Senin, 10 Januari 2011

Misteri Cinta Di Balik Takzir Kyai


Oleh: Siti Munafiah

Setelah saya membaca novel Bulan Tak Purnama, karangan Ahmad Basri Afandi, saya jadi teringat dengan teman saya. Novel ini mengajarkan ketegaran dalam menjalani kehidupan, seperti yang dijalani oleh Aisya dan Dani dalam novel bulan tak purnama. Begitu pula dengan teman saya, sebut saja namanya Laila. Laila tinggal disebuah kampung kecil yang terletak di daerah Blora, kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Dari kecil Laila sudah hidup dalam dunia pesantren, tepatnya sejak dia berusia Sembilan tahun, dia telah dikirim orang tuanya ke pesantren Al ma’ruf. Orang tuanya adalah orang yang menjunjung tinggi nilai nilai islam, maka dari itu mereka ingin anaknya tumbuh besar dalam lingkup pesantren.

Seperti layaknya pondok pesantren lain, pesantren Al ma’ruf ini juga mempunyai peraturan yang ketat. Seluruh santri yang mondok disitu tidak boleh melanjutkan sekolah,jadi pondok itu hanya mengajarkan sesuatu yang sifatnya bukan duniawi, melainkan lebih mengedepankan pengetahuan agamanya. Dan di pesantren ini juga mempunyai peraturan yang unik, bagi santri yang ketahuan pacaran dengan sesama santri, maka hukumannya adalah di keluarin dari pesantren, dan bagi pihak wanita selain di keluarin dari pesantern juga diguyur dengan air got.

Sudah hampir lima tahun Laila nyantri di pesantren Al ma’ruf, suatu  hari ketika dia sedang keluar untuk membeli perlengkapan wanita disebuah warung dekat pondok, dia berjumpa dengan seorang santri, sebut saja namanya Syarif Hidayatullah, tapi panggilan akrabnya di pondok adalah Syarif. Pada waktu itu mereka nggak berani bertukar sapa, jangankan menyapa, melirik aja masih sungkan banget. Memang benar kata pepatah jawa yang mengatakan “ Wiwiting tresna jalaran saka kulina “ begitu juga yang dialami oleh Laila dan Syarif,  karena sering berjumpa, walaupun tidak sengaja, tapi ketidak sengajaan itulah yang menumbuhkan benih benih cinta dihati mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk berpacaran. Beruntung sekali selama mereka menjalin cinta, tidak ada pengurus pondok yang mengetahui hal itu.  Hingga pada suatu hari tiba tiba Syarif memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.

“ apa salahku kang, sehingga kau memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita” Tanya Laila waktu itu
“dek, aku merasa kita udah nggak cocok lagi, mungkin lebih baik kita akhiri saja hubungan ini “ jawab Syarif dengan tenang
:tapi kenapa harus sekarang kang ? aku begitu menyayangimu, dan aku berharap kau dapat menjadi imam dalam hidupku, ayah dari anak anakku dan penuntunku menuju surga-Nya “ kata Laila dengan mata berkaca kaca
“ maafkan aku dek, aku benar benar nggak bisa melanjutkan hubungan ini. “
“kenapa kang ? apa hubungan kita telah diketahui pengurus pondok ?” Tanya Laila mencoba mencari kejujuran dimata Syarif
“ bukan gitu dek, maafkan aku, kayaknya aku udah nggak bisa lagi jalan sama sampeyan, aku merasa kita udah nggak ada kecocokan lagi dek, maafkan aku yang telah menjerumuskanmu dalam situasi rumit ini. Kita tahu sendiri kan, dalam islam nggak ada konsep pacaran, maka dari itu aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini sebelum kita melangkah terlampau jauh. Aku harap kamu mengerti dek “ kata Syarif dengan bijaksana.
“ ya sudah kalau itu memang keputusan kang Syarif , saya akan mencoba menerimanya kang “ kata Laila yang disertai deraian air mata yang membasahi jilbabnya
“ maafkan aku Laila “ kata Syarif
“ ndak apa apa kang, mungkin kita memang belum jodoh. Laila pamit dulu kang. Assalamualaikum “ kata Laila sambil menundukkan kepala dan segera beranjak meninggalkan Syarif

Syarif masih terpaku di tempatnya, dia merasa nggak enak sendiri sama Laila, tapi mau gimana lagi, Syarif benar benar nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Dia nggak bisa memilih dua wanita dalam hidupnya. Lama Syarif terdiam di situ, hingga dia lupa menjawab salam dari Laila.
“ maafkan aku Laila, aku telah mencoba untu menyayangimu, tapi entah nggak tahu kenapa disetiap aku bersamamu yang ada dalam fikiranku bukan kamu, tapi Syifa “ kata Syarif dengan lirih

Syarif segera meninggalkan tempat itu dan segera menuju pondoknya, karena sebentar lagi ada kajian kitab Tafsir Al Qur’an, dia nggak mau kena takzir kyai gara gara nggak ikut kajian itu. Sementara itu, Laila segera menuju kamarnya. Wajahnya basah oleh air mata. Dian, teman sekamarnya yang mengetahui hal itu segera menghampirinya
“ mbak Laila kenapa ? kok nangis ?” Tanya Dian sambil mengusap punggung Laila
“ dek Dian….” Kata Laila sambil memeluk Dian
“kenapa mbak ?”
“ kang Syarif mutusin aku dek “ kata Laila ditengah tengah isak tangisnya
“yang sabar ya mbak, istighfar, minta ampunan kepada Allah, mungkin ini memang yang terbaik bagi mbak Lalia “ kata Dian sambil menenangkan Laila
“tapi kenapa dia tega memutuskan aku dengan alasan yang nggak jelas ? apa aku salah jika aku menginginkan dia menjadi suamiku kelak ? apa aku salah jika aku menginginkan dia menjadi imam dalam kehidupanku ?”
“ sabar ya mbak “ hanya ucapan itu yang mampu keluar dari bibir mungil Dian
Akhirnya Dian meninggalkan Laila, dia membiarkan Laila sendiri dikamarnya. “Mungkin  dia masih perlu waktu untuk menenangkan diri “ fikir Dian.

Setelah kejadian itu, Laila semakin nggak semangat menjalani hari harinya, dia selalu murung dan sering kali dia menangis sendiri dalam sujud panjangnya disepertiga malam. Dia mengadukan semua yang telah dialaminya kepada Allah, karena dia yakin hanya Allah lah yang maha memberi petunjuk. Laila sekarang lebih memfokuskan diri dengan ngajinya, dia sudah nggak mau menjalin hubungan dengan santri manapun. Didalam hatinya hanya ada Syarif dan Syarif. Dia memutuskan untuk melupakan urusan duniawi, sekarang dia menjadi sufiyah yang super alim

“ mbak Laila, mbak jangan menyiksa perasaan mbak kayak gini dong, mbak semakin kurus, dan apa mbak udah berfikir masak2 kalau mbak mau menjadi sufiyah ? bukan berarti mbak ingin lari dari kanyataan kan ?” Tanya Dian suatu hari
“nggak kok Yan, aku udah memutuskan untuk memilih jalan ini bukan karena aku ingin lari dari masalahku, tapi aku hanya ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah, kamu nggak usah menghawatirkan aku “
“ mbak, apa mbak masih menyayangi kang Syarif ?” Tanya Dian
“ aku akan selalu menyayanginya, nggak ada yang bisa menggantikan dia, jikalau ada, mungkin sosok itu hanya bisa menggantikan namanya saja, sementara dirinya nggak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun. Kamu nggak ngaji Yan ?” Tanya Laila
“ ngaji mbak, ya udah saya ngaji dulu ya mbak “ kata Dian sambil pamit undur diri

Laila hanya mengangguk sambil memberikan senyuman pada Dian, yah walaupun sebenarnya hatinya lagi nggak ingin tersenyum. Selang beberapa bulan setelah Laila putus dengan Syarif, Laila mendengar kabar bahwa Syarif telah mempunyai gandengan lagi, dan tentunya hal ini membuat hati Laila sakit, dan yang lebih menyakitkan lagi ternyata Syarif telah berpacaran dengan Syifa, teman Laila sendiri. Keadaan ini semakin membuat Laila makin terpuruk. Dia mencoba untuk tetap tegar dengan semua ini, setiap malam sajadahnya basah oleh air mata yang tak berhenti mengalir dari sudut matanya. Dia mencoba untuk melupakan Syarif dan mencoba mengikhlaskan Syarif menjadi milik Syifa. Tapi didalam hatinya terbesit juga sebuah doa untuk Syarif “ ya Allah, apabila engkau tidak menghendaki kang Syarif menjadi milikku, maka panggillah dengan segera kang Syarif kesisimu, agar tak ada yang memilikinya “. Laila tahu bahwa seharusnya dia nggak boleh mendoakan Syarif seperti itu, tapi mau gimana lagi, Laila juga manusia biasa, yang punya perasaan dan punya ego.

Mungkin benar apa kata pepatah, serapat rapatnya kita menyimpan bangkai, pasti baunya akan tercium juga, begitu pula dengan hubungannya Syarif dan Syifa. Ternyata tanpa sepengatahuan mereka, hubungan mereka telah diendus pengurus pondok. Mereka segera dipanggil oleh pengurus pondok dan diadili didepan Kyai. Dengan melalui proses yang sulit dan terbelit belit, akhirnya keduanya mengaku. Mereka diberi pilihan, antara menikah atau keluar dari pondok. Mereka memilih keluar dari pondok.

Malam sebelum mereka dikeluarkan dari pondok, mereka mendapat takzir dari kyai. Mereka diutus menjadi musohih (menyimak hafalan santri santri yang masih junior ), tidak hanya itu saja, setelah mereka menjadi musohih, mereka juga disuruh manghafalkan apa yang telah mereka pelajari di pondok selama ini, termasuk hafalan Al Qur’an.

Pagi hari sebelum mereka resmi dikeluarkan dari pondok, mereka masih menjalani hukuman yang telah ditetapkan dari pengurus pondok, bagi pihak lelaki, kepalanya akan digundul dulu sebelum menjalani hukuman selanjutnya.

Pagi hari setelah semua santri, kyai dan pengurus pondok berkumpul dilapangan, ritual hukuman yang memalukan pun akan segera dimulai. Syifa selaku tersangka dalam kasus ini akan mendapatkan hukuman yang memalukan, kepalanya akan diguyur dengan air got yang baunya busuk, yang dimulai dari pengurus pondok dahulu kemudian diikuti oleh santriwati yang lain. Sedangkan bagi Syarif, dia akan disuruh mencebur kedalam sumur yang kedalamannya satu setengah meter, sumur itu berisi penuh air got, dan ditengah tengah mulut sumur akan diberi bambu yang digunakan untuk berpegangan. Syarif disuruh berendam dan bergelantungan ditengah tengah mulut sumur selama satu jam penuh. Sesudah itu barulah dia dengan resmi menjadi alumni pondok situ yang dikeluarkan secara tidak hormat.

Melihat kejadian yang mengenaskan itu, Laila hanya terdiam, perasaannya tak karuan, campur aduk, antara kasihan, dan sedih melihat teman dan mantan pacarnya diperlakukan seperti itu.  Dia hanya bisa bergumam dalam hati “ ya Allah, mungkinkah ini adalah jawaban atas doa yang selama ini aku panjatkan di sujud malamku ? apakah ini azab yang kau timpakan pada Syarif karena dia telah menyakitiku ? jika benar, aku berterimakasih kepadamu ya Allah, karena engkau telah menyadarkan mereka. Sekarang aku ikhlas melepas kang Syarif, wallahi aku ikhlas ya Allah “  batin Laila. Tak terasa butiran Kristal bening jatuh di pipinya, dia segera menyeka air matanya dan meninggalkan kerumunan massa itu

Setelah kejadian yang memalukan itu, terdengar kabar bahwa hubungan Syarif dan Syifa telah kandas, dan sekarang Syifa telah menikah dengan tetangganya sendiri dan juga termasuk anak pesantren, sedangkan Syarif, sekarang dia telah bekerja di luar Jawa, Laila nggak tahu pasti pekerjaan Syarif yang sebenarnya, dia hanya tahu kabar itu dari teman Syarif yang kebetulan juga menjadi teman akrab Laila. Biarpun Laila sudah sepuluh tahun di pesantren itu, tapi tetap saja dia nggak bisa melupakan kejadian itu. Terlebih itu menyangkut seseorang yang pernah disayanginya. Dari sini Laila belajar menghargai hidup, dan belajar untuk tetap tegar dalam menghadapi masalah apapun. Dia yakin Allah selalu mendengar doa hambanya yang teraniaya, kenapa dia bisa bilang begitu ? Karena Laila sendiri telah membuktikannya.

Segala sesuatu yang kita kerjakan dengan ikhlas, Allah tidak akan segan segan membalasnya. Apabila kita mengerjakan suatu kebaikan, maka Allah juga akan melimpahkan beribu ribu kebaikan kepada kita, dan sebaliknya jika kita melakukan kejahatan sedikit saja, maka Allah pun juga tidak akan luput untuk membalas kejahatan kita. Untuk itu, hati hatilah kawan, semua yang kamu lakukan akan diperhitungkan sendiri dihadapan Allah kelak.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More