Kamis, 30 Desember 2010

Let's


Oleh: Maryam Lathifah

Bukan membaca sebuah buku terbitan Pro-U, tetapi membaca pengumuman lomba melalui Website Pro-U.Ada satu hal yang kemudian terbesit dalam ingatan saya.Kisah hidup yang sebenarnya cukup panjang untuk diceritakan, namun bisa menjadi lebih pendek dari bait puisi karena banyak yang disembunyikan.Way of life to be the Winner(Way to Win).

Bertandang jauh pada kurun yang telah lampau, tak pernah ada salahnya.Bermain sekejap dalam memoar peristiwa yang mungkin menyakitkan pun tak pernah keliru.Saya rasa itu pantas sepanjang kemampuan manusia untuk membaca makna dibalik peristiwa masih tajam.Sepanjang ada pelajaran yang ingin dipetik, dan diwujudkan menjadi buah yang harum wanginya, manis rasanya, dan sedap sajiannya.

Menghadapi ujian hidup tidak cukup hanya menuliskan jawaban dengan benar, tetapi lebih dari itu Bagaimana menemukan cara baru menghadapi kehidupan (Solikhin Abu Izzudin, 1428H:41)

Permulaan bermain dalam usia SMA selalu diwarnai ceria.Mungkin banyak yang berpendapat demikian karena SMA bukan masa yang mudah dilupa.Bersemi, mungkin adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana para pencari jati diri itu telah menemukan sosoknya.Begitupun dengan diri saya.Ada satu keasyikan yang membuat saya sadar tentang siapa saya, dan untuk misi apa saya ada.Hmmm..terdengar sangat Lebay kawand.Tapi harus diungkapkan bagaiman lagi?

Kenyataannya, saya bukan orang yang pandai bermain lisan.Lidah ini selalu kelu untuk bicara terlampau banyak dan terbuka, pada orang-orang yang tidak saya kenal dan tidak mengenal saya.Sebisa mungkin saya selalu menghindar dari kumpulan orang-orang yang paling suka berbicara.Terlebih diantara orang-orang yang ‘omdo’.Just talk no action.tampaknya, persepsi ini telah mengawali karier kesendirian saya dalam pergaulan selama tahun-tahun sejarah di SMA.Pendiam, tertutup, misterius, dan segala macam label yang mebuat saya merasa lebih nyaman jika berada dalam kesendirian.(Eitss..tapi tunggu dulu,bukan berarti secara otomatis saya terkucilkan Lho.Saya masih tetap punya teman kok..masih tetap disapa dan masih tetap berorganisasi, meski tanpa ruh kesungguhan).

Nah, coba tebak!Kalau teman-teman jadi saya, apa yang ingin teman-teman lakukan.Di tengah-tengah keramaian yang hiruk pikuk:
“Eh tahu nggak, di-tuuut-ada diskon gede-gedean lho!”
“Nanti siang jadi makan-makan khan?”
“Ya Ampun dia tuh ganteng banget.Aku ngefansss..”
“Lihat sinetron tadi malam nggak?bla…bla…bla…”
“Jeng!ulangan nanti contekin ya!”
“Waduh lupa belum belajar nih!kemalaman lihat konser!”

Teman-teman ingat?jika sudah begitu apa yang ingin teman-teman lakukan?Berkumpul bersama teman-teman Rohis?Sudah pasti.Tapi lagi-lagi saya terbentur dengan persepsi mematikan.Less talk. Tidak banyak yang bisa saya lakukan dalam kelompok Rohis.Hanya ada mendengar dan datang pada syuro-syuro dan kegiatan keislaman.Bagus,tetapi tanpa ruh tak akan ada artinya.

Saya mulai benar-benar terganggu.Ada keinginan untuk berdamai dengan kondisi dan mulai membaur tanpa harus melebur.Mulai kagum dengan orang-orang yang pandai berbicara di depan public dan mampu menggaet simpati dari gaya bicaranya.Ingin berubah sebagaimana baja hitam merubah dirinya.Tidak ada yang pernah tahu pergumulan batin ini.Saya benar-benar dikungkung oleh dilemma dan kegelisahan.

Sejak itu mulailah saya tertarik membaca buku-buku inspiratif..Menggugah hidup.Seven Habits, Change now dan buku-buku lain yang nampaknya menarik dan mampu membuka pintu kungkungan dilemma yang saya alami. Tapi kawand, ada satu buku yang beberapa kata-katanya masih tertulis rapih dalam barisan notes kecil milik saya.Tercatat tanpa tanggal pada tahun 2007 lalu:
I
Tiga penyebab kebinasaan:
Kekikiran yang dipatuhi;
Hawa nafsu yang dituruti;
Dan ketakjuban terhadap diri sendiri.(H.R.Thabrani)
-Way to win hal.62-
Maka saya mulai diingatkan.pada kondisi hati semacam apa saya harus melangkah, jiwa seperti apa saya harus berakhlak, dan perasaan hina pada siapa saya harus letakkan.

II
Adapun sebaik-baik kamu adalah:
Yang belajar al-qur’an dan mengajarkannya;
Yang panjang umur dan baik amalnya;
Yang paling baik akhlaknya;
Yang paling menyayangi keluarganya;
Yang bermanfaat bagi sesama.(sebuah hadist)
-way to win hal.65-

Kutipan ini mulai membuat saya sadar akan orientasi hidup yang tidak lebih dari untuk mengabdi(beribadah).Tentang pengabdian yang menomor satukan akhlak terhadap sesama makhluk.Sebab Rasul SAW pun diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.Maka saya mulai menyibukkan diri untuk belajar tentang sebuah pedoman.(way of life-Al Qur’an).Belajar untuk memanfaatkan umur.Belajar untuk menyayangi, belajar untuk berbuat bagi siapapun dan semuanya adalah dalam rangka penyempurnaan akhlak.Meski siapapun akan sadar bahwa kesempurnaan akhlak Rasul tak akan pernah sanggup digapai, setinggi apapun ia meniti.Berawal dari detik itu saya mulai berubah.Tidak sepenuhnya.

III
Kegagalan kita terjadi karena:
Saat rencana dan gagasan hanya jadi sekadar mimpi,
Tanpa ada langkah untuk realisasi.
-way to win hal.66-

Sebelumnya saya memiliki mimpi.Mimpi untuk menjadi penulis yang ‘baik’.Tapi saya selalu takut untuk mengawang.apa kata orang tentang tulisan saya, bagaimana sikap orang setelah tahu bagaimana buruknya tulisan saya, dan segala macam persepsi negative yang bersumber dari imajinasi rasa takut tanpa sebab.Maka saya mulai bereksperimen menjelajahi segala macam tulisan.Saya mulai benar-benar menemukan keasyikan saat menumpahkan tinta untuk menjadi cetak biru dalam sejarah kehidupan saya pribadi.Hanya untuk saya saja.Tetapi realita menjawab lain.Saya tertakdir untuk mengikuti beberapa kali lomba menulis dan saya menang.Meski bukan pemenang utama, tapi setidaknya, angka dua telah mulai membuka lembaran baru dalam hidup saya.Saya mulai mencoba terbuka meski masih dalam tinta.Saya mulai tersenyum.dan setidaknya detik ini telah berbeda jauh lebih baik dibanding apa yang saya rasakan dulu.Benar-benar sakura telah berkembang.

Yang terakhir kawand, ini adalah catatan terpanjang dalam notes kecil saya.Begini tulisannya:
IV
Hadiah Nasihat
“Sesungguhnya Alloh menghendaki agar setiap Muslim bagaikan singa.Maka jangan sekali-kali Muslim bagaikan kucing.Sesungguhnya Dienul Islam adalah agama kepahlawanan, yang membentuk manusia berjiwa jantan, ksatria dan merdeka.Maka jadilah Muslim yang merdeka.Keislaman dalam dirinya adalah laksana lautan, maka tinggalkanlah segala fatamorgana yang ada.”
(abdul Qadir Abu Faris, Tashawur Islami, hlm.69)
-way to win hal.93-

Berubahlah kawan sebagaimana kucing menjadi singa.Saya pun tidak setangguh yang kawan-kawan bayangkan.Hingga detik ini, sedikit banyak saya masih sama dengan yang dulu.Saya hanya mencoba bersikap lembut pada diri saya sendiri.Berusaha bersabar karena berubah tak semudah membalikkan telapak tangan.

Semoga kawan, generasi-generasi muslim muda akan bangkit.Sebagaimana singa yang terbangun dari tidur panjangnya.Menggoyang kesadaran kafir.Menciutkan kepengecutan Munafiq.Dan semoga Alloh SWT menjadikan kita termasuk dalam jajaran pengikut Muhammad Rasululloh SAW yang paling setia, dan lurus aqidahnya.Amiin.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More