Rabu, 12 Januari 2011

Kenanganmu Menjadi Cermin Hidupku

Oleh: Peramita Dewi

Bismillahirrohmaannirrohim...................
Sebaik baik teman duduk adalah membaca buku. Ungkapan itu menjadikanku untuk selalu membawa buku bacaan setiap bepergian kemanapun tujuan. Tentunya buku pilihan yang bermanfaat.

Hingga suatu hari aku menemani seorang nenek yang begitu kusayangi yang sedang dirawat dirumah sakit. Sejak  dua hari dirawat, nenek begitu terlihat kurus dan lemah. Penyakit jantung mulai semakin membuat nenekku lemah dan tak berdaya.“Oh nenekku..

Pagi itu aku mendapat giliran menjaga nenek karena mamaku harus kembali bekerja setelah dua hari ijin menjaga nenek di rumah sakit.  Aku duduk disamping nenek sambil memandangnya. Ia sedang tertidur pulas karena semalaman tak tidur. Akhirnya pagi ini , dokter pun memberi obat penenang sedikit agar nenek bisa istirahat. Ku kecup keningnya. Bau wangi yang tak asing kuhirup. Yah, nenekku seseorang yang sangat rajin  memakai parfumnya setiap pagi dan sore setelah mandi. Rupanya rutinitas itu tak pernah ditinggalkannya meski ia sedang terbaring sakit. Rambutnya pun sangat rapi. “Biar nenek sudah tua tapi nenek ingin tetap wangi dan rapi. Karena ALLAH itu suka keindahan. Dan orang yang berada di samping nenek merasa nyaman. Jangan sampai nenek ini sudah tua tapi baunya gak karuan..hehehe!” jawab nenek saat dulu pernah kutanyakan tentang wewangian yang begitu rajin ia pakai.

Aku pun duduk di lantai beralaskan tikar kecil. Ku ambil buku Bercermin pada hatimu  di dalam tas kecil.
Karena setiap diri kita adalah cermin bagi yang lainnya.  
Maka jadikanlah bayangan yang dipantulkan hanya kebaikan dan kebaikan saja. 

Yah, dua kalimat sederhana yang tertera pada cover buku itu begitu menyindir diriku. Menyusuri setiap halaman buku mengingatkan  aku kembali sejenak tentang kenangan bersama nenek yang sedang terbaring.Nenek yang hingga detik ini memberiku pantulan kebaikan dan hanya kebaikan saja.

Seketika itu , aku memutar kembali perjuangannya dalam mengarungi kehidupan.Perjuangan seorang istri yang telah ditinggal belahan jiwanya sejak usianya 32 tahun. Keracunan makanan telah merenggut seorang laki-laki yang telah mengukir sejarah dalam hidupnya. Namun sang istri pun tak pernah terlintas di dalam benaknya  untuk menikah lagi.

Mendidik anak dan membahagiakan mereka adalah menjadi prioritas utamanya. Menghidupi keenam anaknya bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Menyekolahkan mereka satu persatu membuatnya untuk bekerja keras. Bahkan saat mamaku beranjak di bangku SMA, harus tinggal menumpang salah satu rumah kakak nenekku untuk melanjutkan sekolahnya. Ketiga adik laki-laki mama-lah yang menemani hari-hari nenek. Sekolah di pagi hari dan berdagang membantu nenek di siang harinya.

Perjuangannya yang tak kenal kata keluh. Kemandiriannya yang tak pernah meminta meskipun bisa ia lakukan pada ketiga kakaknya yang hidup lebih berkecukupan.Yang sampai usianya menua pun tak ingin menyusahkan anak-anaknya. Hingga kegigihannya untuk tetap memilih tinggal di sebuah kontrakan kecil milik keduaorangtuaku bersama seorang anaknya . Mama sudah pernah membujuknya ribuan kali, tapi nenek lebih suka memilih menempat kontrakan kecil itu dengan pamanku. Yah hanya berdua saja.

Dan tahukah siapa paman ku yang masih saja dipelihara penuh kasih sayang dan menemani nenek hingga usia tua menghampirinya kini?  Pamanku adalah adik mamaku yang ke tiga. Umurnya sudah lebih dari umur dewasa. Yah ,selama 39 tahun paman selalu tinggal dan dirawat oleh nenek.

Namun ia berbeda seperti paman yang lainnya. Ia seorang laki laki dewasa yang sejak usia 1 tahun cacat mental dan fisik. Penyakit step telah merenggut kesempurnaan tangan kanan dan telapak kaki kiri. Ia  tak bisu, namun ia hanya mampu mengeluarkan suara asal. Seperti suara geraman yang tak jelas. Namun nenek telah memahami makna dari setiap suara yang ia keluarkan.

Bahkan untuk makan dan minum ia harus sering disuapi. Buang air besar pun harus diceboki. Setiap minggunya pasti saja  kejangnya kambuh. Dan setiap  usai kejang, ia selalu saja mengompol. Entah dimana dan bagimana posisi tubuhnya. Di tempat tidur, dikursi, didapur ataupun di ruang tamu. Terkadang mengompol berulang kali. Dalam  3 jam bisa terjadi  3 kali. Semua  itu dihadapi dengan kesabaran yang begitu dalam oleh nenek. “ Astaghfirullahal’addzim “. Inilah yang nenek ucapkan ditengah menghadapi sikap paman .

Mama pernah meminta agar sang paman untuk tinggal saja bersama kami. Namun nenek yang begitu keras justru marah. Nenek tak ingin sang paman merepotkan dan membuat keluargaku  dirumah  menjadi jijik karena paman. “ Biarlah paman tinggal bersama nenek. Nenek masih kuat merawatnya sendiri.”jawab nenek selalu.

Belum lagi soal makanan. Tak pernah nenek memakan nasinya sebelum ia menyuap sang paman. Suapan yang begitu lembut penuh kasih sayang yang mendalam. Sambil menyuapi, nenek juga bercakap-cakap pada paman. Meski sang paman hanya senyum atau mengeluarkan geraman senangnya. Namun nenek tetap menikmati sikap sang paman. Mengusap rambut bahkan mengecup keningnya paman. Tak pernah ia mendapat makanan dari manapun sebelum ia memberi dahulu untuk paman. Bahkan setiap nenek kepasar ia selalu membeli keripik pisang coklat kesukaan sang paman. Oh nenek..

Usianya yang 70 tahun tak membuat wajahnya terlihat begitu renta. Meski jika diamati, garis kerutan terukir tak sedikit  di wajah nya murah senyum. Di kontrakan mungil itu, ia melakukan semua aktivitas rumah tangga. Memasak , mencuci , menyapu serta pergi kepasar. Bahkan ia mengasuh paman dengan baik, memandikan, menggosokkan gigi, memotong rambut dan kukunya, menyisirnya, serta mengharumi tubuh paman dengan parfumnya. Semua itu dilakukannya sendiri bagaikan seorang ibu yang sedang mengasuh anak balita.

Nenek juga sangat ramah dan terbuka pada setiap tetangganya baik yang jauh ataupun dekat. Nenek tak pernah malu mengenalkan paman pada setiap tetangganya. Mengajarkannya untuk bersalaman. Hingga semua tetanggapun ikut mengasihi sang paman. Diantara tetangga itu , mereka seringnya mendoakan nenek. “Semoga paman yang dirawat nenek hingga masa tuanya menjadi tangga nenek kelak untuk meniti jalan ke Surga” .Dan  doa itu berulang kali diucapkan oleh setiap yang mengenal nenek. Hingga nenek yang mendengarnya terharu, bahkan ada butir butir air mata yang jatuh dari kedua pelupuk matanya. “ Menjaga dan mengasuhnya adalah sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang ibu. Dan ia adalah amanah yang masih dipercayakan ALLAH untuk seorang wanita tua ini “ ucapnya merendahkan hati.

Di hari-hari tuanya, sang nenek juga sangat rajin mengikuti pengajian di lingkungan kontrakan. Padahal nenek adalah yang paling tua diantara yang lain. Nenek seoranglah   yang paling terbata dalam  membaca AL Qur’an. Namun semangat nya tak pernah henti untuk belajar mengaji kembali. Hingga nenek pernah  berkata di suatru harinya ”semoga umur nenek ini masih cukup untuk mengkhatamlkan mengaji AL QUR’AN. Doakan ya gadis...” Subhanallah..itulah impian nenek yang ia ucapkan saat usai mengaji bersamaku di rumah.

Aku adalah seorang cucu perempuan kesayangannya diantara cucu lainnya. Ia selalu memanggilku dengan sebutan “ gadis nenek”. Sejak aku kuliah dan menempati asrama selama2 tahun , aku jarang sekali bertemu dengannya. Terkadang dua minggu sekali saat aku libur dan pulang kerumah. Namun kata mama, nenek sering sekali jika kerumah ia istirahat serta tidur di kamarku. Bahkan ia sering melihat dan membaca buku yang ada dilemari kacaku.

Yang diam-diam , nenek mengambil salah satu photo kuliahku bersama sahabat-sahabat dari album photoku. Dan baru kutahu, saat lebaran idul fitri aku kerumah nenek. Saat itu nenek berkata” Gadis…he,he..maaf ya, nenek ga ijin mengambil satu photo dari album photomu. Karena nenek senang deh memndang photo kamu dan teman-teman gadis memakai seragam kuliah.  Cantik dan Manis-manis semuanya kaya gula. He..he..” puji nenek pada photoku yang terpajang di lemari kaca di ruang tamu kontrakannya.

Ada satu hal yang begitu menyentuh, membuatku selalu memohon pada ALLAH untuk mengabulkan permohananya. Nenek adalah seseorang yang jika diundang tak pernah absen dalam kehadirannnya. Sebagaimana ia ketahui bahwa memenuhi undangan menjadi salah satu kewajiban seorang muslim. Hingga aku pun pernah menemaninya di suatu undangan saudara yang akan pergi naik haji. Ia sangat bersemangat. Dan ketika datang hingga berpamitan ia selalu berkata “ Tolong doakan nenek juga ya, semoga bisa pergi haji..shalat disana juga.”lirih nenek penuh harap.

Meskipun tanpa diketahui yang disalaminya, ada butir-butir air mata menetes jatuh ke pipi nenek. Harapan nenek yang begitu mendalam. Rindu seorang nenek untuk pergi ke tanah suciNYA. Entah kapan masa itu tiba. Semoga Ya ALLAH..


Berbagi untuk memberi tak pernah tertinggalkan dalam keseharian nenek. Berbagi makanan untuk tetangga dan fakir miskin. Tak pernah jua ia luput menyelipkan uang  meski hanya selembar uang sepuluh ribu di kantung setiap cucunya. Walaupun ia tak jumpa, tapi pasti ia titipkan pada sang ibu. “Untuk beli satu mangkok bakso atau pulsa deh..” rayu nenek ketika ia memberiku uang saku disetiap pertemuan. Bersedekah materi apapun yang dimilikinya adalah menjadi rutinitas sang nenek setiap hari. “Yah , nenek ga bisa ngasih banyak – banyak. Sedikit –sedikit yang penting nenek senang bisa ngasih. Tak    perlu melihat seberapa banyaklah kantung nenek ini, he..hee.” ucap nenek. Meski ku tahu sesungguhnya tak banyak uang di sakunya. Tapi itulah prinsip nenek. Rajin-rajinlah memberi meski sedikit dan kantung mulai tipis. Hmm .....


Setelah selama lima hari dirawat di rumah sakit, nenek diperbolehkan pulang. Alhamdulillah nenek juga berkenan tinggal bersama kami dirumah. Sang paman juga ikut tinggal bersama kami.

Hingga suatu hari tepatnya di pagi yang begitu cerahnya, nenek bercerita bahwa ia telah bermimpi ketika tidurnya pulas dimalam itu. Nenek sangat bersemangat menceritakan mimpinya pada kakakku. “ Nenek tadi malam mimpi aneh. Di dalam mimpi itu, nenek lagi jalan di sebuah lorong. Lorong itu terang sekali. Bahkan baunya wangi sekali. Dan ketika nenek berjalan , ada seseorang yang sedang berdiri juga disana. Ia berkata pada nenek “ Nek , jalan terus ya..teruuuus aja. Nanti nenek pasti nyampe juga”. Ketika nenek ingin menanyakan siapakah dirinya dan kemanakah nenek akan sampai, tiba-tiba laki-laki itu menghilang begitu saja. Kemudian nenek berjalan kembali menyusuri lorong-lorong penuh cahaya itu. Eh , nenek keburu bangun deh.. nenek pengen buang air kecil. Padahal   belum nyampe loh.” Penasaran menyelimuti pikiran nenek. “ wah, mimpi bagus tuh nek. Mungkin  nenek mau jalan-jalan kali ya..?he..he..” ramal sang kakak sambil menghibur nenek. “ Jalan-jalan..?? hufh..nenek hanya ingin jalan ke tanah suciNYA. Semoga...”bisik batin nenek. Ia sudah begitu rajin menabung untuk sebuah impiannya. Namun sekeping  harapan itu belum jua terkabulkan.

Siang hari itu, tak disangka mama pulang kerja membawa sebuah kabar gembira. Kabar yang rupanya menjadi impian nenek yang selalu dinanti. Bahwa mamaku mendapat giliran naik haji dari kantornya. Dan mama sudah berjanji, jika giliran itu tiba, maka kursi  keberangkatan itu akan dipersembahkan untuk sang nenek. Wajah bahagianya nenek siang itu tak pernah kulihat seperti sebelumnya. Ada keharuan syukur mendalam dari pancaran wajahnya. Mama dan nenek berpelukan erat. Nenek yang sambil menitihkan tetesan air mata kebahagiaannya mengucapkan terima kasih pada mama. Lalu tak lupa ia sujud syukur. Alhamdulillah...

Ya Allah, segala puji kami hanyalah untukMU...

Satu minggu sejak kabar gembira itu, nenek harus kembali dirawat di rumah sakit. Dadanya terasa sakit dan berdetak begitu cepatnya. Detakan jantungnya seakan membuat nenek keletihan untuk bernafas. Keringat dingin mengalir di seluruh tubuhnya. Aku dan mama semakin resah dan pilu melihatnya. Kedua kakakku sibuk menghubungi keluarga besar yang di luar kota. Khawatir akan kondisi nenek yang semakin memburuk. Tak henti-hentinya aku dan mama menemani di samping nenek , membantunya untuk mengucapkan syahadat.  Serta berdoa agar sang nenek dimudahkan dalam sakaratul mautnya.

Hari kedua nenek dirawat, seluruh anak nenek beserta keluarganya masing-masing tiba di ruang itu. Bergantian  menciumi kedua pipi serta kening nenek,sambil menuntun nenek melafazkan syahadat. Adzan dzuhur berkumandang menggetarkan bumi hingga ruang itu. Nafas nenekpun  semakin lambat. Seolah sedang menunggu seruanNYA yang terakhir kali ia dengar. Akhirnya tepat lima menit ba’da adzan, nenek pergi dengan tarikan nafas tiga kali sambil mengucapkan kalimat dahsyat itu dengan sempurna. Ada ukiran senyum bahagia yang terpancar di wajah putih nenek.

Oh nenek...
Di hari-hari akhir menuju kepulanganmu pada ALLAH,
Impian yang kau nanti telah di kabarkanNya langsung untukmu
Meski ia baru sekedar kabar yang menggembirakanmu..
Impian yang akhirnya DIA jawab di luar dugaanmu..
Impian yang selalu kau pinta untuk kami doakan juga..

Subhanallah..

Padahal saat itu nenek sudah mulai merangcang apa-apa saja yang harus dibeli untuk berangkat haji. Menitipkan dari jauh hari sang paman pada kami selama ia pergi haji kelak. Meminta tanpa memaksa untuk melihat-lihat kontrakan nya selama ia tinggal. Dan merawatkan bunga-bunga di depan konrakan yang sudah ia pelihara selalu selama ia disana. Bahkan dua hari sebelum dirawat, nenek sangat senang pergi bersama mama untuk photo terbarunya sebagai syarat calon haji.

Hingga di hari kepulangan jenazah nenek di kontrakannya, seorang tetangga yang mengajari nenek mengaji selama ini mengatakan bahwa nenek sudah sempat menyelesaikan khatam Al Qur’annya dan menyetor beberapa surat pilihannya. Nenek telah lulus menuntaskan janjinya pada Allah untuk mengaji kitabNya hingga khatam sebelum pergi pulang ke sisiNya. Seorang muslimah itu tak pernah mengakhirkan shalat waji hingga masa tuanya. Mendampingi shalat wajibnya dengan shalat rawatib . Tak pernah telat menunaikan duhanya. Bahkan ia masih rajin melaksanakan puasa senin kamis di masa tuanya. Serta kesulitan ia untuk tidur di malam hari ia jadikan solusi untuk bersujud ria di keheningannya malam. Berdzikir ditemani rintihan air mata curahan seorang hamba.

Oh nenekku..
Kenanganmu  menjadi sebuah  cermin hidupku,
Cucu mungilmu ini masih  jauh perjalanannya,
Namun belum seberapalah ujianNYA ,
Jauh sudah dibandingkan warna warni ujian yang telah kau arungi..

Semoga kami setangguh dirimu menjaga amanahNYA

Rabbi..
Kuutus sebaris doa untuk seseorang yang telah KAU pulangkan ke negeri abadi disana,
Ampunkanlah kiranya segala dosa-dosa yang mungkin belum terampuni,
Sayangilah  ia sebagaimana ia selalu memelihara sayangnya padaMU..
Anugerahkanlah ia sebaik-baik tempat pertapaan hamba pilihanMU,
Dan kelak kumohon..
Ijinkanlah kami kembali berkumpul untuk bercengkrama mesra di Taman JannahMU...
Amin allahumma’amin...

Semoga kau lebih bahagia berada disana

“Tidak banyak orang yang mampu mengambil hikmah dari kegalauan hati yang dirasakan  atau peristiwa yang tidak menyenangkannya, walau sebenarnya ia paham di balik semua itu ada pelajaran dari-NYA. Namun, lebih tidak banyak lagi orang yang mau berbagi pengalaman pribadinya.”

“Padahal, menjadi cermin bagi orang lain, begitulah maksud setiap diri kita diciptakanNYA. Sayangnya , tidak semua orang memantulkan bayangan yang indah bagi orang lainnya. Terkadang malah yang dipantulkan membawa keburukan, atau bahakan orang-orang lain menghindari, walau hanya untuk sekedar memandan barang sedetik.”
 (Barisan kalimat yang tertera di belakang cover buku “ Bercermin Pada Hatimu”. )

Masya ALLAH.
Kalimat kalimat itu begitu menusuk hatiku, meneteskan butir butir air mata  dengan segunung rasa malu sebagai seorang hambaNYA..

Bagaimana  dengan diri kita? 
Sudahkah kehadiran kita menbawa perubahan dan kebaikan? 
Atau kepergianmu membuat orang lega dan tertawa? 
Bermuhasabahlah wahai diri..  
(the way to win )

Bercerminlah  pada seorang nenek ..

Wahai diri..
Kini ku harus bercermin kembali,
Mengenang belasan tahun bahkan mungkin puluhan tahun usia yang telah berlalu..
Bercermin pada hati yang masih melekat dalam limpahan rahmatNYA
Namun aku tak tahu apakah cermin hatiku telah memantulkan kebaikan untuk yang berkaca didepanku..
Atau tak ada satupun berkas sinar kebaikan itu..
Bahkan mungkin yang ada keburukan   saja.

Berbenahlah sekarang  juga..
jangan kau hitung usiamu dengan usia seorang nenek..
karena bisa jadi detik kedepan adalah ajalmu yang tak terduga-duga.
Tak ada yang menjamin nafasmu masih tersisa untuk jam berikutnya,
Menyesallah di detik ini juga..
Selagi ada kesempatan di dunia untuk kembali meperbaikinya..
Jangan pernah menunggu nanti atupun esok hari..
Karena jika waktumu telah berakhir di dunia ini,
Maka penyesalan sedalam- dalamnya akan sia-sia,
tak akan pernah kau kembali lagi tuk sekedar mengulang meski sehari saja ..
Meski kau menangis darah atupun mengemis hina..
Yang ada dihadapan adalah balasan untukmu wahai manusia..

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More