maupun putri untuk berkunjung ke IBF. Saya pun menunggu waktu itu dengan tidak sabar. Karena di saat itulah, saya bisa jalan-jalan sambil melihat, membaca maupun membeli buku-buku yang ada di pameran.     

Saking semangatnya, ketika jadwal kepulangan (setiap satu bulan sekali ada jadwal kepulangan untuk siswa) saya membuat checklist buku macam apa yang ingin saya beli dan tentu saja, tak lupa membeli buku untuk adik. Tak hanya membuat checklist, saya pun turut hadir dalam forum diskusi keluarga untuk membahas beberapa persoalan alias berunding dengan ayah tentang uang saku yang akan saya bawa ke IBF. Alhamdulillah, ayah saya selalu memberi dana yang lebih dari cukup untuk buku, selama buku tersebut bermanfaat. Uang untuk ke IBF tidak saya pegang sendiri, melainkan ayah saya mentransfer uang tersebut ke rekening sekolah agar lebih aman, mengingat IBF masih beberapa pekan lagi.

Tetapi proses mengambil uang transfer tidak semulus ketika mengirim uang transfer. Empat hari sebelum ke IBF (Rabu) saya memutuskan untuk mengambil transfer dari orang tua saya. Namun ketika saya bertanya pada guru yang mengurusnya, beliau menjawab bahwa beliau pada hari itu tidak mengecek tabungan di bank. Esoknya saya kembali menanyakan perihal yang sama kepada guru yang sama pula, dan beliau berkata akan mengecek transfer pada hari Jumat. Ketika hari Jumat saya pergi ke kantor Tata Usaha untuk mengambil transfer, Alhamdulillah nasib baik belum memihak pada saya. Guru yang bersangkutan sedang tidak ada di kantor, beliau sedang pergi. Selama empat hari, setiap jam istirahat saya mondar-mandir dari kelas ke kantor, fiuuh…udah kayak setrika baju aja. Malamnya, rasa khawatir mulai merasuki sedikit demi sedikit. Jika uang tersebut tidak sampai ke tangan saya, (setidaknya pada hari Sabtu) maka saya tidak akan membawa uang saku ke IBF dan itu berarti sangat mungkin bagi saya jika nantinya saya hanya bisa memandangi tanpa membeli buku satu pun. Allah... semoga itu tidak terjadi, harap saya. Hari Sabtu pada jam istirahat sekolah, saya mencoba kembali menemui ibu guru yang mengurus transfer. Dan hal yang tidak enak menimpa saya kembali. Ibu guru tersebut tidak sedang berada di kantor. Rasa khawatir tadi malam mulai datang dan semakin menjadi. Tapi saya tidak menyerah sampai situ saja. Kalau saya menyerah, pada akhirnya tragedi cinta tak sampai akan terjadi (maksudnya nanti saya bakal kecewa). Siangnya, setelah sholat dhuhur saya mencoba kembali menemui beliau di kantor Tata Usaha. Saya berharap beliau belum pulang, karena jika hari sabtu KBM hanya berlangsung hingga pukul 12.00 siang. Alhamdulillah… Allah menunjukkan jalan keluarnya. Setelah kurang lebih empat hari tertunda, siang itu saya dapat mengambil transfer dari orang tua saya. IBF, I’m coming!!

15 Oktober 2009, saya berada di Islamic Book Fair Jogja bersama teman-teman. Ketika kami sampai di IBF, kami harus menunggu lumayan lama karena gedung pameran belum di buka. Kami terlalu pagi sampai di Gedung Wanitatama.

Melihat gedung pameran mulai di buka, saya ingin berteriak “Ayo serbuuu…!!” tapi gak mungkinlah saya teriak, nanti di kira saya mau demo di gedung pameran tersebut. Bukannya beli buku malah ngajak rusuh. Saya berkeliling di banyak stand buku yang tersedia. Kegiatan saya hunting buku di temani Itqi, teman sekelas saya. Dari awal saya sudah berniat harus berkunjung ke stand Pro-U Media, dan kami memutuskan untuk pergi mencari stand Pro-U Media sambil melihat-lihat buku di stand lain yang tidak terlalu padat pengunjung.

Entah kenapa, minat saya untuk membeli buku “Bikin Belajar Selezat Coklat” berkurang. Ibaratnya jika di presentasikan, 75% saya ingin membeli buku “Ujian Suksess Tanpa Stress” dan 25% ingin membeli buku “Bikin Belajar Selezat Coklat”. Saya pun memutuskan untuk membeli buku “Ujian Suksess Tanpa Stress”. Untuk buku “Bikin Belajar Selezat Coklat” saya bisa minjem punya Ufi, meskipun antriannya panjang.

Di stand Pro-U Media, saya membeli dua buku. Ketika kami hendak membayar buku yang akan kami beli di tempat pembayaran, mas yang berjaga di stand tersebut berkata kepada kami,
“Dek, bang Fatan lagi disini lho sekarang! Pengen minta tanda tangan nggak?” diberi tawaran seperti itu, kami saling berpandangan. Hmm… boleh juga! Mumpung ada kesempatan, kenapa gak di ambil? Itqi juga memberi isyarat kepada saya, jika dia juga mau mendapat tanda tangan Bang Fatan.
“Boleh mas,”
“Tapi bang Fatan lagi keliling. Kalau kalian mau, bukunya di tinggal aja di sini nanti di ambil lagi.” Mas tersebut memberi solusi.
“Iya deh. Makasih mas,”

Ketika kami sudah di depan stand tepatnya sudah keluar dari stand Pro U, guru kami menegur,
“Ayo mbak, mau pulang nggak? Ketinggalan bis nanti kalian,” Ya Allah… kayaknya baru aja sampai di IBF, kok udah mau pergi? Kunjungan ke IBF waktu itu memang lebih singkat di banding kunjungan pada tahun-tahun sebelumnya. Kami merasa belum puas berkeliling mencari buku. Mau tak mau, kami memang harus kembali ke rombongan yang mulai berkumpul di tempat parkir. Terpaksa kami mengambil buku yang kami titipkan tadi. Wuaa… malu deh!
“Aduh mas, maaf mau di ambil lagi bukunya. Tadi pak gurunya kita menghimbau untuk segera kembali ke rombongan.” Itqi berkata kepada mas tersebut.
“Iya nggak apa-apa dek. Mungkin lain kali,”

Ketika kami berjalan hendak menuju pintu keluar gedung pameran, saya tercengang. Saya pun berhenti sejenak untuk sekedar meyakinkan diri saya sendiri.
“Mbak Itqi! Itu kan bang Fatan,” ucap saya spontan ketika melihat bang Fatan sedang mengobrol dengan salah satu guru kami. Tempat beliau berdua mengobrol ternyata hanya berjarak 2 atau 3 stand dari stand Pro U. Allah… ternyata, yang di tunggu berdiri gak jauh dari stand yang baru aja kami kunjungi. Capek deh!
“Eh iya, tapi kok lagi ngobrol? Nanti nggak sopan kalau motong pembicaraan cuma buat minta tanda tangan.” Kata mbak Itqi, dan saya hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Karena tadi sudah mendapat himbauan untuk segera kembali ke tempat parkir, kami pun bergegas keluar dari gedung pameran. Ada sedikit rasa kecewa. Karena ketika di stand Pro U bang Fatan tidak ada, ternyata tidak jauh dari situ bang Fatan sedang mengobrol dengan salah satu guru kami. Tetapi kecewa itu tidak berlangsung lama, karena setelah itu kami tertawa bersama mengingat kejadian pencarian tanda tangan tersebut. Dan kecewa itu juga terbayar dengan buku yang sudah kami miliki. Let’s read!!

Kelas IX adalah saat dimana seorang siswa SMP harus berkutat dengan banyak latihan soal, pelajaran tambahan, dan materi-materi yang sudah di dapat selama berada di bangku SMP. Dan itu juga yang saya alami ketika berada di bangku kelas IX. Mulai dari ulangan mid semester I, ulangan akhir semester I, Try Out, Uji Coba, dan akhirnya berujung pada Ujian Nasional. Rasa penat dan jenuh tak jarang sesekali menghampiri.

Ada kejadian yang masih saya ingat yaitu ketika menghadapi ujian akhir semester I di   hari pertama. Di dalam buku Ujian Suksess Tanpa Stress halaman 79, pada point 3. Masuk ruang ujian di sebutkan bahwa sambil menunggu ujian di mulai, bicara dengan teman samping kiri dan kanan. Ketika itu teman sebangku saya adalah anak kelas VIII, dan saya mencontoh obrolan ringan yang ada di buku tersebut.

“Gimana kabar keluarga? Sehat?” saya bertanya pada Khansa, teman sebangku pada ujian waktu itu. Yang di tanya malah merasa aneh, dan dia tertawa setelah mendengar pertanyaan saya.
“Hahaha… Mbak kenapa sih? kok tiba-tiba tanya kabar keluargaku?”
“Malah ketawa. Nggak apa-apa kok, cuma buat ngilangin rasa tegang.”
“Oh.. baik kok mbak. ”

Itu sedikit percakapan antara saya dengan adik kelas setelah memasuki ruang ujian dan menunggu kertas ujian di bagikan.

Memasuki semester II, latihan soal yang diberikan semakin banyak dan sering. Dalam buku catatan saya, tercatat satu semester di kelas IX saya menghadapi Try Out tujuh kali. Kalau latihan soal, jangan di tanya… makanan penutup ketika sarapan dan makan malam buat anak kelas IX adalah latihan soal dan rumus. Tapi meski begitu, semangat tetap teruuus…!!!

Malam itu ketika saya sedang belajar untuk persiapan Try Out yang ke sekian, saya merasakan jenuh melihat latihan soal dan materi di hadapan saya. Dan saya ingat bahasan di buku “Ujian Suksess Tanpa Stress ketika malam menjelang ujian, belajar sekilas dan melakukan aktivitas yang ringan. Segera saya mengambil majalah remaja Islam, duduk di atas kasur dan mulai membacanya. Adik kelas yang melihat ulah saya berkomentar,

“Lho mbak, besok kelas IX ada Try Out kan?”
“Iya” saya menjawab sambil tetap membaca.
“Mbak Ema kok malah baca majalah, nggak belajar?” adik kelas saya merasa heran.
“Udah, belajar sekilas. Besok pagi di ulang lagi. Menurut buku yang udah aku baca, malam menjelang ujian belajar sekilas aja. Terus, melakukan aktivitas yang ringan. Sekarang aku lagi baca majalah plus mendengarkan nasyid.” Jawab saya. Setiap kamar di asrama sekolah saya di beri satu speaker. Dan setiap malam ba’da isya, di putarkan nasyid untuk menemani siswa balajar.
“Wah, besok kalau aku kelas IX juga mau kayak gitu ah.” Kata adik kelas saya, saya hanya tersenyum sambil melanjutkan membaca majalah.

Di sela-sela belajar untuk persiapan ujian, refreshing sangat di perlukan untuk mengurangi kejenuhan dalam belajar. Tetapi tetap ingat, refreshing seperlunya saja. Jangan kebangetan! Belajar 15 menit, refreshingnya 30 menit. Kalau kayak gitu caranya, kapan mau belajar ??  

Untuk refreshing akhir pekan yang murah meriah, saya bersama beberapa teman jalan-jalan pagi setelah sholat subuh atau setelah sarapan. Tempatnya tidak perlu jauh-jauh dari lokasi sekolah, cukup melihat hamparan sawah yang hijau dan berjalan di sepanjang pematang sawah atau melihat matahari terbit dari halaman depan masjid (di sekitar sekolah kami banyak sawah). Dengan melihat panorama alam yang indah kami dapat  mengingat betapa Allah itu Maha Besar dan Maha Agung. Sambil menghirup udara pagi, melihat pemandangan yang hijau, dan di temani dengan pisang molen yang masih hangat. Wah! Subhanallah, enaknya… (akhwat golden generation, aku rindu kalian!). Betapa bersyukurnya kami masih di beri penglihatan untuk melihat kebesaran-Nya. Alhamdulillah…

Atau bisa juga refreshing dengan berolahraga. Saya sering bermain badminton untuk sekedar refreshing bersama teman saya, Salsa. Itung-itung di samping menyehatkan badan juga menyegarkan pikiran. Banyak alternatif untuk refreshing yang mudah, murah, dan menyenangkan. Suka yang murah-murah, maklum saya kan anak perantauan. Jadi harus hemat!

Di bagian gerbang belakang dari buku “Ujian Suksess Tanpa Stress”, di beri kumpulan doa-doa sukses ujian. Karena ada beberapa doa yang tidak saya hafal, saya menulisnya dalam selembar kertas yang kemudian saya lipat dan saya masukkan ke dalam kotak pensil. Itu kertas isinya full doa, bukan contekan… hari gini ujian nyontek? (Kalau kata bang Fatan, orang yang nyontek sama saja dengan ia sedang menghancurkan masa depan dunianya dan (pasti!) akhiratnya. So, kalau nyontek kita sendiri yang rugi). Ketika di dalam ruang ujian atau ketika hendak memasuki ruang ujian, saya membaca doa tersebut berharap Allah selalu memberikan kemudahan kepada saya dalam mengerjakan soal. Lembaran kertas yang berisi doa tersebut selalu menemani saya ketika Try Out selama kelas IX. Karena di baca berkali-kali, lama-kelamaan saya hafal beberapa doa yang pada awalnya saya tidak hafal. Dan ketika Ujian Nasional datang, saya sudah tidak membawa catatan doa tersebut. Alhamdulillah, waktu itu saya sudah hafal doa-doa yang saya tulis di selembar kertas tersebut. Setelah saya memekikkan takbir bersama teman-teman satu generasi, maka Bismillahirrahmanirrahiim… saya SIAP untuk menghadapi Ujian Nasional. Seperti yang Bang Fatan bilang, “Insya Allah aku bisa lulus UAN!”.

Alhamdulillah, saya lulus Ujian Nasional dengan nilai yang baik. Ujianku Sukses! ( betul kata bang Fatan, lulus ujian itu uuueenaak… tenan! ) Allah tidak pernah lelah mendengar doa hamba-hamba-Nya. Dan Allah telah memberikan hasil Ujian yang terbaik bagi saya. Fa biayyi aalaa irabbikumaa tukadzibaan : Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman : 13)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More