Rabu, 12 Januari 2011

Risalah Luka Yang Terhapus Dalam Dekapan Ukhuwah

Oleh: Rahmawati Taib

Berabad-abad lalu,..ada sebuah kisah yang kemudian diabadikan dalam sirah nabawiyah…tentang kekuatan ukhuwah..tentang indahnya saat-saat berada dalam dekapan ukhuwah..terkadang berfikir masihkah episode itu akan terulang lagi atau hanya akan menjadi dongeng yang tak tergapai,..Yakinku semakin menguat,..di detik dimana kebekuan terasa begitu membekukan hatiku dan hatinya,..dia yang menemaniku melepas penat di kamar yang sama denganku di asrama tempat kami memungut ilmu,.membersamaiku meraih asa dan cita di kota yang berjuluk Paris van Java, Bandung..

Detik kebekuan itu dimulai saat serangkaian agenda yang cukup menyita waktu dan tenagaku membuatku harus terbaring di tempat tidur,..ruh ku yang selalu memompakan semangat pada ragaku akhirnya harus menyerah takluk pada ragaku yang ingin mengistirahatkan penatnya,..tepat disaat aku menyelesaikan amanah yang kuperjuangkan saat itu,..kaki tak kuasa lagi menopang raga,..suhu badan semakin tinggi,..namun kulihat ekspresi yang tak biasa dari dia,..seolah tak peduli dengan kondisiku,..bahkan mungkin pun ketika ajalku tiba saat itu,..aku tak yakin dia kan berpaling tuk peduli padaku,…rasa sakit menghantam bagian dalam jiwa ini,..jauh lebih menyiksa dari suhu badan yang begitu panas menyergap,.

Terkadang ketika waktu tersita oleh banyaknya aktivitas,..kedua lubang hidungku seringkali mengeluarkan banyak darah,..bahkan terkadang gumpalan darah itu keluar dari mulutku,.tapi selama ruhku masih begitu kuat menopang ragaku,.tak pernah kukeluhkan itu pada dia,..untuk sekedar meminta bantuan mengambilkan tisu misalnya,..bahkan terkadang ketika amanah yang ku pikul itu amanah yang begitupenting,.kubiarkan diriku beraktivitas dengan darah yang masih mengalir dari hidungku,..tanpa perlu merasa meminta bantuan siapa pun termasuk dia,..tapi kala itu,..saat hawa panas tubuhku menyergap,..saat tubuhku limbung ketika mencoba berdiri,..aku butuh bantuannya untuk sekedar membelikanku makanan,..karena kesibukan menyelesaikan target amanah hari itu membuatku lupa mengisi perut yang kosong,.tapi dia tak bergeming,..raut wajahnya sudah cukup membuatku tahu,..kalau dia sedang marah,.”ah,.ukhty,..bisakah engkau lupakan amarahmu,..betapa aku butuh bantuanmu,.”,.tapi kalimat itu tak jua terucap dari lisanku,.

Kuraih handphone ku, berharap bisa menghubungi salah seorang akhwat seperjuangan. Namun handphone ku kali itu tak bisa ku fungsikan karena pulsanya yang nihil. La hawla wala quwwata ila billah,..di detik kemudian aku merasa menemukan kekuatanku, ku bereskan beberapa potong bajuku. Aku memutuskan untuk mengungsi ke kosan akhwat untuk sementara. Aku sangat tahu jika kondisiku saat itu mengharuskan aku meminta bantuan. Perlahan namun pasti kulangkahkan kakiku menuju kost-an akhwat. Tanpa diminta butiran bening itu akhirnya merobohkan pertahananku. Ya. Aku menangis. Ada perih terasa. Sedih yang menyayat. Ada kecewa yang terbalut resah. Resah karena ku tak tahu apa yang membuatnya begitu marah hingga tak sedikitpun peduli pada diriku dalam kondisi seperti itu. Sakit rasanya,.hingga sakit itu membuatku lupa akan sakitku.

Suhu tubuhku berangsur-angsur turun setelah minum obat yang dibelikan akhwat seperjuanganku. Namun mata tak jua bisa terpejam. Butiran-butiran bening semakin deras mengalirkan kecewaku. Ini memang bukan yang pertama, tapi kali ini membuat kecewaku yang teramat dalam.

Hingga akhirnya kutemukan juga jawabnya, ku temukan juga arti ketidak peduliannya terhadapku. Ternyata dia hanya ingin membalaskan rasa yang juga dirasakan oleh sahabatku yang juga sahabatnya. Aku ingat, saat itu sahabat kami sedang sakit. Teman-teman kost-nya membantu merawatnya. Sementara aku yang sedang dikejar target amanah dakwah yang harus segera dituntaskan, tak juga punya kesempatan untuk sekedar menjenguknya. Hanya lewat sms kutunjukkan perhatianku. Karena sungguh hanya itu yang bisa kulakukan saat itu. Aku yakin dia bisa memahamiku. Karena dia menyaksikan sendiri,bagaimana sibuknya aku di siang hari menjelang Ramadhan. Sementara malamnya aku mendapat tugas untuk berjaga hingga pukul 03.00 dini hari di Masjid Daarut Tauhid. Hanya sempat tidur 10 menit karena segera kulanjutkan dengan qiyamullail dan sahur pertama di bulan ramadhan itu yang kemudian berlanjut hingga subuh menjelang. Pagi hari setelah pulang ke asrama untuk berganti pakaian, tanpa sempat beristirahat aku segera meluncur menuju Masjid DT lagi memenuhi agenda kajian hari itu. Bahkan rencana ke kampus terpaksa kubatalkan karena murrobiyah menelpon meminta kesediaanku untuk amanah kajian hari itu. Hingga hari-hari berikutnya tak juga ku bisa luangkan waktu. Karena waktuku yang masih tersita oleh agenda-agenda rapat kegiatan ramadhan yang tak mungkin kutinggalkan karena aku yang memimpin rapatnya. Juga aktivitas-akitivitasku memancangkan kalimat tauhid di sanubari orang-orang yang sedang lunak hatinya karena atmosfir ramadhan. Maka maafkan aku bila kalian terabaikan karenanya. Bukan maksud hati untuk sengaja mengabaikan.

Aku tahu sejak aku menjual diri ini di jalan-Nya, saat setiap detik waktu ingin kupersembahkan sebagai bukti penghambaanku, saat waktu-waktu berkualitas yang ku punya telah kugadaikan di jalan-Nya, mereka kehilangan aku. Hingga tak ada lagi perhatian lebih dariku ketika mereka menuntut itu dariku. Di saat-saat tertentu aku tak bisa lagi menjalani aktivitas bersama seperti dahulu. Kecuali jika uluran tangan untuk berjuang dan mengabdi bersama-sama dijalan-Nya mereka terima dengan keikhlasan hati. Di hening sepertiga malam, tak pernah lelah hati ini berdoa. Mengharapkan saat-saat dimana mereka membersamaiku di jalan perjuangan ini. Karena sungguh, tak hanya sekedar menutup aurat yang menjadi kewajiban sebagai seorang muslim. Ada enam ribu lebih ayat yang harus kita serukan ke orang lain juga terhadap diri kita sendiri. Itu yang ingin kutekankan kepada mereka.

Ku coba memahami kecewa itu,.ketidakpedulian itu. Bagaimanapun juga mereka mungkin belum paham bila gelegak rindu untuk menyaksikan tegaknya Islam di bumi Alloh ini memaksa diri untuk mengorbankan banyak hal termasuk mengorbankan kepedulian terhadap mereka. Sungguh ingin kukatakan pada mereka berdua, bahwa kelak apa yang kuperjuangkan kini, akan bisa mereka rasakan. Bila tidak oleh mereka mungkin oleh generasi mereka. Ingin kukatakan, setiap pijatan yang diberikan mereka kala raga tak kuasa menahan penat, sungguh ku doakan agar Alloh menghitungnya sebagai pahala bagi mereka, sebagai kontribusi tak langsung di jalan perjuangan ini.

Ku adukan segala keluh dan kesah kepada Sang Pemilik Jiwa, Sang Pembolak – balik hati, meluapkan segenap asa agar Alloh memberi kekuatan dan keikhlasan memintal kembali benang ukhuwah yang sedang kusut. Meminta-Nya memberi jalan untuk menghimpun kembali hati yang terserak.

Saat tanya tentang episode ukhuwah yang di demostrasikan oleh Rasulullah dan para sahabatnya berabad-abad lalu semakin menggelayut, kutemukan sebuah buku yang kuharap menjadi perekat kembali ukhuwah kita. Dalam Dekapan Ukhuwah, rangkaian kata Salim A. Fillah yang dituliskan begitu halus namun menohok sebuah sudut di hati ini. Benarkah ukhuwah kita yang merenggang atau justru karena iman kita yang sesungguhnya sedang menjerit. Iman ku terutama. Adakah aku yang merasa paling baik, paling bermanfaat, karenanya tanpa sadar kupalu mereka layaknya paku yang perlu ku hantam keras.

Buku ini yang kemudian ku bingkai dalam keikhlasan untuk mengharap maafmu,..maafnya,.Yang kemudian menuntun aku, mungkin juga engkau dan dia kini untuk memancangkan niat mengokohkan akar iman,.menyuburkannya dengan kefahaman agar kelak berbuah lebat dan rindang. Seperti bintang yang kutatap dikejauhan sana,.yang memberiku sebuah makna..ketika sang bintang berdiri memisahkan diri..tak membentuk sebuah rasi bintang…ia hanya akan menjadi bintang dengan cahayanya tanpa memberi manfaat banyak..namun ketika ia membentuk sebuah rasi bintang…ia menjadi petunjuk bagi penghuni bumi…inginku kita pun selayaknya seperti itu,.karena kini aku yakin masing-masing kita punya cahaya itu..dan kekuatan iman itu yang kelak akan menghimpun cahaya itu hingga menjadi terang benderang,.dan di detik itu tak kusimpan lagi risalah lukaku..di detik yang sama saat ku tak ragu mendekapmu dalam dekapan ukhuwah,.

Sebelum waktu memisahkan detik milikku dan detik milikmu…
Sebelum dewasa menua memisahkan kita
Kuingin degupan jantung kita kembali seiring seirama…
Dan biarkan risalah luka itu…
Terhapus DALAM DEKAPAN UKHUWAH…

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More