Kamis, 13 Januari 2011

Akhirnya, Aku Tahu Akhirnya

Oleh: Ika Andayaningsih

Masa SMA adalah masa dimana para kawula muda berpijak bersama sulit mudahnya kehidupan. “masa muda, masa yang berapi-api” begitulah kata bung Haji Rhoma Irama. Selalu ingin diakui dan dipuji, maka beberapa cara untuk itu, mereka satukan menjadi gerakan kreativitas. Kalaupun akhirnya harus melibatkan diri pada segala kesibukan yang memadati waktu, entah OSIS, ROHIS, magang, ekstrakulikuler, nongkrong, cari sensasi dan semua ada dimasa SMA. Masa pencarian jati diri para remaja. Seperti halnya Faizah al khansa, seorang remaja putri yang sedang mencari ‘siapa aku’ pada jati dirinya. Kini dia menimba ilmu disalah satu SMA negeri dimagelang, dia menjadi salah satu orang yang ditunjuk sebagai perwakilan kelas untuk aktif dikerohisan. Dan dengan sedia, izah ‘sah’ menjadi anggota yang harus terlibat didalamnya. Perjalanan panjang menuju kerohisan yang utuh pun dimulai. Perlu adaptasi baginya yang baru menemui perkumpulan ini. Akhirnya, izah selalu datang dengan bekal ilmu agama yang sedikit kacau. Biarpun penampilannya serupa dengan teman-teman rohis putri yang lain, tetap saja dia anggap semua ini hanya sebagai tuntutan wajib berseragam muslimah bagi rohis putri. Semua juga tahu sosok tomboy, PeDe dan penuh sensasi itu tidak terlalu nyaman dengan seragam yang diberlakukan bagi anak rohis dadakan sepertinya. Biarpun begitu, izah tetaplah sosok wanita yang memiliki hati dan perasaan yang sama seperti kaum hawa lainnya, fitroh yang tidak bisa dipungkiri

“eh, dia itu siapa e? baik, smart lagi. Kayanya aku suka deh” celetuk izah pada teman-teman sekelasnya
“yang mana zah? Oh itu? Dia anak kelas C. khem! suer kamu suka ma dia?!” izah mengangguk dan tanpa sedikitpun melepas pandangannya dari laki-laki dengan rambut belah tengah itu.
“besok aku harus nembak dia” semua teman-teman izah bersorak tidak percaya, seolah-olah kata-kata izah tadi adalah candaan biasa. Keesokan harinya izah memantapkan hati untuk menyatakan perasaannya yang diragukan oleh teman-teman izah sendiri
“rendi, udah mau pulang?” rendi mengangguk dalam keheranannya,
“rendi, aku suka ama kamu” kalimat izah yang singkat itu membuat rendi mengacak belahan rambutnya yang tetap terlihat rapih. Rendi menoleh sedikit ke arah izah, mungkin dia memastikan tatapan si izah akan ucapannya barusan. Dan sepertinya izah sadar akan sikap rendi yang memastikannya
“iya, aku suka ama kamu, kamu mau nggak jadi pacarku?” jelas izah santai. Deg! Serasa dihantam pukulan bedug berdiameter 73,9cm. Rendi terdiam dalam duduknya. ‘benar-benar gila anak ini, apa yang dia lakukan barusan?’ batinnya gugup

“em…” rendi menggantungkan kata-katanya, sepertinya giliran rendi meragukan dirinya sendiri
“aku mau kamu jawab sekarang, mau nggak kamu jadi pacarku,” lagi-lagi rendi diam dan mengeluarkan keringat dingin, lama rendi diam tanpa menolehkan pandangan izah sedetikpun dari dirinya
“kamu serius zah?” izah mengangguk meyakinkan
“rendi… aku suka ama kamu, aku mau kamu jadi pacarku…” dengan geregetan izah meyakinkan laki-laki didepannya itu
“kita kan anggota rohis…” rendi terus menutupi ketidak percayaannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin izah dengar
“memang apa hubungannya rohis ama aku suka kamu?” saat itu rendi benar-benar lebih memilih untuk menenggelamkan diri dilautan, dari pada harus menjawab pertanyaan-pertanyaan izah yang terasa enteng dibibirnya
“apa kata anak rohis nanti zah?” izah mengerutkan kening, dia merasa BeTe dengan kekhawatiran-kekhawatiran yang tidak terlintas dipikirannya saat itu, yang dibutuhkannya hanya satu, jawaban rendi atas pertanyaannya
“hiiiih kamu ini, satu pertanyaanku ja belum dijawab, udah ngasih bejibun pertanyaan!. Aku tu cuman butuh jawaban iya dan tidak dari kamu rendi…” helaan nafas rendi terdengar berat bersama ucapan izah
“oke kalo emang itu keputusan kamu, aku… aku mau jadi pacar kamu” izah tersenyum lebar dan melangkah keluar ruangan, entahlah bahagia yang seperti apa yang dirasakannya saat itu, karena yang pasti, ketika pulang dia lupa akan rendi yang baru saja sah menjadi kekasihnya. Tanpa permisi izah tinggalkan rendi didalam kelas sendiri. Esok harinya, berita ‘jadian’ mereka menggemparkan seluruh kelas

“kamu beneran jadian ma rendi zah?” izah mengangguk mantap
“ni surat dari dia” izah menunjukkan buku yang berisikan percakapan mereka. Begitulah system mereka berkomunikasi ketika pacaran. Menggunakan buku dengan menuliskan rayuan-rayuan satu sama lain dalam bentuk puisi, syair, dan segala yang berbau romantis. Izah yang sadar akan ketidak fasihannya memaknai kata-kata membuat izah pusing, dan akhirnya dia mempercayakan buku kencannya itu kepada teman-temannya
“lho yank, kok kayanya ini bukan tulisan ayank??” rendi melihat keganjalan yang izah buat
“hehe tau aja ni cinta, soalnya tanganku sedikit sakit cinta, jadi aku suruh temenku yang nulis, maaf ya…” rendi percaya saja dengan kata-kata izah dalam lembaran yang menjadi saksi ikatan mereka. Lama menjalin status pacaran bersama rendi, akhirnya izah merasakan suatu hal yang seharusnya tidak terbesit untuk sebuah kesetiaan, yaitu ‘bosan’. Izah bosan dengan pacaran yang begini-begini aja. Terlebih-lebih saat rasa bosan itu hadir, izah merasakan perhatian yang lebih besar dari laki-laki lain selain rendi. Izah kembali jatuh hati pada pria lain. Seperti biasa, tatapan izah tidak akan pernah lepas dari orang yang menggelitik hatinya saat itu. Ia berencana menghapus ikatan statusnya dengan pria yang masih menyayanginya, yaitu rendi. Akhirnya izah memutuskan untuk mencelakai dirinya sendiri dengan mengempeskan ban motornya

“negara, kamu ada waktu kosong nggak?” senyum negara membuat izah ingin mencubit telinga sang pemilik lesung pipit itu
“ban motorku kempes nih, bisa anter aku ke bengkel ga?” negara mengangguk, tanda meng-iya-kan permintaan izah. Tahap pertama pun sukses. Sekembalinya dari bengkel kesekolah, izah melihat rendi yang berdiri didepan pintu kelasnya. Izah yang melihat keadaan ini pun mengambil kesempatan untuk membuat rendi ‘panas’
“makasih ya ra, masuk kelas yuk” izah mendekap lengan negara kencang, dan membiarkan rendi melihatnya dengan tatapan sinis
“eh zah, aku nggak enak nih… ntar rendi marah lagi” izah tersenyum geli
“biarin aja kali ra, mau marah mau enggak itu urusan dia, yang penting sekarang kamu ama aku” akhirnya negara pun mengikuti permainan izah. Rendi yang terlanjur cinta padanya merasa sangat dikhianati dan dipermainkan, dengan ekspresi yang menunjukkan amarahnya, sore itu rendi memutuskan ikatan status mereka. Izah yang sadar akan hal tersebut bersorak senang dalam hati. Namun dia tidak bisa menyelesaikan dramanya ditengah jalan seperti ini. Akhirnya izah putuskan untuk ‘berpura-pura sakit’,

“ra, tolong anterin aku kerumah ya, aku nggak enak badan nih” izah mendekap tubuhnya sok menggigil
“tu kan zah… aku jadi nggak enak sama hubungan kalian” izah diam sambil berjalan menuju jok belakang motor negara. Rendi yang melihat izah yang dibonceng negara, merasa tepat telah memutuskan hubungan ini. Sedangkan dalam batin izah ada dua perasaan saat itu, senang karena akhirnya dia putus dengan rendi plush bonus bisa deket ama negara, dan sedih karena karus berbohong pada dua orang sekaligus dalam sekali waktu, bahkan bisa dibilang lebih dari dua orang itu. tapi izah tahu, rencananya telah berhasil. Mendengar putusnya rendi dan izah, anak-anak rohis berucap syukur yang sangat, mungkin mereka pikir inilah jawaban do’a mereka selama ini untuk izah. Padahal mereka tidak tahu motif besar izah yang sebenarnya.

Akhirnya rohis mencoba mengikat izah kembali pada kesibukan rohis. Lama izah tenggelam dalam kegiatan rohis, hingga dipenghujung kelas tiga, ia bisa merasakan nikmatnya berdakwah dan indahnya hidup mengingat Tuhan. Tapi jalan kebaikan itu lagi-lagi teruji oleh satu kata yang ingin dia singkirkan untuk sementara waktu, yaitu ‘cinta’. Ada salah satu dari anggota rohis yang membuat izah tertarik untuk merubah dirinya kejalan yang setidaknya hampir sama dengan laki-laki yang disebut ikhwan itu. Dan tidak disangka, ikhwan itu memiliki perasaan yang sama dengan izah. Usaha izah memang jarang sia-sia untuk masalah hati. Namun kali ini berbeda. Ikhwan itu lebih menuju ke jenjang yang serius. Dia mencoba untuk mengenal sosok dan keluarga izah lebih dalam. Izah juga melakukan hal yang sama. Bahkan, mereka sudah melalui tahap ta’aruf dan rencana kedepan. Namun ketika lulus SMA dan kuliah diuniversitas yang sama. Tuhan berkehendak lain akan jalan cinta mereka, ikhwan yang mengagumkan itu lebih dulu menikah dan bukan dengan izah. Hati izah sangat dan lebih hancur dari keluluh lantakan akibat tsunami aceh. Airmata izah terus mengalir bersama kesedihan yang berlarut. Sampai abinya bingung dengan keadaan izah, putri pertamanya. Dalam waktu kurang lebih tiga hari, izah berfikir tentang kejahatan ikhwan tersebut, namun kini izah harus sadar. Dia menikah bukan dengannya karena orang tua ikhwan itu yang menjodohkannya. Izah sadar, selama hidup sebelum dia bertemu ikhwan yang menemukannya pada pencerahan. Dia telah tiga kali menyakiti pria-pria tidak bersalah, dan kini akhirnya dia yang tersakiti dengan satu ikhwan yang telah memantapkan hatinya. Terakhir sebelum izah memutuskan untuk pindah universitas. Ikhwan itu mencoba menjelaskan kepada izah panjang lebar. Izah yang mendengar kata-katanya, hanya bisa diam dengan perih, sedih, luka dan semua rasa yang terlampiaskan dalam senandung lagu Agnes Monica yang tiba-tiba terlintas dibenak izah

Ku tak bisa paksamu, tuk tinggal disisiku
Walau kau yang selalu sakiti aku dengan perbuatanmu
Namun sudah kau pergilah, jangan kau sesali…
Karena ku sanggup walau ku tak mau
Berdiri, sendiri tanpamu
Ku mau kau tak usah ragu tinggalkan aku
Kalau memang harus begitu…
Tak yakin ku kan mampu, hapus rasa sakitku
Ku selalu perjuangkan cinta kita namun apa salahku…
Hingga ku tak layak dapatkan kesungguhanmu…

Air mata izah tak lagi sanggup terbendung, ketika ikhwan itu memberikan bingkisan cantik yang ternyata sebuah buku ‘bila hati rindu menikah’ karya Mas Udik Abdullah. Izah sadar, selama ini dia salah mengartikan perasaannya. Izah memutuskan untuk tidak lagi mendengar kata-kata ikhwan itu, langkahnya terasa berat bersama lelehan-lelehan perih yang dibawanya keluar dari mantan kampusnya kini

“dia tahu apa yang aku mau, tapi dia tidak akan pernah tahu apa yang harus dia perbuat setelah itu, makanya dia kasih buku ini untuk membimbing langkahku selanjutnya yang tanpanya” sedikit tersirat sesal diwajah izah karena pernah menyakiti tiga pria masa lalu. Kini dalam kamus hidupnya tertulis tebal

“KALAU INGIN MENIKAH, PERBAIKI DIRI DULU. Dan jangan terlalu berharap kepada orang yang belum tentu jodoh kita” sampai detik ini, izah bisa tersenyum bersama langkah dakwahnya. Jilbab menjuntai dan senyum yang makin terpancar membuat aku ingin memiliki semangat yang sama dalam berdakwah. Biarpun aku tidak memiliki kisah sama seperti dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More