Rabu, 12 Januari 2011

Ada Pelangi Di Langit Semarang

Oleh: Taufik Aulia Rahmat

Mentari mulai menguning, senja merangsek masuk menggeser siang. Senja indah dengan panorama mentari yang hampir sampai di tempat peraduannya. Tak biasanya. Ini lebih indah. Semesta bertasbih beriringtahmid-ku yang diliputi nikmat-Nya. Universitas di seberang sana menerima pinanganku yang akan melepas seragam putih abu-abu setelah sebelumnya pinanganku ke perguruan tinggi idaman di kota hujan ditolak. Memang ‘jodoh’ di tangan-Nya. Kucoba jalur PMDK, jalur tanpa tes. Walhasil, tiga mujahid Lampung-aku, Akh Arya, dan Akh Anshori- melayari Selat Sunda menuju negeri yang pernah disinggahi Laksamana Cheng Ho, negeri lumpia dengan Tugu Muda sebagai ikonnya.

Tawakkal, kadang keinginan kita tak sesuai dengan keinginan-Nya. Dan yang harus dicamkan adalah pilihan-Nyalah yang terbaik untuk kita. Kita cuma bisa bermimpi, berusaha dan berdo’a, yang dibungkus tawakkal. Harus tawakkal itu, karena takdir alam raya telah ditulis, pena-pena telah diangkat, tinta telah kering, dan kertas telah dilipat.

“… tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah megetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh [94]: 6)

Mei 2010. Kali pertama kakiku menapak di bumi Semarang. Hidup baru akan kutata dan sejuta mimpi akan kutiti. Sebulan mungkin cukup untuk menyiapkan kamar kos dan beradaptasi dengan kultur masyarakatnya.

Sering aku dirundung rindu pada ayah dan bunda yang bertahta di kalbu. Bayangan indahnya masa kecil sesekali menghiburku, menyunggingkan senyum kerinduan. Sekejap senyum berganti air mata, haru merasuki kalbu, terbayang kasih mereka yang belum sempat terbalas, juga gelimang salah dan dosaku pada mereka. Kalimat yang memberi harapan, “reuni di surga”. Kalimat itu milik Ustadz Solikhin Abu Izzuddin dan Ustadzah Dewi Astuti dalam The Great Power of Motheryang kubaca di toko buku di pangkal gang dekat kosku.

Buku itu memberi spirit baru buatku ‘tuk menjadi anak yang berbakti, bukan sekedar berbakti, tapi benar-benar berbakti! Mimpi baruku hari ini adalah ­birrul walidain. Meski terpisah jarak oleh samudra, tapi baktiku tak ‘kan tenggelam. Dengan do’a-do’a aku berbakti. Kualirkan pahala untuk mereka. Dari mereka banyak ilmu yang bermanfaat kudapat. Bundalah yang mengenalkanku pada-Nya, mengajariku membaca lembaran ‘surat cinta’ dari-Nya dan cara menyembah-Nya. Dari keringat ayahlah suap demi suap nasi kumakan, ayah pula yang menuntunku ke masjid, membiasakanku lima kali sehari bersujud di dalamnya. Ada keringat mereka dalam diriku. Dalam aliran darah dan nadiku, ada harapan dan do’a mereka.

Allahummaghfir lii waliwaalidayya warhamhuma kama rabbayanii shaghiiraa… aamiin.

Belum banyak kenalanku. Tapi sekalinya aku mendapat kenalan, dia adalah orang hebat, aktivis kampus. Aku bertemu mereka di masjid kampus yang seperti rumah kedua mereka. Seorang sekretaris umum rohis universitas yang di kali pertama perkenalan dan diskusiku dengannya, kami sepakat untuk berwirausaha bersama. Dan lahirlah Izzati Group (jargon: bersama menggapai kemuliaan) yang melayani pemesanan dan pembelian buku-buku islami dari banyak penerbit, salah satu yang paling inspiratif adalah Pro-U Media, penerbit yang ‘menggugah hidupmu!!’.

Akh Arya dan Akh Anshori juga bergabung dengan Izzati Group. Kami adalah partner juang, tak ‘kan terpisah kecuali dengan kehendak-Nya.

Peralihan siswa ke mahasiswa, adalah fase yang rawan terkena VMJ (Virus Merah Jambu). Sebab utamanya adalah kurang kontrol, berbeda dengan SMA dulu. Banyak kabar satu per satu ikhwan dan akhwat yang dulu juga aktivis dakwah SMA berguguran karena infeksi virus ‘mematikan’ ini. Berguguran di jalan dakwah.Wal’iyadzubillah. Aku pun sempat hampir gugur di jalan ini. Alhamdulillah, dengan kuasa-Nya, Dia menyelamatkanku dari kubangan kebinasaan ini.

Barangsiapa yang Allah hendak memberinya petunjuk
Maka tak ada yang dapat menyesatkannya
Barangsiapa yang Allah hendak menyesatkannya
Maka tak ada yang dapat menunjukinya

"Biip..biip... Biip..biip...”, hape berbunyi. Satu pesan diterima. Sms dari adik kelas, bertanya tentang problem kawannya sesama aktivis rohis dari sekolah lain. Kujawab sebatas pengetahuanku.

Tak lama, satu pesan diterima lagi.
 “Assalammu’alaykum.. Malem, Kak. Afwan ganggu.. Aku Atikah, temen Mbak Nabila yang tanya tentang hukum seorang akhwat keluar rumah malem-malem untuk ngajar TPA.. Bisa dijelasinnggak, Kak tentang jawabannya tadi? Syukran.”

To the point, kubalas sms-nya.
Lusa dia mengirim sms lagi. Bukan lagi tentang masalahnya, tapi hanya menyapa, hanya bertanya kabar, hanya bertanya sudah makan apa belum, hanya bertanya lagi apa. Hanya? Oh, tidak! Berlebihan agaknya. Kujawab singkat tanpa balik bertanya. Lalu dia menceritakan mimpinya. Katanya, di tempat yang sangat indah, berkumpul wanita-wanita berparas jelita nan bermata jeli bak bidadari. Dan berkata padanya, “Wahai Saudariku, sebentar lagi akan datang pemuda bernama Ahdan Zulfahri.” Itu aku. Apa maksudnya? Entahlah. Aku hanya mengatakan bahwa itu hanya mimpi, bunga tidur belaka. Tak usah dipikirkan.

Besoknya, “Biip..biip... Biip..biip...”, satu lagi pesan diterima. Dari orang yang sama dengan pertanyaan yang sama pula. Responku tetap sama. Dingin. Lagi-lagi bercerita mimpinya, tapi dengan cerita yang berbeda. Dalam mimpinya ada angka tanggal lahirku. Aneh. Bisa jadi dia tahu tanggal lahirku dari temannya yang adik kelasku itu. Kutanya dia apa tahu tanggal lahirku. Tidak jawabnya. Lalu angka-angka itu dari mana asalnya? Apa maksudnya? Ah terlalu rumit kupikirkan. “Itu kan cuma mimpi,” kataku dalam hati.

Makin aneh. Dia berubah, lebih sering mengirim sms yang tak penting itu. Jadi over perhatian.
“Sudah mam belum, Kak? Kalo belum, mam dulu gih! Nanti sakit lho… Jaga kesehatan ya, jangan sampai sakit!” Begitu, hampir setiap hari.

Terus bertanya apa dan kenapa. Ada yang tak biasa. Kucoba menelisik lebih dalam. Ada apa dengan mimpi dan sikapnya yang mulai berubah ini? Apa ada rasa terpendam? Kagum? Atau jatuh cinta? Masyaallah, terlalu jauh analisaku. Aku saja yang terlalu ge-er­.

Sms-nya yang seperti resep dokter itu-tiga kali sehari- meluluhkanku. Batu saja hancur bila terus-menerus ditetesi air. Apalagi aku, manusia biasa dengan ilmu dan kadar iman yang pas-pasan. Maklum, kalau dulu di SMA ada forum Getar Cahaya di Atmosfer Cinta–begitu Ustadz Salim A. Fillah manyebut liqo’ dalam buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan (NPSP)- yang me-recharge­ iman tiap pekannya, tapi sekarang aku belum mendapat komunitas itu di sini.

Mulai nyaman sms-an dengannya. Senang jika diperhatikan. Manusiawi, sih. Tapi tak islami. Interaksi ini salah. Tapi yang namanya setan selalu menggoda manusia dari segala sisi, semua dicoba. Ada saja alasan, sebagai teman ngobrol-lah, saling berbagi ilmulah, dan entahlah. Perang melawan setan dengan tema fitnah wanita pun dimulai.

WAR IS BEGUN..
Dia sekretaris rohis, poin plus buatnya. Tapi broken home. Bukan karena keluarga tidak harmonis, tapi kondisi ekonomi yang memaksa orang tua dan kakaknya berjualan bakso di pasar malam keliling dan pulang ke rumah hanya beberapa bulan sekali. Dia juga menderita maag kronis yang kambuh tiap malam. Lengkap sudah penderitaannya. Simpati dan empatiku bertambah.

Di bawah teriknya matahari, aku dibuat tersedak olehnya.
“Ana uhibbuka fillah, Akhi,” sms-nya.
Kaget bukan kepalang, seorang mantan ketua OSIS dan aktivis rohis ‘ditembak’ seorang akhwatOh, No! Merinding aku.
“Ahdan, berlindunglah pada Allah!” kataku dalam hati.
“Apa maksudnya, Ukh? Apa kalimat itu juga antum tujukan pada semua muslim atau hanya ana?”
“Afwan.” Hanya itu jawabnya.

Benar analisaku! Kepleset. Jalanan ini licin, bahaya jika tidak hati-hati. Begini nijadinya. Aku makin yakin bahwa telah salah langkah. Kalimat itu bukannya menggodaku, justru membuka mataku, membantah semua alasan setan untuk bertahan dalam interaksi bathil ini. Aku harus memilih menang atau kalah. Menang atas setan dan hawa nafsu atau kalah dengan manuvernya yang menjerumuskan.

Ukhtiafwan ya. Kita sudah salah. Interaksi kita sudah nggak sehat. Berlebihan. Mudah bagi setan menjadikan kita kawannya. Ingat, dunia hanya sementara, ujian bagi tiap manusia, dan tiap yang bernyawa pasti mati kanUkh? Dan pada akhirnya kita akan kembali pada-Nya dengan catatan amal masing-masing. Ada balasan untuk tiap amal. Ada jannah dan naar. Kita akan kembali ke salah satu dari dua itu.

Kita, aktivis dakwah sekolah, pasti ridha Allah yang dicari dan jannah yang dituju.Antum pasti tahu batasan interaksi antar lawan jenis. Ada yang harus kita perbaiki. Kita memang bisa share banyak ilmu. Tapi ini bukan jalannya. Kita telah menzhalimi diri kita sendiri. Masih banyak sumber ilmu di sekitar kita. Masih adamurabbiyah dan teman akhwat yang bisa menjadi tempat saling berbagi ilmu. Bukan ana. Kita harus menjauh.” Taujih-ku padanya. Pahit mungkin. But it’s a truth. Tiap pilihan ada konsekuensinya. Yang aku takut adalah ketika terjerat perangkap zina yang telah di-setting setan sedemikian rupa, maka binasalah jika menurutinya.

Wahai ummat Muhammad. Demi Allah saat hamba laki-laki berzina dan saat hamba perempuan berzina, tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah. Demi Allah, wahai ummat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan lebih banyak menangis daripada tertawa.”Kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berkata: “Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikan?” (HR. Bukhari)

Zina tak hanya terjadi pada apa yang ada antara pusat dan lutut, tapi pada setiap indra.
Telah tertulis atas anak Adam nasibnya dari zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Maka kedua mata zinanya adalah memandang. Kedua telinga zinanya adalah menyimakdengarkan. Lisan zinanya berkata. Tangan zinanya menyentuh. Kaki zinanya berjalan. Dan zinanya hati adalah ingin dan angan. Maka akan dibenarkan hal ini oleh kemaluan, atau didustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya kata maaf dalam sms balasannya.
“Baiklah,” kataku, “Sepakat untuk memperbaiki interaksi kita?”
“Ya, bismillah.” Balasnya.

Tak mudah untuk berubah. Setan tak ‘kan behenti menjerumuskan manusia ke dalam jurang kenistaan. Sesekali dia masih mengirim sms yang tak penting. Selalu kuhiraukan. Dan selama bulan Ramadhan di kampung satu komitmen kubuat dengannya. Sehari sebelum satu Ramadhan, MoU itu ‘ditandatangani’. Kami sepakat untuk menghilangkan komunikasi di bulan ini. Lebih mudah menjalani komitmen ini. Mungkin karena setan-setan dibelenggu.

Aku jadi ingat dengan buku Ustadz Salim A. Fillah, NPSP, yang kubaca saat SMA. Kalimatnya yang mengalir indah mengantarkan pembacanya pada pemahaman tentang seperti apa kehendak Sang Pembuat Syari’at dalam hal pergaulan dan interaksi lawan jenis. Kisah-kisah romantis generasi terbaik ummat ini yang dirangkumkan di dalamnya membuat siapa pun yang membaca berdebar jantungnya, senyum-senyum sendiri, dan hanyut dalam lautan kisah cinta penuh hikmah, teladan sepanjang masa.

Fluktuasi iman itu wajar. Ramadhan selesai, belenggu pun dilepas. Setan kembali mengejar megaproyeknya, menjerumuskan dua insan. September, aku dan dia kembali tergelincir di jalan yang licin ini. Virus menginfeksi lagi. Aku coba mengingatkan dan menasehati, tapi rupanya sudah tak mempan. Harus ada tindakan. Langkah pertama dengan mentarbiyah diri sendiri. Menelaah risalah-Nya untuk kasusku.. Buku NPSP adalah solusi. Karena aku adalah seorang penjual buku, maka tak sulit mencarinya. Ada buku selain NPSP yang menarikku, Agar Bidadari Cemburu Padamu (ABCP), tulisan Ustadz Salim A. Fillah juga.Subhanallah, buku ini sangat menginspirasi dan menggugah. Semakin jelas yanghaq dan yang bathil.

Meski hujjah sudah jelas, jerat setan sulit dipatahkan begitu saja. Tapi hidayah itu dari Allah. Dia punya cara sendiri menunjuki hamba-Nya. Bukan dengan siksa atau adzab, tapi nikmat.

Pelangi terbias indah. Akh Anshori mengirim sms, “Ahdan, permohonan beasiswa Antum goal. Ini kata teman ana. Coba Antum cek lagi. Slamet ya.” Air mata menetes, sujud syukurku pada Ar-Razaq. Ini beasiswa yang cukup untuk biaya kuliah dan hidup sehari-hari. Kukabarkan pada bunda. Bahagia dan bangga terbaca dari suaranya yang hanya bisa kudengar via hape. Satu mimpi terwujud dan tercoret dari ribuan mimpi di dinding kamarku. Ini teguran yang amat indah dan mengena. Malunya aku, hamba nan lemah dan kecil ini terus bermaksiat, sementara Dia terus mencukupi tiap kebutuhan hamba-Nya. Tak tahu diri aku ini. Segera ghirah-ku muncul, azzam-ku kembali menghujam dalam dada, iman bertambah, meninggi dan semakin tinggi. Wahai Rabb Yang Mahapengampun, saksikanlah bahwa aku termasuk hamba-hamba-Mu yang bertaubat!

Kuikuti metode pada halaman 59 buku NPSP, kutulis sepucuk surat dengan sedikit modifikasi. Kukirim surat itu padanya, kusertakan pula buku NPSP dan ABCP.Kukirim saja dua buah buku itu karena tak mungkin terus-menerus menasehatinya, interaksi ini harus segera diakhiri. Mencegah madharat lebih utama dari mengambil manfaat. Kusampaikan bahwa aku adalah ujian untuknya dan dia adalah ujian untukku. Bahwa hidup ini ujian dan perlombaan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya (QS. Al-mulk[67]: 2). Bahwa tak cukup lulus ujian dengan nilai standar. Harus lebih. Bahwa aku ingin seperti Yusuf As. yang mengatakan “inni akhafullah” ketika digoda oleh Imra’atul ‘Aziiz nancantik jelita lagi berkedudukan. Bahwa aku ingin seperti Abu Bakar Al-Miski yang mewangi tubuhnya setelah ia melumuri kulitnya dengan kotoran untuk menolak ajakan zina seorang wanita.
Kuganti nomor hape-ku, kublokir dia dari facebook-ku.

Naif jika ini cinta. Yang aku rasa hanya simpati dan empati. Yang dia rasa adalah kesepian dan kurang perhatian. Setanlah yang menjerumuskan.

Life is choice, so talk to yourself! Ini pilihanku. Aku pilih Allah dan Rasul-Nya. Dialah Maharaja. Di tangan-Nya nyawa setiap makhluk. Pemilik kekuasaan paripurna, tak ada yang dapat mencegah apa yang Dia beri dan tak ada yang dapat memberi apa yang Dia cegah. Aku memilih menjadi pemain dan pemenang, bukan sekedar penonton. Masa depanku terbentang luas dan masih putih bak kanvas yang belum dilukis. Fokusku adalah melukis prestasi tertinggi di atas kanvas kehidupan. Mengukir sejarah peradaban. Aku telah memilih Islam sebagaiway of life. Sebaik-baik jalan dari Rabb semesta alam. Di jalan ini kupersembahkan hidup dan matiku. Jalan cinta jalan mulia, jalan cinta para pejuang, cinta karena-Nya. Maka tak boleh cinta ini dikotori maksiat.

Tak perlu khawatir tak kebagian cinta, karena akan indah pada saatnya. Dan yang pasti, warna-warni pelangi akan selalu menghiasi langit di atas bumi tempatku berpijak.
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar dari) Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran [3]: 173-174)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More