Senin, 10 Januari 2011

Malaikat Penjaga


Oleh: Erni Wulandari

Mentari menyambut hariku dengan kerlingan cahyanya,seolah berkata mesra untuk kehidupan baruku.Ya,aku hijrah ke jogja,kota pelajar yang terkenal seantero negeri.Tak pernah terlewati pemandangan indah yang amat asing menurutku.Gedung tinggi,rumah bertingkat,pusat perbelanjaan,semua tak lepas dari mataku.
“ Subhanallah...inikah jogja?”bisikku takjub.

Tak terasa aku telah sampai di tempat tujuanku.” Wisma Fairuz”.gumamku. Aku memencet bel depan wisma. Pintu terbuka dengan sesosok akhwat yang begitu anggun. “mencari siapa adek?”tanyanya. Aku tersenyum,dan berkata “aku zalfa mbak,penghuni baru wisma”.
Ya Allah,afwan ana tidak tahu,ayo masuk” katanya ramah. Aku mengangguk dan ikut masuk kedalam. Setelah di jelaskan tempat-tempat di wisma,aku di antar ke kamarku.”Ini kamar adik,maaf ya kalau masih kurang nyaman”katanya.
“Ini sudah nyaman buat zalfa mbak”kataku.
Oh iya sampai lupa,ana Zuma”katanya sambil mengulurkan tangannya,aku menyambutnya dengan sangat bahagia. “Semoga ini bisa menjadi rumah kedua bagi adik.”katanya. Aku mengangguk pasti.
Inilah awal aku menjalani hidup baru di jogja.

Wisma semakin ramai dengan kedatangan teman-teman baru di kamar lain,semakin banyak lagi sahabatku di jogja. Vita,salah satu teman baruku sekaligus teman sekamarku. Dia salah satu mahasiswi baru juga sepertiku.Malam ini,semua penghuni wisma berkumpul di mushola wisma,karena akan di adakan pergantian pengurus wisma yang baru,pembacaan tata tertib,serta kegiatan-kegiatan wajib di wisma. Mbak Qoir,mbak nindi,dan mbak zuma mereka senior di wisma fairuz. Mbak nindi sebagai ketua,menjelaskan kepada kami, penghuni wisma yang baru,serta membagi tugas masing-masing anggota.
“ Baiklah,malam ini telah kita sepakati,semua aturan-aturan wisma yang baru dan konsekwensi bagi yang melanggarnya.” Kata mbak nindi tegas.

Semua berjalan sesuai dengan kesepakatan.Ini merupakan pengalaman baru bagiku,hidup mandiri dan disiplin dengan aturan-aturan yang telah kami buat.Sungguh menyenangkan.

Aku melihat mbak zuma di depan wisma,bercanda dengan anak-anak kecil.” Benar-benar ramah.” Gumamku tersenyum.
“ Mbak zum.” Panggilku. Dia menoleh padaku,” Sini dik.” Panggilnya. Tanpa pikir panjang lagi aku mengikuti mbak zuma,bercanda dengan anak-anak di sekitar wisma.
mbak suka dengan anak-anak ya?” tanyaku kemudian. Mbak zuma mengangguk dan berkata “ suatu hari nanti mbak pengen punya pondok pesantren.” Aku salut dengan mbak zuma,menurutku dia akhwat yang sangat konsekuen dengan komitmennya. “Semangat mbak zum!”kataku.Mbak zuma tersenyum mendengar kata semangat dariku.

Setiap kali ada waktu aku selalu pergi ke kamar mbak zuma,entah itu mau curhat atau pengen mencari tahu tentang pengalaman mbak zuma. Pertama kali masuk ke kamarnya,aku sunnguh terpukau dengan banyaknya kata motivasi yang tertempel di dinding. Kata mbak zuma,itu salah satu cara menumbuhkan semangat belajar untuk jadi yang lebih baik.Dan sungguh aku mengikuti setiap kebiasaan mbak zuma yang aku anggap menumbuhkan semangatku. Mbak zuma adalah bagian dari motivasiku.
Dimataku,anggota wisma adalah keluarga kedua. Suka duka,kami adalah saudara. Saling menjaga satu sama lain, itu yang aku suka dan mungkin amat langka lagi di temukan.
Di antara teman-teman yang lain,aku paling dekat dengan mbak zuma,entah kenapa,mungkin karena aku nyaman saat berada dengannya. Dia aku anggap seperti mbak kandungku.

Tak terasa aku sudah 3 bulan hidup di jogja. Selama itu pula aku mengenal kawan baru dari berbagai daerah di kampus. Salah satunya Gaby,dia kenalanku saat pertama kali masuk kuliah,walaupun kami berbeda jurusan. “ Hay,,kenalan dong!” katanya waktu itu. Aku tersenyum dan mengulurkan tanganku “Zalfa.” Jawabku. “Aku Gaby.” Jawabnya. Kami mulai akrab,walaupun hanya dia yang banyak cerita ketika kami bertemu.
Hari ini aku masuk kuliah pagi,aku berangkat bareng vita dari wisma. “Fa,nanti pulang kuliah jam berapa?” tanya vita. “hmmm,jam 11 vit.” Jawabku singkat. “ Oh,berarti sama,pulang bareng yuk,ntar aku ajak ke toko buku,kamu kan suka buku-buku gitu!” katanya semangat. “ Aduh, aku ndak bisa vit,aku dah ada janji sama temenku.”jawabku. “ Oh....tapi kamu sudah ijinkan?”kata vita. “ sudah.” Jawabku singkat. Kami jalan dengan kebisuan yang melayang ke alam pikiran masing-masing.

Hari ini aku janji ketemu dengan gaby jam 11 siang. Dia mau mengajak aku ke suatu tempat,tapi entahlah aku ga tau dimana. Aku menunggunya didepan fakultas sekitar 10 menit. Tiba-tiba,” Hoy....malah melamun!” katanya sambil tertawa. “

“Astagfirullah...!”gumamku kaget. Tapi gaby malah tambah tertawa melihat tingkahku. “Ayolah....berangkat!” ajaknya. Aku mengikuti kemana dia melangkah. Di jalan dia banyak cerita tentang hidupnya,yang tak pernah di kekang siapa pun,termasuk orang tuanya.Dia merasa bebas berekspresi dengan hidupnya yang tanpa aturan yang mengikat. Anehnya aku merasa membenarkan pernyataan itu,karena dalam sejarah hidupku aku tidak pernah merasa bebas,apalagi setelah aku mempunyai ibu tiri,semua aturan-aturan terasa membelenggu.Tapi yang bisa ku lakukan hanya diam dan diam, tidak lebih.

Sampaiii.....!” teriakan gaby membuyarkan lamunku. Aku turun dan menunggu gaby memarkir motornya. “ Masuk yuk...!’ ajaknya. Aku mengikuti saja kemana langkahnya. “ Ini kosnya Gaby ya?” tanyaku tiba-tiba. “Ya iyalah,emangnya kostan zalfa.” Jawabnya seenaknya. Aku melihat banyak perbedaan antara wisma dengan kost Gaby. Disini semua kemewahan terlihat,kebebasan berpakaian,kebebasan tamu berkunjung semua terlihat nyata. Sedang di wisma,aturan-aturan jelas harus di patuhi setiap anggota,adab berbicara,ketertiban sholat,jam kunjung tamu,menghindari tamu bukan mahromnya,semuanya ada. “ Eh...ngelamun aja sih kamu!” kata gaby mengagetkanku. Aku tersenyum. “ Beda ya kostan kamu sama sini?”tanya gaby. “ Beda banget.” Jawabku jujur.” Hahahahaha...ya jelaslah fa,disini itu kumpulan orang yang ga mau di batasi alias bebas ekspresi ga kaya kamu gini!” katanya sambil menunjuk jilbabku. Disini aku di kenalkan semua temen-temen gaby,sebenarnya aku agak sungkan.Penampilan mereka sangat berbeda denganku,tapi anehnya mereka sangat friendly,. Lama-lama aku jadi terbiasa ngobrol dengan mereka.

Aku semakin ketagihan main ke kost gaby,saat dia ga ada pun aku nekat main,karena aku sudah akrab dengan teman-teman gaby. Tidak hanya di kost,aku di ajak ke tempat tongkrongan gaby dengan temannya.” Ternyata menyenangkan hidup tanpa ikatan aturan.”bisikku dalam hati. Aku menikmatinya,sampai-sampai teman wisma mulai merasa aneh dengan aku yang sekarang.

“zalfa,kami mau tanya kenapa akhir-akhir ini zalfa sering pulang malam?” kata mbak Zuma. “Aku ngerjain tugas di kosan teman.”jawabku sinis. “ Apa zalfa lupa aturan di wisma kita?” tanya mbak Qoir. “ Tidak.”jawabku singkat.
“astaghfirullah.....zalfa sekarang sungguh berbeda,dari cara bicara cara,tingkah laku apalagi berpakaian,kami juga dengar zalfa sering pergi sama yang bukan mahromnya,ini jelas bukan zalfa yang kami kenal sebelumnya!” Tambah mbak Zuma.

Semakin panas aku mendengar ceramah mereka, “Cukup! Aku ga ingin di atur siapapun,jelas!” kataku kasar. Lalu aku pergi ke kamarku,aku cerita semua sama Gaby dan tanpa ku duga Gaby menawari aku tinggal di kosnya selama yang ku inginkan.Tanpa pikir panjang aku kemasi baju dan buku ku. Tanpa berpamitan aku pergi meninggalkan wisma,teman-teman sempat mencegahku apalagi mbak zuma orang yang paling dekat denganku,tapi aku terlanjur muak dengan semua aturan-aturan mereka.

Aku mulai hidup baruku di kost Gaby,aku merasa benar-benar jadi manusia bebas sekarang.menikmati malam tanpa batas,dengan teman baru dan pacar baru. Pacar,istilah yang ga asing lagi bagiku tetapi tak pernah aku lakukan sebelumnya.Ada yang aneh dengan predikat punya pacar,semua seperti milik berdua,kemanapun selalu ada. Kata teman pengajianku dulu,pacaran itu mengerikan,seperti menuntut hawa nafsu mereka,tapi menurutku yoga tidak, dia menjagaku,sayang aku,paling-paling Cuma pegang tangan ga lebih,walaupun dulu sempat rikuh saat di pegang pertama kali.

Ada perasaan rindu saat teman wisma sms aku,tanya kabar dan selalu mengingatkan jaga diri.Tapi segera hilang saat aku melihat wajah gaby muncul di hadapku.
Fa,ikut ke salon yuk!” ajak gaby. “Salon mana?”tanyaku. “Udah,ikut ajalah,Cuma nemenin doang,tempatnya juga enak!”jawabnya lagi. Tanpa menjawab lagi aku ikut gaby ke salon.Aku heran gaby masuk ke salon Muslimah,padahal masih banyak salon yang lebih modis.Tapi kemauan gaby memang ga bisa ditolak,akhirnya aku ikut masuk juga. Sambil menunggu dia selesai,aku baca majalah yang ada di meja.Tetapi mataku tertuju pada sebuah buku berwarna hijau bertuliskan Madrasah Jiwa Perindu Surga, oleh mas udik abdullah. Entah kenapa aku sangat tertarik untuk membaca isinya. Ternyata aku mengenal pemiliknya,dia kenalanku di kampus yang kerja di salon Muslimah,dengan gampang aku bisa meminjamnya.

Di kost aku menyempatkan untuk membaca buku yang aku pinjam tempo hari,kata demi kata yang tertulis, mengalir lembut ke dalam relung jiwaku.setiap bait-bait isinya serasa menyindir kehidupanku saat ini.Hatiku terasa bergetar saat ku baca Firman-Firman Allah yang menyejukkan gersangnya imanku.

Hai anak adam,sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.Dan pakaian taqwa itulah yang baik” QS Al-a’raf : 26

Ayat itu membuatku terbangun dan melihat keadaan diriku saat ini,”sungguh hina diriku!” ucapku lirih,sambil membuang krudung yang ku pakai.
Aku tak ingin seperti ini,aku seorang munafik,aku benci hidupku!” teriakku sambil nangis. Dengan keadaanku yang seperti itu,tanpa ku duga yoga masuk kamar dan melihatku tanpa krudung. Cepat-cepat ku ambil krudung yang ada di tasku,tapi dia mencegahnya,aku melihat tatapan aneh di matanya. “Aku sudah lama menunggu saat seperti ini denganmu.” Katanya lirih. “Apa maksudmu?” tanyaku takut. “ Ayolah fa..aku terlalu lama memendamnya,aku ingin bersamamu!” katanya sambil mencoba memelukku. “Ga akan pernah!” teriakku sembil mendorongnya. Tapi tanpa ku duga dia memaksaku dan mengancam akan melukaiku jika aku menolak,hal itu tidak membuatku takut untuk menjaga harga diriku. Aku mendorongnya dan menampar wajahnya,tanganku gemetar ketika tanganku melakukannya,aku menangis pasrah ketika dia semakin marah dan ku tak berdaya.Hanya asma Allah yang mampu aku ucap tatkala tanganku tak mampu melindungiku,dan ku jauh dari sadarku.

“Zalfa,zalfa bangun...!”ucap seseorang yang sangat aku kenal. Aku membuka mata dan melihat sosok yang ku rindukan,” Mbak zuma...,teman-teman,kalian disini.”ucapku lirih sambil menangis. Mbak Zuma memelukku,dan menceritakan apa yang terjadi hingga aku sampi di klinik. Gaby menolongku saat yoga akan merusak hidupku dan yoga sekarang dibawa kekantor polisi karena mencoba mencelakai gaby dengan melukai tangannya. “Dimana gaby sekarang mbak?” tanyaku, tiba-tiba ada suara seseorang dari pintu, “ Aku disini,dan selalu tetap disini untukmu.” Aku terkejut melihat gaby berpenampilan lain, “Gaby....” kataku. “Maafkan aku yang hampir merusak hidupmu”katanya. Aku memeluknya erat.

Tapi sayang,itu pelukan terakhirku buat gaby. Dia pergi entah kemana setelah mengantar aku pulang ke wisma. Bagiku dia peri kecil yang memberi segores warna di hidupku. Ternyata Allah masih menegurku lewat alunan bait kata dalam buku itu. Dan kini aku kembali ke rumah surga,rumah para malaikat kecil yang selalu menjagaku,Wisma Fairuz.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More