Senin, 03 Januari 2011

Menikah??? Siapa Takut.....


Oleh: Ananta Anugraha Dina Tsalatsa

Pernikahan adalah sebuah ibadah, ibadah yang menggenapkan setengah dien. Menikah bukan sekedar melegalkan sebuah hubungan menjadi sah baik secara agama maupun negara. Menikah bukan sekedar mensucikan sepasang orang yang saling mencintai. Menikah bukan sekedar mendapatkan seseorang yang kita cintai. Tapi lebih dari itu yang bisa kita peroleh, keridhoan dari Allah, keberkahan dunia, pertolongan di akhirat hingga mampu membangun peradaban.

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diterimanya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang akan ia peroleh atau wanita yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju.”

Siapapun pasti ingin menikah karena ia adalah ibadah yang dijalankan oleh Rasulullah namun tidak semua orang berani mengambil keputusan untuk menikah di usia muda. Salah satunya adalah Asa. Sama halnya dengan manusia lain yang juga ingin menikah tapi tak pernah terfikirkan dibenak Asa untuk menikah di usia muda. Dulu saat usia Asa masih remaja jika ditanya tentang kenapa Asa tidak ingin menikah di usia muda, Asa hanya menjawab: ”takut”. Ternyata ketakutan Asa bukanlah tidak beralasan ketika ditanya lebih detail tentang alasan munculnya jawaban tersebut Asa memberi jawaban bahwa ia takut ketika salah dalam memilih suami, Asa takut kalau suaminya nanti hanya mencintainya di awal saja, Asa takut jika pernikahannya nanti hanya bahagia diawal, Asa takut jika kemudian terjadi perselingkuhan bahkan perceraian dalam pernikahannya.

Seiring berjalannya waktu saat masuk perguruan tinggi Asa mulai membaca buku tentang pernikahan dimulai dari buku berjudul “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” yang ditulis oleh Salim A Fillah dan “Cinta Kita Beda” yang ditulis oleh Muhammad Nazhif Masykur dan Evi Ni’matuzzakiyah yang sedikit demi sedikit membuat Asa yang saat itu sedang tumbuh dewasa memiliki pandangan lain akan sebuah pernikahan. Pernikahan yang bahagia, suci dan diridhoi Allah swt karena semuanya hanya berlandaskan dan ditujukan untuk Allah swt. Dan ketakutan itu pun perlahan tapi pasti mulai sirna.

Namun ternyata tidak selamanya perjuangan itu berjalan mulus. Ujian pun mulai datang silih berganti saat Asa mulai menginjak usia 20 tahun keatas (usia menikah) dimana telah banyak teman-teman bahkan saudara dekatnya yang mulai memasuki jenjang pernikahan. Ketika muncul seorang laki-laki sebut saja X yang bermaksud untuk menikahinya, saat itu ketakutan Asa sempat muncul kembali.

Berawal dari aktivitasnya disebuah organisasi kemahasiswaan, sebenarnya bukan pertama kali Asa aktiv dalam organisasi. Organisasi tersebut sudah organisasi yang kesekian kali yang Asa ikuti. Asa pun sudah terbiasa mengenal dan berteman dengan banyak orang. Namun, X yang sempat berada dalam satu organisasi dan seringnya melakukan akivitas bersama hampir sanggup memunculkan kekhawatiran dan ketakutan pada diri Asa.

Saat itu sebenarnya Asa belum terfikir tentang pernikahan karena baginya pernikahan belum masuk dalam salah satu program terdekat yang akan ia jalankan. Namun isi sms yang dikirimkan oleh X mampu membangkitkan keinginan Asa untuk menikah. Asa berfikir positif bahwa apa yang X utarakan adalah suatu keseriusan namun seketika sempat muncul ketakutan yang dulu pernah ia rasakan. Saat untuk pertama kalinya X menyampaikan maksudnya untuk menikahi Asa melalui sms, Asa menjawabnya sebagai gurauan, hal tersebut dikarenakan seringnya X bergurau dengannya ditambah dengan ketakutan Asa menghadapi sebuah kenyataan.

Ketika kemudian untuk kedua kalinya X menyampaikan maksudnya tersebut melalui telfon hal tersebut membuat Asa berfikir bahwa urusan ini bukanlah main-main dan Asa pun mulai berani untuk mencari kebenarannya. Asa pun menanyakan perihal maksud X tersebut apakah benar-benar serius atau tidak, ternyata X memang benar-benar serius. Bukan kebahagiaan yang lantas langsung Asa rasakan saat mendengar jawaban itu tapi justru kekhawatiran yang muncul. Asa khawatir jika niat awal mereka menikah nanti sudah dikotori oleh keinginan dunia, Asa khawatir jika ia terjebak dalam perasaan cinta yang salah, Asa khawatir jika pernikahannya nanti dimulai dengan sesuatu yang kurang baik, Asa khawatir jika pernikahannya dengan X terlaksana akan menimbulkan fitnah karena sebelumnya mereka sudah saling mengenal dan dekat ketika berada dalam satu organisasi. Namun Asa sadar bahwa semua itu harus ia hadapi dan Asa kembalikan semuanya hanya kepada Allah swt. Maksimal tiga bulan sejak X menyatakan keseriusannya untuk menikahi Asa keputusan ataupun jawaban itu harus sudah ada, entah nanti keputusannya menikah ataupun tidak Asa hanya ingin menyerahkan urusannya kepada Allah swt.

Sejak saat itu di malam harinya Asa melakukan shalat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah swt. Sepanjang hari tak henti-hentinya Asa berdoa. Jika ia memang jodoh yang baik untukku, agamaku, keluargaku dan seluruh umat yang bisa membimbing dan menjadi imamku untuk dunia dan akherat maka ridhoilah, berilah ketenangan dan jadikan kami dalam sebuah ikatan pernikahan yang suci, namun jika ia memang bukan jodohku maka jauhkanlah ia dariku dan jadikanlah ia dengan seseorang yang lebih baik. Asa hanya minta yang terbaik dari Allah swt. Apapun jawabannya nanti itulah yang terbaik yang Allah swt berikan karena Allah swt yang maha tahu dan maha adil. Allah swt memberi berdasar apa yang kita butuhkan bukan berdasar pada apa yang kita inginkan. Allah swt lebih menyukai prosesnya jadi ketika proses yang kita jalankan sudah baik, benar dan halal apapun hasilnya nanti seharusnya kita tetap bahagia.

Selain itu Asa juga tak henti-hentinya berdoa supaya ia tidak larut dan jatuh kedalam cinta yang salah. Beratnya memanage hati sebelum saatnya tiba tidak lantas membuat Asa berhenti untuk senantiasa berusaha. Cinta memang anugerah yang Allah swt berikan kepada makhluk-Nya. Asa ingin ketika ia jatuh cinta nanti tepat pada waktunya, tepat pada sasarannya, tepat pada tempatnya dan tepat pada tujuannya. Asa ingin mencintai seseorang disaat Allah swt sudah meridhoinya dan dalam pernikahan yang suci, Asa ingin cintanya kepada seseorang tidak melebihi cintanya kepada Allah swt, Asa ingin cintanya kepada seseorang menambah kecintaannya kepada Allah swt. Biarkan cinta itu indah pada waktunya.

Kini Asa hanya butuh kesabaran dengan tetap berikhtiar dan bertawakal kepada Allah swt hingga tiba saat Allah swt memberikan jawaban terbaiknya kepada Asa.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More